Dinamika bertetangga Indonesia-Singapura

Selasa, 11 Februari 2014 - 06:00 WIB
Dinamika bertetangga Indonesia-Singapura
Dinamika bertetangga Indonesia-Singapura
A A A
Sindonews.com - Hubungan Indonesia dan Singapura sedang merenggang. Hal tersebut terlihat dari sikap Singapura yang batal mengundang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk hadir dalam acara Singapore Airshow 2014 yang digelar pada hari ini (11/2/2014).

Pembatalan sepihak itu menyusul sikap Pemerintah Singapura yang keberatan terhadap rencana TNI memberikan nama Usman Harun untuk kapal perang jenis fregat yang dibeli dari Inggris. Usman Harun adalah dua anggota Korps Komando Operasi (KKO)-- saat ini marinir-- yang menjalankan tugas negara dengan meledakan Hotel Mac Donald House di Orchard Road pada tahun 1965. Saat itu Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia. Sedangkan Singapura masih menjadi wilayah bagian Malaysia.

Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Hasyim Djalal mengatakan, seharusnya peristiwa terkait Usman Harun sudah selesai ketika Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew memberikan karangan bunga di makam kedua pahlawan itu saat berkunjung ke Jakarta pada 1970. "Seharusnya isu ini sudah lewat. Tidak ada masalah lagi," ujar Hasyim kepada Sindonews, Senin (10/2/2014).

Sikap keberatan Singapura atas penamaan KRI Usman Harun, kata dia, justru telah menunjukkan Singapura ternyata belum bisa melupakan peristiwa tersebut. "Ternyata tidak melupakan dan tidak memaafkan," ungkap Hasyim.

Berdasarkan data yang dihimpun Sindonews, hubungan Indonesia dan Singapura beberapa kali mengalami pasang surut. Sebut saja ketika Pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan ekspor pasir ke Singapura pada tahun 2007. Peraturan itu berupa Permendag nomor 2 tahun 2007 tentang Larangan Ekspor Pasir dan Tanah.

Kebijakan itu menyikapi adanya ekspor pasir dalam jumlah besar selama bertahun-tahun ke Singapura. Pasir itu digunakan untuk reklamasi pantai guna memperluas wilayah Singapura.Pelarangan ekspor pasir sempat dipertanyakan oleh Menteri Luar Negeri Singapura saat itu, George Yeo, dan anggota parlemen.

Indonesia dan Singapura juga memiliki perbedaan perspektif menyangkut perjanjian ekstradisi atau pemulangan pelaku kejahatan korupsi. Indonesia sudah lama mengharapkan Singapura membantu upaya pengembalian tersangka beserta aset korupsi.

Sudah menjadi rahasia umum, Singapura menjadi tempat pelarian yang aman bagi pelaku korupsi. Tidak hanya tempat bersembunyi, tapi juga menyimpan uang hasil korupsinya. Alhasil, sulit bagi penegak hukum di Indonesia untuk menindak pelaku yang buron ke negeri tersebut.

Kendati akhirnya menyatakan bersedia memberikan kemudahan Indonesia dalam mengekstradisi pelaku kejahatan korupsi, Singapura ternyata punya maksud lain. Singapura mengajukan syarat agar Indonesia membolehkan wilayahnya digunakan pihaknya sebagai tempat latihan militer.

Entah apa alasan Pemerintah Indonesia saat itu, hingga akhirnya bersedia meneken perjanjian ekstradisi pada 26 April 2007. Meski begitu, perjanjian itu tidak bisa diimplementasikan. DPR menolak meratifikasi perjanjian tersebut karena mengganggap merugikan Indonesia. DPR menilai kesepakatan tentang pemulangan koruptor harus dipisahkan dengan urusan kerja sama militer.

Belum selesai persoalan ekstradisi, hubungan bilateral kedua negara kembali diuji. Pada Juni 2013, Singapura memprotes polusi asap yang berasal dari kebakaran hutan di Riau. Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo pun mengirimkan surat protes ke Indonesia. Sementara itu hasil investigasi pemerintah menyebutkan ada delapan perusahaan asing yang satu di antaranya dari Singapura diduga telah membakar hutan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun akhirnya memilih untuk menyatakan meminta maaf kepada Singapura. Sikap SBY pun menuai kritik berbagai pihak. Dia pun sempat membantah penilaian yang menyebutnya lemah terhadap Singapura dan Malaysia.

Hasyim menilai, pasang surut hubungan Indonesia dengan Singapura merupakan sesuatu yang wajar. Dia mengumpamakan hubungan kedua negara itu seperti dua ekor landak. "Pada malam hari, dua landak ini ingin berdekatan karena dingin. Tetapi ketika berdekatan, maka akan saling tertusuk (karena durinya)," ujar anggota Dewan Maritim Indonesia itu.

Dia berharap pemerintah kedua negara bersikap tenang dan mengedepankan kepentingan bersama, yakni mempererat hubungan kedua negara yang sudah terjalin selama puluhan tahun. "(Sebaiknya) tenang-tenang saja," ujarnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4591 seconds (0.1#10.140)