Pemerintah gagal menekan angka kelahiran
A
A
A
Sindonews.com – Pertumbuhan laju penduduk yang tidak terkendali akan mengancam Indonesia dalam meraih MDGs 2015 dan bonus demografi 2020. Pendidikan alat reproduksi menjadi sangat penting bagi remaja dalam pengendalian ledakan penduduk.
Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso mengatakan, Indonesia mengalami struktur perubahan penduduk yaitu pada lanjut usia (lansia) dan bawah lima tahun (balita) yang jumlahnya hampir sama.
Saat ini Indonesia mengalami tiga tantangan dalam kependudukan yaitu jumlah balita yang semakin banyak, jumlah remaja yang hampir 27% dari total penduduk Indonesia atau sama dengan 67 juta. Sedangkan jumlah lansia produktif sekitar 149,9 juta atau 63%.
“BKKBN lakukan pengendalian produktif lansia dengan program pemberdayaan. Selain itu pendidikan reproduksi bagi remaja menjadi hal yang harus digencarkan,” tandansya saat di temui di Jakarta, Minggu (17/11/2013).
Sudibyo mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) BKKBN mendapatkan lima rapot merah dan satu rapot kuning. Menurutnya menurunya rata-rata laju pertumbuhan penduduk tingkat nasional yang ditargetkan pada 2014 sebesar 1,1 namun pencapainya hanya 1,49. Tidak menurunya TFR per perempuan pada usia produktif yang ditargetkan 2,1 namun saat in masih 2,6.
Selain itu, pengguna alat kontrasepsi modern sehingga menyebabkan tidak konsistenya dalam penggunaan yang hanya sebesar 57,9 sedaangkan dalam targetnya sebesar 65,0. Sulitnya menurunkan angka kelahiran menurun umur (ASFR) pada usia 15-19 tahun per 1.000 perempuan dikarenakan usia perkawinan yang relatif muda yang ditargetkan 30 dan saat ini masih berada diangka 48.
“Meningkatnya usia perkawinan pada perempuan disebabkan rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi bagi para remaja,” paparnya.
Saat ini, menurut dia, permasalahan yang sedang dihadapi remaja saat ini ialah permsalahan kesehatan reproduksi, permasalahan narkoba, seks, kejadian pranikah, kawin muda yang mengakibatkan kejadian aborsi dan infeksi menular seks. Hal ini dikarenakan kurang terbukanya dan minimnya komunikasi yang dibangun dalam keluarga.
Saat ini hanya 18% remaja yang intensitasnya tinggi dalam berkomunikasi kepada orang tua sedangkan 80% remaja berkomunikasi intensif kepad ateman-temanya.
“Banyak keluarga yang tidak mengetahui permasalahan anak-anaknya diluar. Mereka tertutup oleh sifat pendiam anak-anak dirumah. Hal ini salah jika dibiarkan,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Pelaksanaan MDGs Bidang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Slamet Riyadi Yuwono mengatakan, permasalahan kesehatan saat ini yang maish mendapatkan rapot merah ialah angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu angka kematina bayi per 1.000 kalahiran hidup, Total Fertility Rate (TFR) pada perempuan usia produktif juga masih tinggi dan jangkauan pencapaian akses air bersih juga masih rendah.
Menurut dia, hal ini disebabkan stagnanya TFR dalam 10 tahun terkahir yang kesetaraan ber KB hanya mengalami peningkatan sebesar 0,5% dalam 5 tahun terakhir. Angka kelahiran remaja hanya mengalami penurun sedikit dan jumlahnya stagnan dari 5 tahun terakhir, karena masih banyaknya perkawinan muda sehingga banyak diantara remaja kita yang menjadi ibu muda.
“Tak sedikitnya orang yang emndapatkan pelayanan Kb namun tidak mendapatkanya (unmet need). Angkanya hanya turun sebenyak 0,6%,” kata dia.
Slamet mengatakan, saat ini kemampuan puskesmas dalam melayni alat kontrasepsi baru sekitar 58,7% sehingga pencapaian mutu dalam pelaksaaan KB agak lambat. Untuk itu guna mendapatkan MDGs 2015 dalam menekan angka kematian ibu dan bayi maka akses pelayanan dasar haruslah dekat dibarengi oleh fasilitas dan juga fasilitas yang lengkap dalam pelayanan kesehatan.
