Yesus menyembuhkan saya dari tumor otak
A
A
A
Sindonews.com - Saya seorang remaja berusia 17 tahun dan masih sekolah di SMUN 2 Ruteng, Manggarai, NTT. Selama tiga tahun saya menderita tumor otak. Sebelum terkena penyakit ini, saya dikenal sebagai orang yang cuek ’(tidak peduli), baik di lingkungan rumah maupun di sekolah.
Saya terlalu serius menjalani hidup, sehingga teman-teman sekolah menjuluki saya “si kutu buku”. Banyak waktu saya habiskan untuk belajar dan memperkaya diri dengan pengetahuan-pengetahuan umum, sehingga hidup doa pun saya lupakan, bahkan saya sering tidak menghadiri Misa hari Minggu.
Saya merasa bahwa saya harus membahagiakan papa-mama, para guru, dan teman-teman. Prestasi belajar saya yang sangat baik membuat saya sering dipercaya menjadi utusan dalam berbagai perlombaan, untuk mewakili sekolah, kabupaten, provinsi, bahkan sampai ke tingkat nasional.
Ketika saya mengikuti Olimpiade MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) di tingkat provinsi, saya merasa pusing luar biasa. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa saya mengidap penyakit tumor otak. Saya hampir tidak bisa mempercayai hal ini.
Sejak saat itu saya berubah total. Hari ke hari perasaan cemas dan takut merasuki diri saya. Orang-orang yang mengenal saya tidak menyangka kalau saya menderita penyakit ini. Kebahagiaan keluarga pun ikut terpengaruh. Berbagai usaha papa lakukan untuk kesembuhan saya, baik ke dokter maupun ke dukun-dukun. Akan tetapi selama dua tahun usaha-usaha itu tidak membuahkan hasil.
Saya hanya bisa pasrah. Sekolah tidak saya pikirkan lagi. Hari-hari saya lalui dengan berbaring saja di tempat tidur. Suatu hari, ketika saya menangis sendirian, tiba-tiba HP saya berbunyi. Ada pesan masuk: “Fred, bisa temani aku? Kapan saja.” Uh, kata-kata ini membuat saya semakin kesal. Akan tetapi, entah kenapa, saya beranikan diri untuk kabur dari rumah dan menemui teman saya itu.
Dia mengajak saya untuk mengikuti persekutuan doa di biara Suster Putri Karmel. Karena waktu itu saya belum mengetahui apa-apa tentang pencurahan Roh Kudus maupun tentang Suster Putri Karmel, maka saya menolaknya dengan alasan sibuk. Saya tidak berani mengatakan kepadanya bahwa saya sakit.
Beberapa minggu kemudian dia mengajak saya lagi untuk mengikuti persekutuan doa. Kali ini saya menerima ajakannya karena saya tak mau mengecewakan dia lagi. Sewaktu acara berlangsung, saya bingung, kenapa ada suster-suster dan ada banyak sekali anak sekolah yang datang, namun saya senang sekali dengan lagu-lagu pujian yang dinyanyikan.
Semua tampak gembira, bertepuk tangan sambil menari-nari dan menyanyi. Saya merasa terhibur di tempat itu. Setelah itu suasana hening menyelimuti tempat itu, seolah-olah tak ada orang. Suster meminta kami menyadari Tuhan Yesus yang hadir di dalam hati dan berdoa. Sepintas saya berdoa dalam hati, “Tuhan, tolong sembuhkan saya.” Sebuah lagu penyembahan dinyanyikan.
Lagu -yang sangat menyentuh saya- itu disusul dengan senandung roh para suster. Tiba-tiba ada suster yang berkata, “Bagi kamu yang sakit di bagian kepala, letakkan tanganmu di kepalamu dan bayangkan Yesus menjamah dan menyembuhkanmu.” Saya yakin kalau kata-kata itu ditujukan kepada saya karena sesuai dengan apa yang saya alami.
