Cak Nun sindir rangkap jabatan SBY
A
A
A
Sindonews.com - Budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun) menjadi pembicara tunggal di Rumah Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) dalam sebuah diskusi dengan tema Kuliah Budaya.
Di pertengahan diskusi, Cak Nun sempat menyindir orang yang suka merangkap jabatan strategis dalam organisasi, lembaga negara, atau partai politik.
Sindirian Cak Nun mengarah ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merangkap jabatan sebagai Ketua Umum dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, serta sebagai Presiden. Menurutnya, merangkap jabatan mencoreng estetika seorang kepala negara.
"Sekarang malaikat mau jadi nabi, ketua majelis tinggi mau jadi ketua umum, kan lucu, enggak punya kualifikasi yang jelas," kata Cak Nun, di Rumah PPI, Duren Sawit, di Jakarta Timur, Jumat (1/11/2013).
Cak Nun menjelaskan, semua orang memang mempunyai hak untuk menduduki semua jabatan tertentu. Namun, seorang pemimpin harus memperhatikan kepantasan, tentu harus dipertimbangkan secara cermat.
"Berbicara juga perhitungkan kepantasan. Bukan salah atau enggak salah, tapi ada kepantasannya masing-masing. Hidup bukan sekadar salah atau benar, tapi ada pantas atau tidak pantas, itu namanya estetika," tukasnya.
PPI jadi objek ketidakberanian SBY serang parpol
Di pertengahan diskusi, Cak Nun sempat menyindir orang yang suka merangkap jabatan strategis dalam organisasi, lembaga negara, atau partai politik.
Sindirian Cak Nun mengarah ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merangkap jabatan sebagai Ketua Umum dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, serta sebagai Presiden. Menurutnya, merangkap jabatan mencoreng estetika seorang kepala negara.
"Sekarang malaikat mau jadi nabi, ketua majelis tinggi mau jadi ketua umum, kan lucu, enggak punya kualifikasi yang jelas," kata Cak Nun, di Rumah PPI, Duren Sawit, di Jakarta Timur, Jumat (1/11/2013).
Cak Nun menjelaskan, semua orang memang mempunyai hak untuk menduduki semua jabatan tertentu. Namun, seorang pemimpin harus memperhatikan kepantasan, tentu harus dipertimbangkan secara cermat.
"Berbicara juga perhitungkan kepantasan. Bukan salah atau enggak salah, tapi ada kepantasannya masing-masing. Hidup bukan sekadar salah atau benar, tapi ada pantas atau tidak pantas, itu namanya estetika," tukasnya.
PPI jadi objek ketidakberanian SBY serang parpol
(lal)