Survei LSI menggambarkan kepanikan Golkar
A
A
A
Sindonews.com - Hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang diumumkan pada Minggu 20 Oktober 2013, dipertanyakan.
Pasalnya, Survei yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tersebut dinilai sama sekali tidak menggambarkan realitas sebenarnya.
Hal demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens. Dia menilai hasil survei LSI itu justru lebih cenderung menggambarkan kepanikan Partai Golkar terhadap munculnya partai-partai lain apalagi partai baru seperti Nasdem.
"Survei LSI ini ingin menelanjangi kepanikan Partai Golkar. Apalagi sebagian kader partai beringin ini sedang berhadapan dengan kasus korupsi di KPK," ujar Boni dalam keterangan resminya yang diterima Sindonews, Senin (21/10/2013).
Menurutnya, sangat kelihatan jika memang Denny JA bekerja untuk Partai Golkar sebagai konsultan. Oleh karena itu, kata dia, maka wajar jika survei LSI mengunggulkan Partai Golkar dan tendensius menghajar partai yang dianggap saingan Partai Golkar, terutama Partai Nasdem.
Sebab, lanjut dia, Partai Nasdem berhasil menjadi primadona di antara partai-partai baru yang muncul setelah tahun 2009. "Sebagai bekas faksi internal Golkar, NasDem menjadi ancaman serius bagi Golkar. Bahkan Surya Palloh menjadi lawan berat bagi ARB," kata Boni.
Dengan memahami konteks ini, sambung Boni, jelas bahwa survei LSI tidak menggambarkan realitas yang obyektif. "Citra Partai Golkar tentunya kian merosot dengan terkuaknya banyak kasus korupsi yang melibatkan kadernya, apalagi ARB sudah dipastikan menjadi calon presiden," tuturnya.
Disamping itu, tutur dia, pencapresan ARB atau Ical menurunkan elektabilitas Partai Golkar, sebab figur Ical yang penuh beban masa lalu. Seperti kasus pajak dan Lumpur Lapindo belum hilang dari ingatan kolektif masyarakat.
"Survei LSI berusaha merekayasa realitas ini agar Golkar tampak sebagai jagoan," ungkapnya. Lebih lanjut dia menuturkan, survei LSI ini merupakan politik salon yang tidak berbasis nilai.
Selain itu, Denny perlu menjelaskan kepada publik soal posisi politik LSI sebagai lembaga yang dibayar untuk Partai Golkar dan Aburizal Bakrie. Itu penting biar masyarakat politik mengerti maksud dan motivasi dari survei tersebut.
Lebih jauh Boni menjelaskan, keanehan yang juga harus dijelaskan oleh LSI, bagaimana mungkin Partai NasDem hanya memperoleh 2 persen suara, sementara keanggotaan Partai NasDem yang terdaftaar dan mendapatkan kartu anggota sudah berjumlah 13 juta orang. Angka itu saja sudah lebih dari 7 persen.
Keanehan lain dari survei LSI, yang menguatkan kecurigaan, nama Jokowi tidak disebutkan dalam daftar capres padahal Jokowi sudah menjadi figur terpopuler dalam berbagai survei sebelumnya. "Kemana arah tembakan survei LSI kali ini? Ini pertanyaan yang meruntuhkan semua niat baik dari survei ini," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terbarunya mengenai elektabilitas partai politik. Hasilnya, Partai Golkar menempati posisi paling atas, disusul PDI Perjuangan kemudian Partai Demokrat.
Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 1.200. Survei dilakukan 12 September-5 Oktober 2013 dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan wawancara tatap muka.
Berikut urutan perolehan suara parpol berdasarkan hasil survei LSI:
1. Partai Golkar (20,4 persen)
2. PDIP (18,7 persen)
3. Partai Demokrat (9,8 persen)
4. Partai Gerindra (6,6 persen)
5. PAN (5,2 persen)
6. PPP (4,6 persen)
7. PKB (4,6 persen)
8. PKS (4,4 persen)
9. Hanura (3,4 persen)
10. Nasdem (2 persen)
11. PBB (0,6 persen)
12. PKPI (0,3 persen).
Pasalnya, Survei yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tersebut dinilai sama sekali tidak menggambarkan realitas sebenarnya.