Setelah acara selesai, saya menanyakan hal itu kepada suster. Suster meminta nomor HP saya dan berjanji akan mendoakan saya. Sepulang dari acara itu, ada hal baru yang saya rasakan. Meskipun sesampai di rumah, saya dimarahi oleh papa-mama, saya merasa ada hal lain yang menjiwai diri saya. Saya tidak ingin suasana doa itu hilang.
Suatu ketika sakit tumor otak saya kambuh lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya sehingga saya harus dirawat di rumah sakit. Hanya keluarga yang mengetahui bahwa saya masuk rumah sakit lagi. Saya sengaja tidak memberitahu teman-teman.
Saya sedang berada di ruang ICU dan menunggu saat-saat akan dioperasi. Dokter dan keluarga saya mengelilingi pembaringan saya. Sayup-sayup saya masih mendengar mama menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba HP di meja dekat pembaringan berbunyi. Papa dengan segera memberikan HP itu kepada saya. Ternyata seorang suster Putri Karmel yang menelpon dan mengajak saya mengikuti retret.
Suster tidak tahu bahwa saya sedang dirawat di rumah sakit. Saya mengatakan bahwa saya akan menjalani operasi. Suster terkejut, kemudian mengajak saya berdoa saat itu juga melalui HP. Awalnya saya kurang jelas mendengar doa-doanya, tetapi saya berusaha mengikutinya. Suster menyuruh saya membayangkan Tuhan Yesus menjamah saya. Saya menyerukan “Yesus... Yesus...”.
Tiba-tiba saya merasa ada yang menarik urat di kepala saya, dan bagian tulang rusuk serta urat kaki saya. Saya merasa nyaman/enak sekali. Beberapa saat kemudian saya mulai bangun perlahan-lahan, lalu duduk di tempat tidur, dan akhirnya berdiri. Dokter dan keluarga saya di situ hanya heran dan bingung melihat saya tiba-tiba sembuh. Bagian kepala saya terasa dingin, tidak seperti biasanya. Akhirnya rencana operasi ditunda dan malam itu juga saya minta pulang ke rumah.
Hari-hari selanjutnya saya sungguh merasakan perubahan dalam diri saya. Saya bisa mengikuti Misa Natal dan Tahun Baru 2007 tanpa beban dan sakit lagi. Ternyata Tuhan masih memerhatikan saya melalui suster-suster Putri Karmel. Tahun 2008 adalah saat terindah yang Tuhan berikan kepada saya karena saya bisa bergabung dengan teman-teman dalam KTM Muda-Mudi dan kelompok Caritas yang juga dibimbing oleh suster-suster Putri Karmel.
Tanggal 17 Januari 2008, sebelum saya diperiksa lagi oleh dokter, saya minta didoakan suster Putri Karmel. Dokter merasa heran dan sungguh tidak percaya karena saya sudah sembuh total. Dokter bertanya, ”Siapa yang menyembuhkan kamu?” Saya tersenyum dan menjawab, “Tuhan Yesus. Saya bersandar pada-Nya saja!” Setelah dijelaskan oleh papa, barulah dokter mengerti apa yang terjadi. Namun, dokter menyarankan untuk tetap periksa dua minggu sekali.
Hal yang menarik, bukan hanya karena saya sudah sembuh, tetapi seluruh hidup saya berubah. Teman-teman heran dan banyak bertanya-tanya melihat perubahan saya. Tidak seperti dulu, sekarang banyak waktu saya habiskan untuk berdoa, belajar, beristirahat, dan bersosialisasi.
Setiap Sabtu malam saya mengikuti persekutuan doa di biara suster-suster Putri Karmel, hari Minggu sepulang dari gereja saya membantu para suster membimbing KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus) anak-anak di biara lalu mengikuti pertemuan sel dengan teman-teman Caritas.
Hari-hari saya jalani dengan penuh semangat dan sukacita. Hari libur saya pergunakan untuk membantu para suster mengatur taman dan menanam bunga di Pertapaan Wae Lengkas. Saya merasa suster-suster Putri Karmel menjadi bagian dari keluarga saya dan saya merasakan kasih serta dukungan doa mereka. Sampai ada suster bertanya, ”Tidak capaikah siang malam ke sini?”
