Gua Maria Mojosongo Solo
A
A
A
Sindonews.com - Setiap Kamis malam, segerombol umat, terutama anak muda, berbondong-bondong naik sepeda onthel, sepeda motor, bahkan yang berjalan kaki menuju suatu tempat di utara pinggiran Kota Solo. Tempat ini kelihatan remang-remang tapi tiap malam Jumat begitu banyak muda-mudi datang ke sini.
Mereka datang dengan niat baik dan mulia, yakni berziarah dan berdoa di depan Bunda Maria. Tempat yang remang-remang tersebut tak lain adalah Gua Maria Mojosongo Solo. Gua ini masuk wilayah Paroki Santa Maria Regina Purbowardayan, Solo. Tepatnya, 3 km arah utara dari Solo.
Sebelum menjadi tempat ziarah, tanah yang terletak di daerah Debegan RT 04/V Mojosongo, Solo ini dulunya sudah digunakan untuk doa rosario. Mulai 1975, di tanah miring ini mulai dibangun rumah sederhana sebagai tempat beristirahat bilamana hujan.
Tahun 1980, Pastor Pusposudarmo Pr mengumpulkan umat Katolik Paroki Purbowardayan dan umat paroki lain dalam Misa Kudus dilanjutkan dengan pementasan wayang wahyu dengan dalang Nyi Lucia Siti Aminah Subanto di bangunan tersebut.
Dalam khotbahnya, Pastor Puspo menyampaikan keinginannya membangun tempat ini sebagai tempat ziarah. Ia mengetuk hati para penderma. Lalu dibuatlah panitia pembangunan dan akhirnya Uskup Agung Semarang kala itu, Julius Kardinal Darmaatmadja SJ meresmikan Gua Maria Mojosongo pada 25 Desember 1983.
Setelah pemberkatan, dibangun pagar tembok keliling, rute jalan salib dll. Sambil menunggu dana masuk, Ketua II Panitia Pembangunan Gua Maria Mojosongo ketika itu, A.Y. Suparno, merencanakan akan membangun joglo permanen di sekitar altar agar umat tidak kehujanan bila berdoa. Akhirnya ada umat yang menyumbang dengan membangun tambahan sayap dan menambah tegel keramik di joglo tersebut setelah doanya terkabul.
Sejak Januari sampai Desember 2000, tiap malam Jumat pukul 21.00 WIB diadakan perayaan Ekaristi di Gua Maria oleh beberapa pastor dari Kevikepan Surakarta secara bergantian. Tradisi para muda mudi dan umat yang datang setiap malam Jumat dilestarikan oleh pastor Vikep Surakarta. Sejak 2001 sampai sekarang secara rutin diadakan Perayaan Ekaristi tiap malam Jumat pertama pukul 21.00 WIB.
Banyak umat yang terkabul doanya setelah berdoa di tempat ini. Orang beranggapan, tempat ziarah ini penuh misteri. Tapi ada juga yang membantahnya. Yang pasti, Sudah banyak kejadian tak terduga di tempat ini. Sebagai contoh, ketika tim renovasi Gua Maria Mojosongo akan memasang sebuah Salib Yubileum di gua ini.
Sudah empat hari lamanya salib itu ditunggu tapi belum datang. Akhirnya, hari Kamis sore, salib itu baru datang. Tentu saja tukang-tukang tidak bisa memasang saat itu juga. Tim renovasi bersama tukang sepakat akan memasang salib esok paginya.
Tidak direncanakan dan tidak disengaja, tukang bersama tim renovasi semua bangun kesiangan. Maka, salib itu baru bisa dipasang pukul 12.00 WIB dan selesai pukul 15.00 WIB. Setelah selesai, semua baru menyadari bahwa salib dipasang tepat saat Yesus disalib pukul 12.00 dan wafat pukul 15.00.
Begitu pula dengan kejadian ketika akan dilakukan penyemprotan cat untuk gua agar warna gua dengan altar yang baru bisa seragam. Ketika salah seorang tukang akan mengerjakan tugasnya, tangannya menjadi kaku dan tidak dapat digerakkan. Begitu pula dengan yang dialami tukang lainnya. Akhimya penyemprotan dibatalkan.
Kejadian tak terduga juga dialami seorang umat yang pernah bermimpi didatangi dan diberkati Yesus ketika duduk di atas batu dekat altar di gua ini. Dekat batu tempat ia duduk dalam mimpi tersebut ternyata ada sumber airnva. Tim renovasi ingin membor sumber air tersebut, tapi tukang yang ditunggu masih ada pekerjaan di tempat lain.
Umat yang tidak sabar menunggu tukang tersebut akhirnya nyeletuk pada suaminya, “Jangan-jangan setelah kenaikan Yesus air ini baru bisa keluar." Ternyata betul. Sehari setelah hari Kenaikan Yesus, tukang itu baru bisa datang. Hari itu juga air di dekat Salib Yubileum bisa keluar dari sumbernya. Sekarang tempat itu dijadikan sendang kecil.
