UGM gagas asosiasi pakar sastra Asia Tenggara
A
A
A
Sindonews.com - Para pakar sastra hanya perlu menulis di jurnal atau karya-karya sastra tersebut banyak dikaji, sehingga dengan sendirinya akan muncul ke permukaan dan dikenal di dunia internasional.
Hal tersebut dikatakan pakar sastra Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gajah Mada (UGM), Ida Rochani Adi SU.
"Guna membangkitkan gairah para pakar sastra Indonesia maupun negara Asia Tenggara ini,
sekaligus lebih memunculkan mereka di dunia internasional, kami pun menggagas terbentuknya
jaringan pakar sastra Asia Tenggara," ucap Ida Rochani kepada wartawan, di Yogyakarta, Jumat 8 November 2013.
"Jaringan dengan nama ASALS (Association of Southeast Asia Literary Scholars) ini akan mewadahi diskusi antarnegara, penggagasan riset bersama, workshop, hingga penerbitan jurnal internasional bersama," jelasnya.
Sebelumnya Ida mengatakan, pakar-pakar sastra asal Indonesia atau Asia Tenggara sendirilah yang harusnya melakukan kajian tersebut. "Karya-karya sastra Pramoedya Ananta Toer misalnya, justru lebih banyak diresensi atau dikaji oleh ahli-ahli sastra asing yang bukan berasal dari Indonesia atau negara Asia Tenggara lainnya," ungkapnya.
"Begitu pula karya-karya yang lebih kekinian, seperti novel 'Ayat-ayat Cinta' karya Habiburrahman El Shirazy, hingga 'Laskar Pelangi' milik Andrea Hirata. Kajian mereka bahkan justru muncul di jurnal internasional," pungkasnya.
Hal tersebut dikatakan pakar sastra Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gajah Mada (UGM), Ida Rochani Adi SU.
"Guna membangkitkan gairah para pakar sastra Indonesia maupun negara Asia Tenggara ini,
sekaligus lebih memunculkan mereka di dunia internasional, kami pun menggagas terbentuknya
jaringan pakar sastra Asia Tenggara," ucap Ida Rochani kepada wartawan, di Yogyakarta, Jumat 8 November 2013.
"Jaringan dengan nama ASALS (Association of Southeast Asia Literary Scholars) ini akan mewadahi diskusi antarnegara, penggagasan riset bersama, workshop, hingga penerbitan jurnal internasional bersama," jelasnya.
Sebelumnya Ida mengatakan, pakar-pakar sastra asal Indonesia atau Asia Tenggara sendirilah yang harusnya melakukan kajian tersebut. "Karya-karya sastra Pramoedya Ananta Toer misalnya, justru lebih banyak diresensi atau dikaji oleh ahli-ahli sastra asing yang bukan berasal dari Indonesia atau negara Asia Tenggara lainnya," ungkapnya.
"Begitu pula karya-karya yang lebih kekinian, seperti novel 'Ayat-ayat Cinta' karya Habiburrahman El Shirazy, hingga 'Laskar Pelangi' milik Andrea Hirata. Kajian mereka bahkan justru muncul di jurnal internasional," pungkasnya.
(maf)