(Sumber: Frederikus Torok/www.carmelia.net)
Saya terlalu serius menjalani hidup, sehingga teman-teman sekolah menjuluki saya “si kutu buku”. Banyak waktu saya habiskan untuk belajar dan memperkaya diri dengan pengetahuan-pengetahuan umum, sehingga hidup doa pun saya lupakan, bahkan saya sering tidak menghadiri Misa hari Minggu.
Saya merasa bahwa saya harus membahagiakan papa-mama, para guru, dan teman-teman. Prestasi belajar saya yang sangat baik membuat saya sering dipercaya menjadi utusan dalam berbagai perlombaan, untuk mewakili sekolah, kabupaten, provinsi, bahkan sampai ke tingkat nasional.
Ketika saya mengikuti Olimpiade MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) di tingkat provinsi, saya merasa pusing luar biasa. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa saya mengidap penyakit tumor otak. Saya hampir tidak bisa mempercayai hal ini.
Sejak saat itu saya berubah total. Hari ke hari perasaan cemas dan takut merasuki diri saya. Orang-orang yang mengenal saya tidak menyangka kalau saya menderita penyakit ini. Kebahagiaan keluarga pun ikut terpengaruh. Berbagai usaha papa lakukan untuk kesembuhan saya, baik ke dokter maupun ke dukun-dukun. Akan tetapi selama dua tahun usaha-usaha itu tidak membuahkan hasil.
Saya hanya bisa pasrah. Sekolah tidak saya pikirkan lagi. Hari-hari saya lalui dengan berbaring saja di tempat tidur. Suatu hari, ketika saya menangis sendirian, tiba-tiba HP saya berbunyi. Ada pesan masuk: “Fred, bisa temani aku? Kapan saja.” Uh, kata-kata ini membuat saya semakin kesal. Akan tetapi, entah kenapa, saya beranikan diri untuk kabur dari rumah dan menemui teman saya itu.
Dia mengajak saya untuk mengikuti persekutuan doa di biara Suster Putri Karmel. Karena waktu itu saya belum mengetahui apa-apa tentang pencurahan Roh Kudus maupun tentang Suster Putri Karmel, maka saya menolaknya dengan alasan sibuk. Saya tidak berani mengatakan kepadanya bahwa saya sakit.
Beberapa minggu kemudian dia mengajak saya lagi untuk mengikuti persekutuan doa. Kali ini saya menerima ajakannya karena saya tak mau mengecewakan dia lagi. Sewaktu acara berlangsung, saya bingung, kenapa ada suster-suster dan ada banyak sekali anak sekolah yang datang, namun saya senang sekali dengan lagu-lagu pujian yang dinyanyikan.
Semua tampak gembira, bertepuk tangan sambil menari-nari dan menyanyi. Saya merasa terhibur di tempat itu. Setelah itu suasana hening menyelimuti tempat itu, seolah-olah tak ada orang. Suster meminta kami menyadari Tuhan Yesus yang hadir di dalam hati dan berdoa. Sepintas saya berdoa dalam hati, “Tuhan, tolong sembuhkan saya.” Sebuah lagu penyembahan dinyanyikan.
Lagu -yang sangat menyentuh saya- itu disusul dengan senandung roh para suster. Tiba-tiba ada suster yang berkata, “Bagi kamu yang sakit di bagian kepala, letakkan tanganmu di kepalamu dan bayangkan Yesus menjamah dan menyembuhkanmu.” Saya yakin kalau kata-kata itu ditujukan kepada saya karena sesuai dengan apa yang saya alami.
Setelah acara selesai, saya menanyakan hal itu kepada suster. Suster meminta nomor HP saya dan berjanji akan mendoakan saya. Sepulang dari acara itu, ada hal baru yang saya rasakan. Meskipun sesampai di rumah, saya dimarahi oleh papa-mama, saya merasa ada hal lain yang menjiwai diri saya. Saya tidak ingin suasana doa itu hilang.
