Tarif INA CBGs ganggu pelayanan RS
A
A
A
Sindonews.com - Akibat penerapan tarif Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) banyak Rumah Sakit (RS) khususnya swasta yang terganggu operasionalnya dan pelayanan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin mengatakan, sebelumnya memang RS swasta sudah melakukan prediksi dalam pelaksanaan JKN berjalan tiga minggu, maka banyak kerugian yang didapatkan.
Menurut Zainal, terdapat dua persoalan disebabkan oleh tarif INA-CBGs tersebut yaitu, banyak RS yang kurang mengerti penerapannya. Hal ini disebabkan oleh sosialisasi yang dilakukan pemerintah sangat kurang.
"Seharusnya nasional case-mix center (NCC) atau tim pembuat rumusan tarif tersebut memberikan pengajaran agar tidak mengalami kerugian," kata dia saat dihubungi KORAN SINDO, Senin (27/1/2014).
Selain itu, kemungkinan lainnya tarif yang ditetapkan memang terjadi kesalahan perhitungan. Hal ini menjadikan banyak RS mengalami kerugiaan atau potensi kerugian.
Untuk itu, diharapkan pemerintah tidak menunggu lama dalam melakukan evakuasi. Cukup selama satu bulan berjalannya program JKN ini dapat dilakukan revisi terkait tarif. "Inikan program yang semua orang sudah 'teriak-teriak'. Intinya harus ada yang diperbaiki," ujarnya.
Dalam hal ini, diperlukan duduk bersama antara pemerintah, profesi, BPJS kesehatan, DJSN dan pihak RS, agar profesi dokter tidak dirugikan. Yaitu terkait hitung-menghitung permasalahan tarif apakah ada masalah atau tidak.
"Kita kan tidak memaksa RS swasta untuk rugi terus, inikan kerja sama yang dilakukan oleh BPJS kesehatan," tandas Zainal.
Maka dari itu, dampak yang paling menonjol ialah pelayanan. Banyak masyarakat yang tidak terlayani dengan baik. Untuk itu masih akan dilakukan pembahasan terkait perhitungan tarif real yang seharusnya sesuai di lapangan.
Karena BPJS kesehatan hanya akan membayar yang tertera pada INA CBGs dan ini sudah menjadi ketetapan. "Kalau bayar lebih, nanti pasti terjadi kesalahan. Jadi posisinya saat ini serba salah. Maka harus cepat dilakukan evaluasi bersama," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan, masih ada beberapa tarif INA-CBGs yang belum mengakomodir real cost RS. Untuk itu sebagai solusinya tim NCC melakukan evaluasi tarif INA-CBGs.
Menurut Menkes tidak banyak RS yang protes akan tarif INA CBGs, sebagian besar RS sudah terima. Dalam hal ini telah dilakukan kendali mutu dan kendali biaya sesuai dengan Undang-undang (UU).
"Pelaksanaan fee for service tersebut adalah suka-suka. Contohnya pasien mau melakukan 40 tes jenis lab. Maka dengan INA CBGs kita tentukan sesuai kebutuhan pasien," kata Menkes saat ditemui di DPR selepas rapat di Komisi IX.
Menurut Nafsiah, pemerintah tetap akan menerima masukan untuk melakukan evaluasi. Namun, harus dilakukan konsolidasi bersama organisasi profesi dan Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi).
Ditanya terkait perubahan INA CBGs dalam waktu dekat Menkes tidak menjawab dengan pasti. "Meneketehe (mana kita tahu). Kita lihat dulu, kalau ada yang diperbaiki yang diperbaiki jika tidak ya tidak," ujarnya.
Anggota DPR Komisi IX Poempida Hidayatulloh mengatakan, tidak ada permasalahan pada INA CBGs namun ada permasalahan pada arus kas di pemerintah. Dalam hal ini memang ada paket tindakan yang besaranya untung dan tindakan yang menghasilkan kerugian.