(Sumber: Majalah Hidup)
Mereka datang dengan niat baik dan mulia, yakni berziarah dan berdoa di depan Bunda Maria. Tempat yang remang-remang tersebut tak lain adalah Gua Maria Mojosongo Solo. Gua ini masuk wilayah Paroki Santa Maria Regina Purbowardayan, Solo. Tepatnya, 3 km arah utara dari Solo.
Sebelum menjadi tempat ziarah, tanah yang terletak di daerah Debegan RT 04/V Mojosongo, Solo ini dulunya sudah digunakan untuk doa rosario. Mulai 1975, di tanah miring ini mulai dibangun rumah sederhana sebagai tempat beristirahat bilamana hujan.
Tahun 1980, Pastor Pusposudarmo Pr mengumpulkan umat Katolik Paroki Purbowardayan dan umat paroki lain dalam Misa Kudus dilanjutkan dengan pementasan wayang wahyu dengan dalang Nyi Lucia Siti Aminah Subanto di bangunan tersebut.
Dalam khotbahnya, Pastor Puspo menyampaikan keinginannya membangun tempat ini sebagai tempat ziarah. Ia mengetuk hati para penderma. Lalu dibuatlah panitia pembangunan dan akhirnya Uskup Agung Semarang kala itu, Julius Kardinal Darmaatmadja SJ meresmikan Gua Maria Mojosongo pada 25 Desember 1983.
Setelah pemberkatan, dibangun pagar tembok keliling, rute jalan salib dll. Sambil menunggu dana masuk, Ketua II Panitia Pembangunan Gua Maria Mojosongo ketika itu, A.Y. Suparno, merencanakan akan membangun joglo permanen di sekitar altar agar umat tidak kehujanan bila berdoa. Akhirnya ada umat yang menyumbang dengan membangun tambahan sayap dan menambah tegel keramik di joglo tersebut setelah doanya terkabul.
Sejak Januari sampai Desember 2000, tiap malam Jumat pukul 21.00 WIB diadakan perayaan Ekaristi di Gua Maria oleh beberapa pastor dari Kevikepan Surakarta secara bergantian. Tradisi para muda mudi dan umat yang datang setiap malam Jumat dilestarikan oleh pastor Vikep Surakarta. Sejak 2001 sampai sekarang secara rutin diadakan Perayaan Ekaristi tiap malam Jumat pertama pukul 21.00 WIB.
Banyak umat yang terkabul doanya setelah berdoa di tempat ini. Orang beranggapan, tempat ziarah ini penuh misteri. Tapi ada juga yang membantahnya. Yang pasti, Sudah banyak kejadian tak terduga di tempat ini. Sebagai contoh, ketika tim renovasi Gua Maria Mojosongo akan memasang sebuah Salib Yubileum di gua ini.
Sudah empat hari lamanya salib itu ditunggu tapi belum datang. Akhirnya, hari Kamis sore, salib itu baru datang. Tentu saja tukang-tukang tidak bisa memasang saat itu juga. Tim renovasi bersama tukang sepakat akan memasang salib esok paginya.
Tidak direncanakan dan tidak disengaja, tukang bersama tim renovasi semua bangun kesiangan. Maka, salib itu baru bisa dipasang pukul 12.00 WIB dan selesai pukul 15.00 WIB. Setelah selesai, semua baru menyadari bahwa salib dipasang tepat saat Yesus disalib pukul 12.00 dan wafat pukul 15.00.
Begitu pula dengan kejadian ketika akan dilakukan penyemprotan cat untuk gua agar warna gua dengan altar yang baru bisa seragam. Ketika salah seorang tukang akan mengerjakan tugasnya, tangannya menjadi kaku dan tidak dapat digerakkan. Begitu pula dengan yang dialami tukang lainnya. Akhimya penyemprotan dibatalkan.
Kejadian tak terduga juga dialami seorang umat yang pernah bermimpi didatangi dan diberkati Yesus ketika duduk di atas batu dekat altar di gua ini. Dekat batu tempat ia duduk dalam mimpi tersebut ternyata ada sumber airnva. Tim renovasi ingin membor sumber air tersebut, tapi tukang yang ditunggu masih ada pekerjaan di tempat lain.
Umat yang tidak sabar menunggu tukang tersebut akhirnya nyeletuk pada suaminya, “Jangan-jangan setelah kenaikan Yesus air ini baru bisa keluar." Ternyata betul. Sehari setelah hari Kenaikan Yesus, tukang itu baru bisa datang. Hari itu juga air di dekat Salib Yubileum bisa keluar dari sumbernya. Sekarang tempat itu dijadikan sendang kecil.
(Sumber: Majalah Hidup)
(adm)