Hutan gambut di Indonesia mampu panen 5 tahun sekali
A
A
A
Sindonews.com - Sekretaris Jenderal Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Dr. Suwardi, yang mendampingi para peneliti asing tersebut mengatakan, bahwa para peneiliti cukup tercengang dengan waktu panen yang hanya membutuhkan waktu 5 tahun.
Di banyak negara, terutama negara subtropis, butuh waktu lebih dari 25 tahun untuk memproduksi kayu dari hutan tanaman dengan ukuran yang sama.
"Tingginya produktivitas tersebut tidak terlepas dari unsur-unsur penting dalam gambut yang tetap stabil, yang didukung oleh pemilihan jenis tanaman yang sesuai. Akasia merupakana tanaman legume yang mampu memfiksasi nitrogen dari udara yang digunakan untuk pertumbuhannya," ujar Suwardi.
Dia berpendapat, penerapan sistem tata kelola air yang baik di lahan gambut memegang peranan penting dalam mengurangi emisi CO2.
"Ada perbedaan signifikan dari berbagai sistem pengelolaan lahan gambut di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Direktur PT RAPP Mulia Nauli mengatakan, pihaknya selalu terbuka untuk berdiskusi dan menerima masukan dari para akademisi.
"Dengan hasil ini kita semua bisa menilai bahwa kampanye negatif oleh LSM asing mengenai gambut Indonesia tidak sepunuhnya benar. Pengolahan gambut tergantung kita bisa mengelalonya dengan baik. Jadi gambut tidak hanya membuat emisi gas rumah kaca, tetapi bisa juga karbonnya diserap," tukasnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
Di banyak negara, terutama negara subtropis, butuh waktu lebih dari 25 tahun untuk memproduksi kayu dari hutan tanaman dengan ukuran yang sama.
"Tingginya produktivitas tersebut tidak terlepas dari unsur-unsur penting dalam gambut yang tetap stabil, yang didukung oleh pemilihan jenis tanaman yang sesuai. Akasia merupakana tanaman legume yang mampu memfiksasi nitrogen dari udara yang digunakan untuk pertumbuhannya," ujar Suwardi.
Dia berpendapat, penerapan sistem tata kelola air yang baik di lahan gambut memegang peranan penting dalam mengurangi emisi CO2.
"Ada perbedaan signifikan dari berbagai sistem pengelolaan lahan gambut di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Direktur PT RAPP Mulia Nauli mengatakan, pihaknya selalu terbuka untuk berdiskusi dan menerima masukan dari para akademisi.
"Dengan hasil ini kita semua bisa menilai bahwa kampanye negatif oleh LSM asing mengenai gambut Indonesia tidak sepunuhnya benar. Pengolahan gambut tergantung kita bisa mengelalonya dengan baik. Jadi gambut tidak hanya membuat emisi gas rumah kaca, tetapi bisa juga karbonnya diserap," tukasnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)