Hal demikian dikatakan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens. Dia menilai hasil survei LSI itu justru lebih cenderung menggambarkan kepanikan Partai Golkar terhadap munculnya partai-partai lain apalagi partai baru seperti Nasdem.
"Survei LSI ini ingin menelanjangi kepanikan Partai Golkar. Apalagi sebagian kader partai beringin ini sedang berhadapan dengan kasus korupsi di KPK," ujar Boni dalam keterangan resminya yang diterima Sindonews, Senin (21/10/2013).
Menurutnya, sangat kelihatan jika memang Denny JA bekerja untuk Partai Golkar sebagai konsultan. Oleh karena itu, kata dia, maka wajar jika survei LSI mengunggulkan Partai Golkar dan tendensius menghajar partai yang dianggap saingan Partai Golkar, terutama Partai Nasdem.
Sebab, lanjut dia, Partai Nasdem berhasil menjadi primadona di antara partai-partai baru yang muncul setelah tahun 2009. "Sebagai bekas faksi internal Golkar, NasDem menjadi ancaman serius bagi Golkar. Bahkan Surya Palloh menjadi lawan berat bagi ARB," kata Boni.
Dengan memahami konteks ini, sambung Boni, jelas bahwa survei LSI tidak menggambarkan realitas yang obyektif. "Citra Partai Golkar tentunya kian merosot dengan terkuaknya banyak kasus korupsi yang melibatkan kadernya, apalagi ARB sudah dipastikan menjadi calon presiden," tuturnya.
Disamping itu, tutur dia, pencapresan ARB atau Ical menurunkan elektabilitas Partai Golkar, sebab figur Ical yang penuh beban masa lalu. Seperti kasus pajak dan Lumpur Lapindo belum hilang dari ingatan kolektif masyarakat.
"Survei LSI berusaha merekayasa realitas ini agar Golkar tampak sebagai jagoan," ungkapnya. Lebih lanjut dia menuturkan, survei LSI ini merupakan politik salon yang tidak berbasis nilai.
Selain itu, Denny perlu menjelaskan kepada publik soal posisi politik LSI sebagai lembaga yang dibayar untuk Partai Golkar dan Aburizal Bakrie. Itu penting biar masyarakat politik mengerti maksud dan motivasi dari survei tersebut.
Lebih jauh Boni menjelaskan, keanehan yang juga harus dijelaskan oleh LSI, bagaimana mungkin Partai NasDem hanya memperoleh 2 persen suara, sementara keanggotaan Partai NasDem yang terdaftaar dan mendapatkan kartu anggota sudah berjumlah 13 juta orang. Angka itu saja sudah lebih dari 7 persen.
Keanehan lain dari survei LSI, yang menguatkan kecurigaan, nama Jokowi tidak disebutkan dalam daftar capres padahal Jokowi sudah menjadi figur terpopuler dalam berbagai survei sebelumnya. "Kemana arah tembakan survei LSI kali ini? Ini pertanyaan yang meruntuhkan semua niat baik dari survei ini," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terbarunya mengenai elektabilitas partai politik. Hasilnya, Partai Golkar menempati posisi paling atas, disusul PDI Perjuangan kemudian Partai Demokrat.
Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 1.200. Survei dilakukan 12 September-5 Oktober 2013 dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan wawancara tatap muka.
Berikut urutan perolehan suara parpol berdasarkan hasil survei LSI:
1. Partai Golkar (20,4 persen)
2. PDIP (18,7 persen)
3. Partai Demokrat (9,8 persen)
4. Partai Gerindra (6,6 persen)
5. PAN (5,2 persen)
6. PPP (4,6 persen)
7. PKB (4,6 persen)
8. PKS (4,4 persen)
9. Hanura (3,4 persen)
10. Nasdem (2 persen)
11. PBB (0,6 persen)
12. PKPI (0,3 persen).
(lal)