Kejagung minta PN Jaksel perjelas sidang Supersemar
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) geram dengan Kepala Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Pasalnya, sampai saat ini belum memulai sidang Peninjauan Kembali (PK) Yayasan Supersemar milik almarhum mantan Presiden Soeharto.
Pihak Kejagung sudah dua bulan lalu mengirimkan memori PK Yayasan Supersemar ke PN Jaksel, namun sampai saat ini masih tidak ditindaklanjuti.
Untuk itu, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung ST Burhanuddin akan mengirimkan surat ke PN Jaksel sekali lagi, guna mempertanyakan kelanjutan dari Yayasan Supersemar.
"Kalau alasannya belum diajukannnya kontra memori PK dari Yayasan Supersemar dan keluarga mantan Presiden Soeharto (Alm). Bisa-bisa sampai 10 tahun lamanya dan persidangan tidak dimulai-mulai," kata ST Burhanuddin di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2014).
Kendati demikian, Burhanuddin belum bisa memastikan langkah-langkah yang akan diambil, jika surat yang akan disampaikan Kejagung, ternyata masih dengan alasan yang sama, belum memulai sidang.
"Tentunya, kita akan tahu mengapa alasan kontra memori PK tidak segera diajukan oleh Yayasan Supersemar dan keluarga mantan Presiden Soeharto. Jadi, kita tunggu dulu. Saya tidak mau mendahului," pungkasnya.
Untuk diketahui, Kejagung telah mengajukan PK atas putusan kasasi Yayasan Supersemar pada 9 September 2013. PK diajukan karena adanya kesalahan ketik dalam putusan kasasi dimana seharusnya panitera Mahkamah Agung (MA) mencantumkan Rp139 miliar sebagaimana tuntutan penuntut umum, namun yang ditulis Rp139 juta.
Sebelumnya, pada 2010, MA telah memutuskan Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Kendati demikian, Kejagung baru menerima salinan putusannya tahun 2013. Itu juga tidak bisa langsung dieksekusi karena adanya kesalahan ketik. Lalu, MA mengabulkan gugatan Kejagung dengan menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar sebesar 75 persen dari Rp185 miliar, yakni sebesar Rp139 miliar.
Majelis kasasi yang diketuai Harifin Andi Tumpa juga mewajibkan Yayasan Supersemar membayar sebesar 75 persen dari USD420 juta, yakni USD315 juta. Dengan demikian nilai total yang harus dibayar Yayasan Supersemar sesuai putusan MA adalah USD315 juta dan Rp139 miliar atau mencapai Rp3,17 triliun.
Kejagung masih tunda eksekusi Yayasan Supersemar
Pihak Kejagung sudah dua bulan lalu mengirimkan memori PK Yayasan Supersemar ke PN Jaksel, namun sampai saat ini masih tidak ditindaklanjuti.
Untuk itu, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung ST Burhanuddin akan mengirimkan surat ke PN Jaksel sekali lagi, guna mempertanyakan kelanjutan dari Yayasan Supersemar.
"Kalau alasannya belum diajukannnya kontra memori PK dari Yayasan Supersemar dan keluarga mantan Presiden Soeharto (Alm). Bisa-bisa sampai 10 tahun lamanya dan persidangan tidak dimulai-mulai," kata ST Burhanuddin di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2014).
Kendati demikian, Burhanuddin belum bisa memastikan langkah-langkah yang akan diambil, jika surat yang akan disampaikan Kejagung, ternyata masih dengan alasan yang sama, belum memulai sidang.
"Tentunya, kita akan tahu mengapa alasan kontra memori PK tidak segera diajukan oleh Yayasan Supersemar dan keluarga mantan Presiden Soeharto. Jadi, kita tunggu dulu. Saya tidak mau mendahului," pungkasnya.
Untuk diketahui, Kejagung telah mengajukan PK atas putusan kasasi Yayasan Supersemar pada 9 September 2013. PK diajukan karena adanya kesalahan ketik dalam putusan kasasi dimana seharusnya panitera Mahkamah Agung (MA) mencantumkan Rp139 miliar sebagaimana tuntutan penuntut umum, namun yang ditulis Rp139 juta.
Sebelumnya, pada 2010, MA telah memutuskan Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Kendati demikian, Kejagung baru menerima salinan putusannya tahun 2013. Itu juga tidak bisa langsung dieksekusi karena adanya kesalahan ketik. Lalu, MA mengabulkan gugatan Kejagung dengan menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar sebesar 75 persen dari Rp185 miliar, yakni sebesar Rp139 miliar.
Majelis kasasi yang diketuai Harifin Andi Tumpa juga mewajibkan Yayasan Supersemar membayar sebesar 75 persen dari USD420 juta, yakni USD315 juta. Dengan demikian nilai total yang harus dibayar Yayasan Supersemar sesuai putusan MA adalah USD315 juta dan Rp139 miliar atau mencapai Rp3,17 triliun.
Kejagung masih tunda eksekusi Yayasan Supersemar
(maf)