"Tapi jika di total, banyak untungnya. Kendala lainnya RS juga tidak mempunyai verifikator yang baik," tegasnya.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin mengatakan, sebelumnya memang RS swasta sudah melakukan prediksi dalam pelaksanaan JKN berjalan tiga minggu, maka banyak kerugian yang didapatkan.
Menurut Zainal, terdapat dua persoalan disebabkan oleh tarif INA-CBGs tersebut yaitu, banyak RS yang kurang mengerti penerapannya. Hal ini disebabkan oleh sosialisasi yang dilakukan pemerintah sangat kurang.
"Seharusnya nasional case-mix center (NCC) atau tim pembuat rumusan tarif tersebut memberikan pengajaran agar tidak mengalami kerugian," kata dia saat dihubungi KORAN SINDO, Senin (27/1/2014).
Selain itu, kemungkinan lainnya tarif yang ditetapkan memang terjadi kesalahan perhitungan. Hal ini menjadikan banyak RS mengalami kerugiaan atau potensi kerugian.
Untuk itu, diharapkan pemerintah tidak menunggu lama dalam melakukan evakuasi. Cukup selama satu bulan berjalannya program JKN ini dapat dilakukan revisi terkait tarif. "Inikan program yang semua orang sudah 'teriak-teriak'. Intinya harus ada yang diperbaiki," ujarnya.
Dalam hal ini, diperlukan duduk bersama antara pemerintah, profesi, BPJS kesehatan, DJSN dan pihak RS, agar profesi dokter tidak dirugikan. Yaitu terkait hitung-menghitung permasalahan tarif apakah ada masalah atau tidak.
"Kita kan tidak memaksa RS swasta untuk rugi terus, inikan kerja sama yang dilakukan oleh BPJS kesehatan," tandas Zainal.
Maka dari itu, dampak yang paling menonjol ialah pelayanan. Banyak masyarakat yang tidak terlayani dengan baik. Untuk itu masih akan dilakukan pembahasan terkait perhitungan tarif real yang seharusnya sesuai di lapangan.
Karena BPJS kesehatan hanya akan membayar yang tertera pada INA CBGs dan ini sudah menjadi ketetapan. "Kalau bayar lebih, nanti pasti terjadi kesalahan. Jadi posisinya saat ini serba salah. Maka harus cepat dilakukan evaluasi bersama," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan, masih ada beberapa tarif INA-CBGs yang belum mengakomodir real cost RS. Untuk itu sebagai solusinya tim NCC melakukan evaluasi tarif INA-CBGs.
Menurut Menkes tidak banyak RS yang protes akan tarif INA CBGs, sebagian besar RS sudah terima. Dalam hal ini telah dilakukan kendali mutu dan kendali biaya sesuai dengan Undang-undang (UU).
"Pelaksanaan fee for service tersebut adalah suka-suka. Contohnya pasien mau melakukan 40 tes jenis lab. Maka dengan INA CBGs kita tentukan sesuai kebutuhan pasien," kata Menkes saat ditemui di DPR selepas rapat di Komisi IX.
Menurut Nafsiah, pemerintah tetap akan menerima masukan untuk melakukan evaluasi. Namun, harus dilakukan konsolidasi bersama organisasi profesi dan Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi).
Ditanya terkait perubahan INA CBGs dalam waktu dekat Menkes tidak menjawab dengan pasti. "Meneketehe (mana kita tahu). Kita lihat dulu, kalau ada yang diperbaiki yang diperbaiki jika tidak ya tidak," ujarnya.
Anggota DPR Komisi IX Poempida Hidayatulloh mengatakan, tidak ada permasalahan pada INA CBGs namun ada permasalahan pada arus kas di pemerintah. Dalam hal ini memang ada paket tindakan yang besaranya untung dan tindakan yang menghasilkan kerugian.
"Tapi jika di total, banyak untungnya. Kendala lainnya RS juga tidak mempunyai verifikator yang baik," tegasnya.
(maf)