TBC & Diabetes saling berkorelasi
A
A
A
Sindonews.com - Dr Yosi Agustina, perempuan peneliti yang masih muda ini sudah berhasil meraih penghargaan L'Oreal-UNESCO For Women in Science Nasional. Sebab, ia meneliti keterkaitan atau korelasi penyakit Tubercolosis (TBC) dengan Komorbilitas Diabetes Mellitus.
Riset yang ia lakukan itu berkolaborasi dengan dosen-dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebab ia pribadi adalah dosen Teknik Industri. Ia menyebutkan jumlah penderita TBC dan Diabetes di Indonesia tergolong tinggi.
"Kaitannya Diabetes awalnya kan dengan Hipertensi, lalu ada wacana kembangkan penelitian lebih lanjut. Diabetes Mellitus dan TBC, karena kalau di luar negeri, pemerintahnya kan konsentrasi pada AIDS dan TBC serta menyerang paru-paru," ujarnya di Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (14/11/2013).
Yosi menambahkan, banyaknya Diabetes menjadi prevelansi salah satu yang tertinggi di dunia, sementara penderita TBC di Indonesia tertinggi ketiga di dunia. Namun, saat dicari studi literatur ternyata ada keterkaitan.
"Kalau orang Diabetes kan harus suntik insulin. Tetapi saya menilai insulin itu mahal, susah untuk masyarakat menengah ke bawah. Padahal jika menderita kedua penyakit itu bersamaan, insulin bisa mempercepat proses pengobatan TBC," jelasnya.
Karena itu, ia mendorong pemerintah agar dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) nanti, pemerintah bisa memperhatikan masyarakat penderita kedua penyakit tersebut. Pengobatan harus betul-betul mengedepankan biaya yang efektif dan efisien.
"Targetnya, jangka pendek, identifikasi pembentuk dan pembeda penyakit ini. Melihat variabel pembentuk dan pembeda. Diabetes berpotensi TBC, atau keduanya, atau sebaliknya," jelas perempuan kelahiran 4 Agustus 1981 ini.
TBC berpotensi diabetes, lanjutnya, sebab terkait dengan kadar darah. Obat TBC merangsang gula darah naik.
"Penelitian ini karena saya terinspirasi dari dosen saya, dia bertahan sampai 15 tahun, dia tetap makan apa saja tapi selalu suntik insulin, dan setelah itu harus cuci darah, mengapa ternyata salah pengobatan. Dengan 15 tahun bertahan tetapi harus cuci darah, ternyata ada efek paru-parunya basah," tutupnya.
Baca berita:
Kesemutan, gejala awal penyakit neuropati
Riset yang ia lakukan itu berkolaborasi dengan dosen-dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebab ia pribadi adalah dosen Teknik Industri. Ia menyebutkan jumlah penderita TBC dan Diabetes di Indonesia tergolong tinggi.
"Kaitannya Diabetes awalnya kan dengan Hipertensi, lalu ada wacana kembangkan penelitian lebih lanjut. Diabetes Mellitus dan TBC, karena kalau di luar negeri, pemerintahnya kan konsentrasi pada AIDS dan TBC serta menyerang paru-paru," ujarnya di Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (14/11/2013).
Yosi menambahkan, banyaknya Diabetes menjadi prevelansi salah satu yang tertinggi di dunia, sementara penderita TBC di Indonesia tertinggi ketiga di dunia. Namun, saat dicari studi literatur ternyata ada keterkaitan.
"Kalau orang Diabetes kan harus suntik insulin. Tetapi saya menilai insulin itu mahal, susah untuk masyarakat menengah ke bawah. Padahal jika menderita kedua penyakit itu bersamaan, insulin bisa mempercepat proses pengobatan TBC," jelasnya.
Karena itu, ia mendorong pemerintah agar dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) nanti, pemerintah bisa memperhatikan masyarakat penderita kedua penyakit tersebut. Pengobatan harus betul-betul mengedepankan biaya yang efektif dan efisien.
"Targetnya, jangka pendek, identifikasi pembentuk dan pembeda penyakit ini. Melihat variabel pembentuk dan pembeda. Diabetes berpotensi TBC, atau keduanya, atau sebaliknya," jelas perempuan kelahiran 4 Agustus 1981 ini.
TBC berpotensi diabetes, lanjutnya, sebab terkait dengan kadar darah. Obat TBC merangsang gula darah naik.
"Penelitian ini karena saya terinspirasi dari dosen saya, dia bertahan sampai 15 tahun, dia tetap makan apa saja tapi selalu suntik insulin, dan setelah itu harus cuci darah, mengapa ternyata salah pengobatan. Dengan 15 tahun bertahan tetapi harus cuci darah, ternyata ada efek paru-parunya basah," tutupnya.
Baca berita:
Kesemutan, gejala awal penyakit neuropati
(kri)