Suatu ketika sakit tumor otak saya kambuh lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya sehingga saya harus dirawat di rumah sakit. Hanya keluarga yang mengetahui bahwa saya masuk rumah sakit lagi. Saya sengaja tidak memberitahu teman-teman.
Saya sedang berada di ruang ICU dan menunggu saat-saat akan dioperasi. Dokter dan keluarga saya mengelilingi pembaringan saya. Sayup-sayup saya masih mendengar mama menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba HP di meja dekat pembaringan berbunyi. Papa dengan segera memberikan HP itu kepada saya. Ternyata seorang suster Putri Karmel yang menelpon dan mengajak saya mengikuti retret.
Suster tidak tahu bahwa saya sedang dirawat di rumah sakit. Saya mengatakan bahwa saya akan menjalani operasi. Suster terkejut, kemudian mengajak saya berdoa saat itu juga melalui HP. Awalnya saya kurang jelas mendengar doa-doanya, tetapi saya berusaha mengikutinya. Suster menyuruh saya membayangkan Tuhan Yesus menjamah saya. Saya menyerukan “Yesus... Yesus...”.
Tiba-tiba saya merasa ada yang menarik urat di kepala saya, dan bagian tulang rusuk serta urat kaki saya. Saya merasa nyaman/enak sekali. Beberapa saat kemudian saya mulai bangun perlahan-lahan, lalu duduk di tempat tidur, dan akhirnya berdiri. Dokter dan keluarga saya di situ hanya heran dan bingung melihat saya tiba-tiba sembuh. Bagian kepala saya terasa dingin, tidak seperti biasanya. Akhirnya rencana operasi ditunda dan malam itu juga saya minta pulang ke rumah.
Hari-hari selanjutnya saya sungguh merasakan perubahan dalam diri saya. Saya bisa mengikuti Misa Natal dan Tahun Baru 2007 tanpa beban dan sakit lagi. Ternyata Tuhan masih memerhatikan saya melalui suster-suster Putri Karmel. Tahun 2008 adalah saat terindah yang Tuhan berikan kepada saya karena saya bisa bergabung dengan teman-teman dalam KTM Muda-Mudi dan kelompok Caritas yang juga dibimbing oleh suster-suster Putri Karmel.
Tanggal 17 Januari 2008, sebelum saya diperiksa lagi oleh dokter, saya minta didoakan suster Putri Karmel. Dokter merasa heran dan sungguh tidak percaya karena saya sudah sembuh total. Dokter bertanya, ”Siapa yang menyembuhkan kamu?” Saya tersenyum dan menjawab, “Tuhan Yesus. Saya bersandar pada-Nya saja!” Setelah dijelaskan oleh papa, barulah dokter mengerti apa yang terjadi. Namun, dokter menyarankan untuk tetap periksa dua minggu sekali.
Hal yang menarik, bukan hanya karena saya sudah sembuh, tetapi seluruh hidup saya berubah. Teman-teman heran dan banyak bertanya-tanya melihat perubahan saya. Tidak seperti dulu, sekarang banyak waktu saya habiskan untuk berdoa, belajar, beristirahat, dan bersosialisasi.
Setiap Sabtu malam saya mengikuti persekutuan doa di biara suster-suster Putri Karmel, hari Minggu sepulang dari gereja saya membantu para suster membimbing KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus) anak-anak di biara lalu mengikuti pertemuan sel dengan teman-teman Caritas.
Hari-hari saya jalani dengan penuh semangat dan sukacita. Hari libur saya pergunakan untuk membantu para suster mengatur taman dan menanam bunga di Pertapaan Wae Lengkas. Saya merasa suster-suster Putri Karmel menjadi bagian dari keluarga saya dan saya merasakan kasih serta dukungan doa mereka. Sampai ada suster bertanya, ”Tidak capaikah siang malam ke sini?”
(Sumber: Frederikus Torok/www.carmelia.net)
(kri)