IPW minta Sutarman bentuk Densus Pungli
A
A
A
Sindonews.com - Selain korupsi, di Indonesia aksi pungutan liar (pungli) juga menggila di berbagai sektor pelayanan pemerintah. Kasus korupsi sudah ada yang mengurusnya, yakni KPK.
Hal itu diungkapkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane. Menurutnya, aksi pungli belum ada institusi penindaknya.
"Akibatnya aksi pungli terbiarkan dan terus menerus merugikan masyarakat. Untuk itu, sudah saatnya pemerintah membentuk Densus Anti Pungli," katanya melalui siaran pers, Minggu, 10 November 2013.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai, lebih baik Kapolri Sutarman membentuk Densus Anti Korupsi, seperti usulan Komisi III DPR. Densus ini turun ke lapangan untuk memantau, menangkap, memproses dan melimpahkan kasus tangkap tangan aksi pungli agar bisa dibawa ke pengadilan.
Tidak adanya institusi yang menindak praktik-praktik pungli, membuat aparatur pemerintah bebas melakukan pungli kepada masyarakat. Aksi pungli terjadi mulai dari pengurusan akte kelahiran, pengurusan IMB, ijin Amdal di BPLHD, dokumen Imigrasi, di lembaga pemasyarakatan, pengurusan Kir angkutan umum, pengurusan SIM, STNK dan BPKB sampai pengurusan ijin pemakaman.
Nilai pungli di masing-masing institusi bisa mencapai puluhan miliar rupiah perhari. Ombudsman misalnya, menemukan pungli di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabodetabek antara Rp30 juta sampai Rp 50 juta, untuk satu surat Amdal.
ICW Kepri menemukan, satu TKI dipungut Rp150 ribu saat melintas Batam Center dan setiap hari ada 500 TKI yang melintas. Artinya terjadi pungli Rp75 miliar perhari.
Data Migrant Care menyebutkan, setiap TKI yang melintas di Terminal TKI Cengkarang dipungut biaya troli sekitar Rp20.000, padahal setiap hari ada 800-1000 TKI yang pulang.
Dalam pengurusan KIR resminya Rp87.000, nyatanya masyarakat harus membayar Rp300 ribu. Begitu juga dalam pengurusan SIM, resminya hanya Rp110.000 tapi faktanya masyarakat dipersulit dengan berbagai cara, hingga akhirnya terpaksa membayar antara Rp500.000 sampai Rp600.000 untuk mendapatkan SIM.
Praktik pungli ini perlu segera diberantas, karena tak kalah ganasnya dengan aksi korupsi pejabat pemerintah. Untuk itu perlu dibentuk Densus Anti Pungli.
Klik di sini untuk berita terkait.
Hal itu diungkapkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane. Menurutnya, aksi pungli belum ada institusi penindaknya.
"Akibatnya aksi pungli terbiarkan dan terus menerus merugikan masyarakat. Untuk itu, sudah saatnya pemerintah membentuk Densus Anti Pungli," katanya melalui siaran pers, Minggu, 10 November 2013.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai, lebih baik Kapolri Sutarman membentuk Densus Anti Korupsi, seperti usulan Komisi III DPR. Densus ini turun ke lapangan untuk memantau, menangkap, memproses dan melimpahkan kasus tangkap tangan aksi pungli agar bisa dibawa ke pengadilan.
Tidak adanya institusi yang menindak praktik-praktik pungli, membuat aparatur pemerintah bebas melakukan pungli kepada masyarakat. Aksi pungli terjadi mulai dari pengurusan akte kelahiran, pengurusan IMB, ijin Amdal di BPLHD, dokumen Imigrasi, di lembaga pemasyarakatan, pengurusan Kir angkutan umum, pengurusan SIM, STNK dan BPKB sampai pengurusan ijin pemakaman.
Nilai pungli di masing-masing institusi bisa mencapai puluhan miliar rupiah perhari. Ombudsman misalnya, menemukan pungli di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabodetabek antara Rp30 juta sampai Rp 50 juta, untuk satu surat Amdal.
ICW Kepri menemukan, satu TKI dipungut Rp150 ribu saat melintas Batam Center dan setiap hari ada 500 TKI yang melintas. Artinya terjadi pungli Rp75 miliar perhari.
Data Migrant Care menyebutkan, setiap TKI yang melintas di Terminal TKI Cengkarang dipungut biaya troli sekitar Rp20.000, padahal setiap hari ada 800-1000 TKI yang pulang.
Dalam pengurusan KIR resminya Rp87.000, nyatanya masyarakat harus membayar Rp300 ribu. Begitu juga dalam pengurusan SIM, resminya hanya Rp110.000 tapi faktanya masyarakat dipersulit dengan berbagai cara, hingga akhirnya terpaksa membayar antara Rp500.000 sampai Rp600.000 untuk mendapatkan SIM.
Praktik pungli ini perlu segera diberantas, karena tak kalah ganasnya dengan aksi korupsi pejabat pemerintah. Untuk itu perlu dibentuk Densus Anti Pungli.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)