Soal ekstradisi, Yusril nilai Indonesia alami kesulitan

Kamis, 19 Desember 2013 - 20:14 WIB
Soal ekstradisi, Yusril nilai Indonesia alami kesulitan
Soal ekstradisi, Yusril nilai Indonesia alami kesulitan
A A A
Sindonews.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, bahwa tidak mudah untuk mengekstradisi seorang terpidana yang melarikan diri ke luar negeri.

Hal tersebut terbukti bukan hanya pada Adrian Kiki Iriawan, yang menjadi terpidana dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait Bank Surya.

Namun juga pada terpidana Hendra Rahardja, pemilik Bank Harapan Sentosa yang meninggal di tahanan imigrasi Australia, sebelum dipulangkan ke Indonesia untuk menjalani hukumannya.

"Saya dulu pernah mengalaminya waktu mau mengekstradisi Hendra Rahardja, waktu dia masih hidup. Tapi tidak pernah terlaksana karena sulit," kata Yusril, di Oasis Amir Hotel, Jalan Raya Senen, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2013).

Yusril menambahkan, sulitnya mengekstradisi terpidana Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri, sudah menjadi masalah yang dihadapi negara Indonesia sejak lama.

Pasalnya, beberapa sistem hukum yang ada di luar negeri, khususnya Australia memiliki proses birokrasi ekstadisi yang cukup panjang, dan tidak dapat langsung di proses di pengadilan.

"Memang itu menjadi problem kami dengan Australia sejak dulu. Kami memang memiliki perjanjian ekstradisi dengan Australia. Di Australia itu, ekstradisi tidak bisa langsung ke pengadilan. Karena itu prosesnya menjadi sangat lama," pungkas Yusril.

Sebelumnya, terpidana korupsi BLBI Adrian telah berhasil ditangkap oleh Kepolisian Australia pada akhir tahun 2008 lalu. Kendati demikian, Indonesia tidak bisa langsung mengekstradisinya.

Pasalnya, selain ada proses aturan hukum dari Australia, terpidana tersebut juga melakukan upaya hukum, yakni judicial review dalam persidangan ekstradisi dirinya di Australia.

Pihak Australia sendiri menyatakan, bahwa upaya judicial review yang dilakukan oleh terpidana tersebut baru akan ditinjau pertengah tahun 2008 lalu. Hingga saat ini baru dikabulkan permohonan ekstradisi tersebut.

Untuk diketahui, Adrian yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bank Surya bersama dengan Bambang Sutrisno, selaku Wakil Direktur Utama Bank Surya telah dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat pada 2002 silam.

Keduanya terbukti bersalah telah mengemplang dana BLBI sebesar Rp1,5 triliun. Putusan ini dibacakan Majelis Hakim secara in absentia, karena keduanya saat itu tidak berada di Indonesia dan telah menjadi buron.

Lalu, Adrian diketahui berada di Australia dan sempat menolak kembali ke Indonesia, dengan alasan dirinya takut terkena AIDS apabila ditahan di penjara Indonesia.

Sampai saat ini, buronan dalam perkara korupsi BLBI yang sudah berhasil ditangkap, adalah David Nusa Widjaja dari Bank Umum Servitia, Sherny Kojongian dari Bank Harapan Sentosa yang ditangkap di San Fransisco, Amerika Serikat dan Hendra Rahardja, pemilik Bank Harapan Sentosa.

Untuk buronan Hendra, lebih dahulu meninggal di tahanan imigrasi Australia beberapa tahun lalu, sebelum dikembalikan ke Indonesia. Lalu, tim pencarian aset juga sempat menemukan aset dari buronan Hendra di Australia sebesar Rp3 miliar. Namun aset tersebut dipotong oleh Kemenkum HAM untuk biaya pencarian.

Dengan demikian, kini para buronan korupsi BLBI yang masih belum ditemukan adalah Samadikun Hartono dari Bank Modern, Eko Edi Putranto salah satu Komisaris Bank Bank Harapan Sentosa, dan keponakan koruptor Eddy Tanzil, Irawan Salim dari Bank Global.

Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4475 seconds (0.1#10.140)