Contek sudah jadi budaya Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Ketua bidang Penelitian Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat Asosiasi Dosen Indonesia Firdaus Ali mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tak hanya mengawasi perekrutan dosen di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), namun juga di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
"Apalagi banyak kampus yang memalsukan data dosen dan mahasiswa untuk mendapatkan akreditasi," kata Firdaus Ali, kepada KORAN SINDO, Jumat (4/10/2013).
Namun sayangnya, menurut Firdaus, sistem pengawasan yang dilakukan Kemendikbud sangat lemah baik pada perekrutan dosen maupun pengajuan hasil karya.
“Sementara itu budaya mencontek sudah menjadi bagian dari kehidupan di negara ini. Saya yakin jumlah dosen plagiat itu melebihi dari jumlah 100. Ini hanya puncak gunung es atas bobroknya sistem pendidikan di Indonesia,” terangnya.
Proses perekrutan dosen yang tidak profesional, dinilai menjadi pemicu munculnya perilaku plagiat atau memalsukan karya di kalangan dosen. Mereka direkrut tanpa ada proses uji dan kualifikasi akademik yang sesuai.
Firdaus menambahkan, jika kampus menguji tingkat moral calon dosen sebelum dipekerjakan, maka akan dapat diketahui apakah dosen itu tergoda atau tidak untuk mencurangi hasil karyanya itu. "Perekrutan yang tidak menyesuaikan kualifikasi akademik dosen dengan mata pelajaran yang dia mampu, juga menyebabkan banyak dosen yang memalsukan buku atau karya ilmiahnya," ucapnya.
Baca juga berita terkait, rekrut tak profesional, penyebab dosen plagiat.
"Apalagi banyak kampus yang memalsukan data dosen dan mahasiswa untuk mendapatkan akreditasi," kata Firdaus Ali, kepada KORAN SINDO, Jumat (4/10/2013).
Namun sayangnya, menurut Firdaus, sistem pengawasan yang dilakukan Kemendikbud sangat lemah baik pada perekrutan dosen maupun pengajuan hasil karya.
“Sementara itu budaya mencontek sudah menjadi bagian dari kehidupan di negara ini. Saya yakin jumlah dosen plagiat itu melebihi dari jumlah 100. Ini hanya puncak gunung es atas bobroknya sistem pendidikan di Indonesia,” terangnya.
Proses perekrutan dosen yang tidak profesional, dinilai menjadi pemicu munculnya perilaku plagiat atau memalsukan karya di kalangan dosen. Mereka direkrut tanpa ada proses uji dan kualifikasi akademik yang sesuai.
Firdaus menambahkan, jika kampus menguji tingkat moral calon dosen sebelum dipekerjakan, maka akan dapat diketahui apakah dosen itu tergoda atau tidak untuk mencurangi hasil karyanya itu. "Perekrutan yang tidak menyesuaikan kualifikasi akademik dosen dengan mata pelajaran yang dia mampu, juga menyebabkan banyak dosen yang memalsukan buku atau karya ilmiahnya," ucapnya.
Baca juga berita terkait, rekrut tak profesional, penyebab dosen plagiat.
(maf)