Geografi Indonesia hambat pemberian layanan kesehatan
A
A
A
Sindonews.com - Pelayanan kesehatan masih menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan kondisi geografi Indonesia yang cukup menyulitkan untuk pemberian sarana kesehatan tersebut.
Pernyataan tersebut dikatakan Brian Sriprahastuti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), yang meraih promosi doktor, lewat disertasinya berjudul “Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat”.
Disertasi yang dipaparkan Brian Sriprahastuti berisi tentang fakta belum tercapainya target penurunan sebanyak 20 persen, atas angka kematian balita di
kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurutnya, angka kematian balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan, masih tergolong tinggi. Kondisi ini terjadi, karena geografis yang sulit dan keterbatasan layanan kesehatan masyarakat di kabupaten itu.
"Salah satu hasil data yang saya temukan dalam penelitian mengenai Manajemen Terpadu Penanganan Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M), merupakan sebuah pendekatan yang memberi tanggung jawab kepada masyarakat untuk dapat menangani balita sakit dengan memanfaatkan tenaga sukarela kesehatan sebagai kader dan motivator," kata Brian di Gedung G FKM UI, Depok, Kamis (6/2/2014).
Ia melakukan indikator dengan penelitian terjun ke 40 desa dan 40 puskesmas. Salah satunya adalah, pemberian oralit dan zinc untuk kasus diare, pemberian parasetamol untuk kasus demam, pemnerian ACT (Artesunate Combined Therapy) untuk kasus malaria, pemberian ASI esksklusif, imunisasi lengkap, dan pemasangan kelambu untuk tempat tidur balita.
"Upaya penanganan balita sakit di masyarakat masih relevan diterapkan di daerah di Indonesia, yang memiliki kendala hambatan aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas layanan kesehatan. Hanya diare yang saya lihat diberikan otoritas penuh kuratif. Penyakit yang lain penanganan, lalu rujukan," jelasnya.
Penelitian Brian menghasilkan tiga model utilisasi layanan penanganan balita sakit yaitu, model matematis utilisasi layanan promotif-preventif, model matematis utilitas layanan, dan model spasial utulisasi layanan balita sakit.
Dari penelitiannya, Brian menyarankan kepada pemerintah pusat, untuk membuat peratiran pemerintah yang mewajibkan penerapan MTBS sebagai standar pelayanan minimal penanganan balita sakit di fasilitas kasehatan.
Promotor Dewan Penguji Purnawan Junadi selanjutnya melantik Brian dengan nilai sangat memuaskan. Menurutnya, penelitian Brian dengan ide tersebut terbilang unik. Intinya ada peran pemberdayaan masyarakat dan peran kader sebagai jembatan ke masyarakat.
Pernyataan tersebut dikatakan Brian Sriprahastuti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), yang meraih promosi doktor, lewat disertasinya berjudul “Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat”.
Disertasi yang dipaparkan Brian Sriprahastuti berisi tentang fakta belum tercapainya target penurunan sebanyak 20 persen, atas angka kematian balita di
kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurutnya, angka kematian balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan, masih tergolong tinggi. Kondisi ini terjadi, karena geografis yang sulit dan keterbatasan layanan kesehatan masyarakat di kabupaten itu.
"Salah satu hasil data yang saya temukan dalam penelitian mengenai Manajemen Terpadu Penanganan Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M), merupakan sebuah pendekatan yang memberi tanggung jawab kepada masyarakat untuk dapat menangani balita sakit dengan memanfaatkan tenaga sukarela kesehatan sebagai kader dan motivator," kata Brian di Gedung G FKM UI, Depok, Kamis (6/2/2014).
Ia melakukan indikator dengan penelitian terjun ke 40 desa dan 40 puskesmas. Salah satunya adalah, pemberian oralit dan zinc untuk kasus diare, pemberian parasetamol untuk kasus demam, pemnerian ACT (Artesunate Combined Therapy) untuk kasus malaria, pemberian ASI esksklusif, imunisasi lengkap, dan pemasangan kelambu untuk tempat tidur balita.
"Upaya penanganan balita sakit di masyarakat masih relevan diterapkan di daerah di Indonesia, yang memiliki kendala hambatan aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas layanan kesehatan. Hanya diare yang saya lihat diberikan otoritas penuh kuratif. Penyakit yang lain penanganan, lalu rujukan," jelasnya.
Penelitian Brian menghasilkan tiga model utilisasi layanan penanganan balita sakit yaitu, model matematis utilisasi layanan promotif-preventif, model matematis utilitas layanan, dan model spasial utulisasi layanan balita sakit.
Dari penelitiannya, Brian menyarankan kepada pemerintah pusat, untuk membuat peratiran pemerintah yang mewajibkan penerapan MTBS sebagai standar pelayanan minimal penanganan balita sakit di fasilitas kasehatan.
Promotor Dewan Penguji Purnawan Junadi selanjutnya melantik Brian dengan nilai sangat memuaskan. Menurutnya, penelitian Brian dengan ide tersebut terbilang unik. Intinya ada peran pemberdayaan masyarakat dan peran kader sebagai jembatan ke masyarakat.
(maf)