Survei, Demokrat partai paling krisis
A
A
A
Sindonews.com - Berdasarkan salah satu hasil survei Political Communication Institute (Polcomm Institute), Partai Demokrat merupakan partai yang paling banyak diberitakan mengenai krisis dengan prosentase 34,2 persen. Hal itu dikarenakan kasus korupsi yang melilit kader-kader partai berlambang bintang segitiga tersebut.
"Disusul Partai Golkar dengan 24,3 persen karena kasus yang hampir serupa yakni korupsi," ujar Direktur Eksekutif Polcomm Institute, Heri Budianto, saat jumpa pers di WHIZ Hotel Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2014).
Kemudian, disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 20,3 persen. "Dan kemudian PDIP dengan 9,2 persen, lalu Partai Nasdem dengan 5,0 persen dikarenakan adanya konflik internal," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, krisis dengan magnitude besar yang dialami oleh partai politik mencuat sejak satu sampai dua tahun terakhir.
Ditambahkannya, hampir semua partai-partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu), baik partai lama maupun partai baru mengalami krisis yang mengakibatkan guncangan organisasi, penilaian negatif dari publik hingga lunturnya kepercayaan publik (distrust).
"Distrust terhadap partai politik akan memicu terjadinya krisis yang berdampak terhadap proses politik dalam pemilu maupun pemilu kepala daerah (pemilukada)," imbuhnya.
Krisis, ujar dia, merupakan suatu kondisi dimana partai mengalami suatu permasalahan yang disebabkan oleh berbagai faktor. "Sejalan dengan potensi krisis yang dialami partai politik, Polcomm Institute melakukan survei terkait dengan persoalan tersebut," katanya.
Dia menjelaskan, ada dua metode riset yang dilakukan, yakni tahap pertama melakukan content analisis dan discourse analysis methods dengan tujuan menentukan isu atau wacana apa saja yang menyebabkan krisis suatu partai politik.
Selain itu, untuk menggambarkan penanganan krisis yang dilakukan oleh partai politik tersebut. "Tahap pertama ini secara khusus meneliti sebanyak 15 media massa yakni lima media cetak nasional, lima stasiun siaran televisi, dan lima media online," ucapnya.
Sedangkan tahap kedua melakukan survei di 15 kota besar di Indonesia, yakni Medan (Sumatera Utara), Pekanbaru (Riau), Palembang (Sumatera Selatan), Serang (Banten), Jakarta (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), Balikpapan (Kalimantan Timur), Denpasar (Bali), Makassar (Sulawesi Selatan), Manado (Sulawesi Utara) dan Ambon (Maluku).
"Survei dilakukan mulai 20 Januari 2014 sampai 3 Februari 2014 dengan menggunakan teknik purposive sampling, penentuan responden berdasarkan kriteria tingkat pendidikan minimal SMA/SMU sederajat dan pengetahuan mengenai isu politik," ungkapnya.
Sedangkan Responden dalam penelitian ini sebanyak 1.000 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden. "Tingkat kepercayaan survei ini sebesar 95 persen dan margin error sebesar lima persen," pungkasnya.
Baca berita:
Kasus korupsi gerogoti elektabilitas Demokrat
"Disusul Partai Golkar dengan 24,3 persen karena kasus yang hampir serupa yakni korupsi," ujar Direktur Eksekutif Polcomm Institute, Heri Budianto, saat jumpa pers di WHIZ Hotel Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2014).
Kemudian, disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 20,3 persen. "Dan kemudian PDIP dengan 9,2 persen, lalu Partai Nasdem dengan 5,0 persen dikarenakan adanya konflik internal," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, krisis dengan magnitude besar yang dialami oleh partai politik mencuat sejak satu sampai dua tahun terakhir.
Ditambahkannya, hampir semua partai-partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu), baik partai lama maupun partai baru mengalami krisis yang mengakibatkan guncangan organisasi, penilaian negatif dari publik hingga lunturnya kepercayaan publik (distrust).
"Distrust terhadap partai politik akan memicu terjadinya krisis yang berdampak terhadap proses politik dalam pemilu maupun pemilu kepala daerah (pemilukada)," imbuhnya.
Krisis, ujar dia, merupakan suatu kondisi dimana partai mengalami suatu permasalahan yang disebabkan oleh berbagai faktor. "Sejalan dengan potensi krisis yang dialami partai politik, Polcomm Institute melakukan survei terkait dengan persoalan tersebut," katanya.
Dia menjelaskan, ada dua metode riset yang dilakukan, yakni tahap pertama melakukan content analisis dan discourse analysis methods dengan tujuan menentukan isu atau wacana apa saja yang menyebabkan krisis suatu partai politik.
Selain itu, untuk menggambarkan penanganan krisis yang dilakukan oleh partai politik tersebut. "Tahap pertama ini secara khusus meneliti sebanyak 15 media massa yakni lima media cetak nasional, lima stasiun siaran televisi, dan lima media online," ucapnya.
Sedangkan tahap kedua melakukan survei di 15 kota besar di Indonesia, yakni Medan (Sumatera Utara), Pekanbaru (Riau), Palembang (Sumatera Selatan), Serang (Banten), Jakarta (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), Balikpapan (Kalimantan Timur), Denpasar (Bali), Makassar (Sulawesi Selatan), Manado (Sulawesi Utara) dan Ambon (Maluku).
"Survei dilakukan mulai 20 Januari 2014 sampai 3 Februari 2014 dengan menggunakan teknik purposive sampling, penentuan responden berdasarkan kriteria tingkat pendidikan minimal SMA/SMU sederajat dan pengetahuan mengenai isu politik," ungkapnya.
Sedangkan Responden dalam penelitian ini sebanyak 1.000 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden. "Tingkat kepercayaan survei ini sebesar 95 persen dan margin error sebesar lima persen," pungkasnya.
Baca berita:
Kasus korupsi gerogoti elektabilitas Demokrat
(kri)