Hindari kekacauan, sistem politik harus diubah sebelum pemilu
A
A
A
Sindonews.com - Sistem perpolitikan yang dianut Indonesia dinilai masih kacau dan tidak jelas. Jika sistem politik tak diubah saat Pemilu 2014 digelar, maka siapapun pemenang pemilu bakal 'takluk' pada kehendak partai politik.
Hasil pemilu tanpa pemisahan kekuasaan yang jelas akan menimbulkan kekacauan pemerintahan. Kekacauan politik ini telah terjadi dari hasil pemilu sebelumnya.
Hal ini disoroti oleh Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit saat diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2014).
Menurutnya, sistem semi presidensial yang dianut Indonesia merupakan sistem yang tidak jelas.
Dari tiga sistem yang dipakai seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif, dua lembaga kekuasan pemerintah dan DPR RI justru saling berebut kekuasaan satu sama lain. Padahal porsi kekuasaannya sudah jelas.
"Tidak ada pemisahan yang ada hanya pembagian saja. Itulah sebabnya tidak jelas," tegas Arbi.
Arbi mengambil contoh, Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memiliki kesempatan untuk mengelola pemerintahan berdasarkan sistem presidensial penuh, justru kalah dengan kehendak partai koalisi.
Dalam pemerintahan SBY, partai koalisi bukan mendukung malah sebaliknya saling menyandera. Hal tersebut lantaran partai koalisi cenderung berhitung masalah keuntungan politik.
"Ini kan kepentingan banyak parpol, multi partai buat kacau. Tidak ada kompetisi, mereka bersekongkol semua. Inilah yang sebabkan segala sesuatu bisa diatur," sambungnya.
Hasil pemilu tanpa pemisahan kekuasaan yang jelas akan menimbulkan kekacauan pemerintahan. Kekacauan politik ini telah terjadi dari hasil pemilu sebelumnya.
Hal ini disoroti oleh Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit saat diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2014).
Menurutnya, sistem semi presidensial yang dianut Indonesia merupakan sistem yang tidak jelas.
Dari tiga sistem yang dipakai seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif, dua lembaga kekuasan pemerintah dan DPR RI justru saling berebut kekuasaan satu sama lain. Padahal porsi kekuasaannya sudah jelas.
"Tidak ada pemisahan yang ada hanya pembagian saja. Itulah sebabnya tidak jelas," tegas Arbi.
Arbi mengambil contoh, Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memiliki kesempatan untuk mengelola pemerintahan berdasarkan sistem presidensial penuh, justru kalah dengan kehendak partai koalisi.
Dalam pemerintahan SBY, partai koalisi bukan mendukung malah sebaliknya saling menyandera. Hal tersebut lantaran partai koalisi cenderung berhitung masalah keuntungan politik.
"Ini kan kepentingan banyak parpol, multi partai buat kacau. Tidak ada kompetisi, mereka bersekongkol semua. Inilah yang sebabkan segala sesuatu bisa diatur," sambungnya.
(hyk)