DPT bermasalah dari hulu hingga hilir
A
A
A
Sindonews.com - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah terjadi mulai dari hulu hingga hilir.
Koordinator nasional JPPR M Afifuddin menjelaskan, bahwa kekisruhan DPT tersebut bermula karena sistem pendataan penduduk yang bermasalah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Di sini peran dukcapil harus kita kritisi," ujar Afifuddin dalam dialog bertajuk "Mencari Solusi Kisruh DPT", di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kemendagri, kata dia, juga masih banyak masalah, termasuk Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ganda, kosong, dan tidak standar, serta NKK kosong.
"Contoh ada pemilih yang atas nama M Zaid, sudah punya e-KTP tetapi dia tidak terdata dalam Sidalih, yang muncul adalah terdata dua dengan NIK lama (Sebelum e-KTP) dan tercatat di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS)," katanya.
Selain itu, dia menuturkan, dari awal JPPR mengingatkan bahwa sejak awal proses pemutakhiran, seharusnya KPU dan jajarannya melakukannya dengan standar yang sesuai aturan main (SOP).
"Tidak semua petugas benar-benar melakukan pemutakhiran, penempelan stiker di rumah-rumah sebagai bukti pemutakhiran telah dilakukan juga tidak merata, pleno penetapan dianggap biasa-biasa saja," ungkapnya. Dan akibatnya, lanjut dia, data hasil pemutakhiran tersebut tidak maksimal.
Karut-marut DPT bisa jadi malapetaka di Pemilu 2014
Koordinator nasional JPPR M Afifuddin menjelaskan, bahwa kekisruhan DPT tersebut bermula karena sistem pendataan penduduk yang bermasalah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Di sini peran dukcapil harus kita kritisi," ujar Afifuddin dalam dialog bertajuk "Mencari Solusi Kisruh DPT", di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kemendagri, kata dia, juga masih banyak masalah, termasuk Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ganda, kosong, dan tidak standar, serta NKK kosong.
"Contoh ada pemilih yang atas nama M Zaid, sudah punya e-KTP tetapi dia tidak terdata dalam Sidalih, yang muncul adalah terdata dua dengan NIK lama (Sebelum e-KTP) dan tercatat di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS)," katanya.
Selain itu, dia menuturkan, dari awal JPPR mengingatkan bahwa sejak awal proses pemutakhiran, seharusnya KPU dan jajarannya melakukannya dengan standar yang sesuai aturan main (SOP).
"Tidak semua petugas benar-benar melakukan pemutakhiran, penempelan stiker di rumah-rumah sebagai bukti pemutakhiran telah dilakukan juga tidak merata, pleno penetapan dianggap biasa-biasa saja," ungkapnya. Dan akibatnya, lanjut dia, data hasil pemutakhiran tersebut tidak maksimal.
Karut-marut DPT bisa jadi malapetaka di Pemilu 2014
(lal)