Sertifikasi halal farmasi dinilai tidak perlu dilakukan
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia Anthony Charles menilai sertifikasi halal terhadap produk farmasi tidak perlu dilakukan karna farmasi yang dijual di pasaran sudah melalui uji riset dan izin dari pemerintah.
Menurut dia, produk farmasi sudah melalui uji riset bertahun-tahun serta proses perizinan yang sangat panjang. Untuk itu pemerintah juga harus membedakan antara sertifikasi produk makanan dan produk farmasi.
“Ketika dipasarkan sudah mendapat izin dari pihak berwenang, melalui proses evaluasi BPOM, baru dapat nomor registrasi dan kemudian dipasarkan," tandasnya saat dihubungi SINDO, Senin (28/10/2013).
Selama ini, lanjut dia, masukan ini sudah pernah disampaikan beberapa tahun lalu ketika awal mula RUU Jaminan Produk Halal dibahas. Menurut dia, pemerintah harus memiliki sudut pandang positif terhadap pengusaha farmasi. Karena dipastikan para pengusaha dan produsen akan menaati regulasi dan taat hukum.
“Terlebih dalam menjual produk farmasi yang memang memiliki aturan perizinan yang sangat ketat,” kata dia.
Anthony mengatakan, barang impor seperti makanan dan minuman ketika masuk pasar itu memang harus halal. Saat ini yang dibutuhkan adalah jenis barang atau produk apa saja yang dikategorikan haram.
Namun, jika obat dikategorikan sebagai produk haram maka saat ini juga BPOM harus melakukan perubahan. Bahkan, saat produk farmasi ke negara Timur Tengah dan meminta agar diberi label halal tidak diperlukan.
Pasalnya, pemerintah di negara Timur Tengah yakin bahwa produk yang masuk sudah melalui rantai produksi yang terseleksi, sudah diuji, dan aman dikonsumsi.
Baca berita:
Nanoteknologi bawa manfaat pada dunia farmasi
Menurut dia, produk farmasi sudah melalui uji riset bertahun-tahun serta proses perizinan yang sangat panjang. Untuk itu pemerintah juga harus membedakan antara sertifikasi produk makanan dan produk farmasi.
“Ketika dipasarkan sudah mendapat izin dari pihak berwenang, melalui proses evaluasi BPOM, baru dapat nomor registrasi dan kemudian dipasarkan," tandasnya saat dihubungi SINDO, Senin (28/10/2013).
Selama ini, lanjut dia, masukan ini sudah pernah disampaikan beberapa tahun lalu ketika awal mula RUU Jaminan Produk Halal dibahas. Menurut dia, pemerintah harus memiliki sudut pandang positif terhadap pengusaha farmasi. Karena dipastikan para pengusaha dan produsen akan menaati regulasi dan taat hukum.
“Terlebih dalam menjual produk farmasi yang memang memiliki aturan perizinan yang sangat ketat,” kata dia.
Anthony mengatakan, barang impor seperti makanan dan minuman ketika masuk pasar itu memang harus halal. Saat ini yang dibutuhkan adalah jenis barang atau produk apa saja yang dikategorikan haram.
Namun, jika obat dikategorikan sebagai produk haram maka saat ini juga BPOM harus melakukan perubahan. Bahkan, saat produk farmasi ke negara Timur Tengah dan meminta agar diberi label halal tidak diperlukan.
Pasalnya, pemerintah di negara Timur Tengah yakin bahwa produk yang masuk sudah melalui rantai produksi yang terseleksi, sudah diuji, dan aman dikonsumsi.
Baca berita:
Nanoteknologi bawa manfaat pada dunia farmasi
(kri)