Isu BPJS jadi 'senjata' di Muscab IDI Depok
A
A
A
Sindonews.com - Pemberlakuan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dinilai masih membingungkan peserta baik pasien, dokter, hingga pihak rumah sakit. Karena itu, isu yang tengah hangat tersebut menjadi 'kendaraan' atau strategi visi misi bagi dua kandidat calon Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2014-2016.
Musyawarah Cabang (Muscab) IDI Kota Depok tersebut digelar di RS Hermina, Jalan Siliwangi, Depok, Minggu (26/01/2014). Calonnya, ada dua dokter, yakni dr Nuryadi Dewanto, yang merupakan Kepala IGD RS Sentra Medika dan dr H Sukwanto Gamalyono, MARS, yang merupakan pemilik klinik di Palsi Gunung Selatan, Cimanggis, Depok serta praktik di RS Ciawi, Bogor.
Calon pertama yakni dr Nuryadi Dewanto menggagas visi-misi akan membentuk tim satgas khusus para dokter untuk mengawal aturan main BPJS. Sebab sampai saat ini, kata dia, masalah BPJS masih berputar pada database dokter, pasien, dan klinik, serta masalah tarif dan kapitasi terkait iur peserta BPJS.
"Saya akan bikin database secara komputerisasi, jadi nanti terkoneksi setiap anggota IDI, selama ini belum punya data itu. Jika terpilih, saya siap mengawal BPJS membentuk tim satgas, yang isinya dokter umum, layanan primer dan spesialis semua ada. Namun tetap mengedepankan secara etika dokter," tegas Nuryadi.
Sementara itu, kandidat lainnya yakni dr H Sukwanto Gamalyono, MARS juga mengambil isu BPJS, meskipun ia lebih mengusung masalah perizinan klinik yang masih berbelit-belit di Depok. Ia berjanji, jika ia memimpin IDI, maka masalah perizinan klinik dengan pemerintah kota akan lebih sederhana terutama terkait aturan baru yakni Izin Sosial Budaya.
"Harapan yang paling saya inginkan mempermudah perizinan dokter, karena selama ini banyak kendala hanya di Depok. Aturan terlalu kaku, sehingga disini setahun lagi ke depan bisa jadi banyak klinik yang tutup karena banyak klinik yang tak punya IMB, apalagi urus Izin Sosial Budaya sampai habis ratusan juta, belum lagi berbelit-belit, saya akan lakukan bargaining position lagi," tegasnya.
Ia menambahkan terkait era program BPJS membuat dokter menjadi pusing. Terutama terkait kapitasi yang minim sementara pelayanan kesehatan terhadap pasien harus tetap optimal.
"Pasien berobat, dengan kapitasi rendah, dikasih duit sekian, lab misalnya darah, dan urin rutin, kalau tipes kan harus ada widal. Setelah di rumah sakit, karena modalnya dikasih Rp120 ribu, belum jasa dokter, ada obat, lab, periksa semua, malah pasien balik lagi ke klinik saya belum diperiksa lab, karena kapitasinya terlalu murah, pasien jelas jadi korban, dokter apalagi, kalau kerjanya seasalnya nanti bisa-bisa terjadi mal praktik," tukasnya.
Baca berita:
IDI minta dokter BPJS dapat insentif tetap
Musyawarah Cabang (Muscab) IDI Kota Depok tersebut digelar di RS Hermina, Jalan Siliwangi, Depok, Minggu (26/01/2014). Calonnya, ada dua dokter, yakni dr Nuryadi Dewanto, yang merupakan Kepala IGD RS Sentra Medika dan dr H Sukwanto Gamalyono, MARS, yang merupakan pemilik klinik di Palsi Gunung Selatan, Cimanggis, Depok serta praktik di RS Ciawi, Bogor.
Calon pertama yakni dr Nuryadi Dewanto menggagas visi-misi akan membentuk tim satgas khusus para dokter untuk mengawal aturan main BPJS. Sebab sampai saat ini, kata dia, masalah BPJS masih berputar pada database dokter, pasien, dan klinik, serta masalah tarif dan kapitasi terkait iur peserta BPJS.
"Saya akan bikin database secara komputerisasi, jadi nanti terkoneksi setiap anggota IDI, selama ini belum punya data itu. Jika terpilih, saya siap mengawal BPJS membentuk tim satgas, yang isinya dokter umum, layanan primer dan spesialis semua ada. Namun tetap mengedepankan secara etika dokter," tegas Nuryadi.
Sementara itu, kandidat lainnya yakni dr H Sukwanto Gamalyono, MARS juga mengambil isu BPJS, meskipun ia lebih mengusung masalah perizinan klinik yang masih berbelit-belit di Depok. Ia berjanji, jika ia memimpin IDI, maka masalah perizinan klinik dengan pemerintah kota akan lebih sederhana terutama terkait aturan baru yakni Izin Sosial Budaya.
"Harapan yang paling saya inginkan mempermudah perizinan dokter, karena selama ini banyak kendala hanya di Depok. Aturan terlalu kaku, sehingga disini setahun lagi ke depan bisa jadi banyak klinik yang tutup karena banyak klinik yang tak punya IMB, apalagi urus Izin Sosial Budaya sampai habis ratusan juta, belum lagi berbelit-belit, saya akan lakukan bargaining position lagi," tegasnya.
Ia menambahkan terkait era program BPJS membuat dokter menjadi pusing. Terutama terkait kapitasi yang minim sementara pelayanan kesehatan terhadap pasien harus tetap optimal.
"Pasien berobat, dengan kapitasi rendah, dikasih duit sekian, lab misalnya darah, dan urin rutin, kalau tipes kan harus ada widal. Setelah di rumah sakit, karena modalnya dikasih Rp120 ribu, belum jasa dokter, ada obat, lab, periksa semua, malah pasien balik lagi ke klinik saya belum diperiksa lab, karena kapitasinya terlalu murah, pasien jelas jadi korban, dokter apalagi, kalau kerjanya seasalnya nanti bisa-bisa terjadi mal praktik," tukasnya.
Baca berita:
IDI minta dokter BPJS dapat insentif tetap
(kri)