Dinas PU: Pertumbuhan penduduk penyebab banjir Jakarta
Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso mengatakan, Indonesia mengalami struktur perubahan penduduk yaitu pada lanjut usia (lansia) dan bawah lima tahun (balita) yang jumlahnya hampir sama.
Saat ini Indonesia mengalami tiga tantangan dalam kependudukan yaitu jumlah balita yang semakin banyak, jumlah remaja yang hampir 27% dari total penduduk Indonesia atau sama dengan 67 juta. Sedangkan jumlah lansia produktif sekitar 149,9 juta atau 63%.
“BKKBN lakukan pengendalian produktif lansia dengan program pemberdayaan. Selain itu pendidikan reproduksi bagi remaja menjadi hal yang harus digencarkan,” tandansya saat di temui di Jakarta, Minggu (17/11/2013).
Sudibyo mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) BKKBN mendapatkan lima rapot merah dan satu rapot kuning. Menurutnya menurunya rata-rata laju pertumbuhan penduduk tingkat nasional yang ditargetkan pada 2014 sebesar 1,1 namun pencapainya hanya 1,49. Tidak menurunya TFR per perempuan pada usia produktif yang ditargetkan 2,1 namun saat in masih 2,6.
Selain itu, pengguna alat kontrasepsi modern sehingga menyebabkan tidak konsistenya dalam penggunaan yang hanya sebesar 57,9 sedaangkan dalam targetnya sebesar 65,0. Sulitnya menurunkan angka kelahiran menurun umur (ASFR) pada usia 15-19 tahun per 1.000 perempuan dikarenakan usia perkawinan yang relatif muda yang ditargetkan 30 dan saat ini masih berada diangka 48.
“Meningkatnya usia perkawinan pada perempuan disebabkan rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi bagi para remaja,” paparnya.
Saat ini, menurut dia, permasalahan yang sedang dihadapi remaja saat ini ialah permsalahan kesehatan reproduksi, permasalahan narkoba, seks, kejadian pranikah, kawin muda yang mengakibatkan kejadian aborsi dan infeksi menular seks. Hal ini dikarenakan kurang terbukanya dan minimnya komunikasi yang dibangun dalam keluarga.
Saat ini hanya 18% remaja yang intensitasnya tinggi dalam berkomunikasi kepada orang tua sedangkan 80% remaja berkomunikasi intensif kepad ateman-temanya.
“Banyak keluarga yang tidak mengetahui permasalahan anak-anaknya diluar. Mereka tertutup oleh sifat pendiam anak-anak dirumah. Hal ini salah jika dibiarkan,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Pelaksanaan MDGs Bidang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Slamet Riyadi Yuwono mengatakan, permasalahan kesehatan saat ini yang maish mendapatkan rapot merah ialah angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu angka kematina bayi per 1.000 kalahiran hidup, Total Fertility Rate (TFR) pada perempuan usia produktif juga masih tinggi dan jangkauan pencapaian akses air bersih juga masih rendah.
Menurut dia, hal ini disebabkan stagnanya TFR dalam 10 tahun terkahir yang kesetaraan ber KB hanya mengalami peningkatan sebesar 0,5% dalam 5 tahun terakhir. Angka kelahiran remaja hanya mengalami penurun sedikit dan jumlahnya stagnan dari 5 tahun terakhir, karena masih banyaknya perkawinan muda sehingga banyak diantara remaja kita yang menjadi ibu muda.
“Tak sedikitnya orang yang emndapatkan pelayanan Kb namun tidak mendapatkanya (unmet need). Angkanya hanya turun sebenyak 0,6%,” kata dia.
Slamet mengatakan, saat ini kemampuan puskesmas dalam melayni alat kontrasepsi baru sekitar 58,7% sehingga pencapaian mutu dalam pelaksaaan KB agak lambat. Untuk itu guna mendapatkan MDGs 2015 dalam menekan angka kematian ibu dan bayi maka akses pelayanan dasar haruslah dekat dibarengi oleh fasilitas dan juga fasilitas yang lengkap dalam pelayanan kesehatan.
Dinas PU: Pertumbuhan penduduk penyebab banjir Jakarta
(lal)