IPW khawatirkan tren penembakan polisi terus berlanjut
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia Police Watch (IPW) khawatir tren penembakan polisi akan terus berlanjut. Itu akan terjadi jika para pelaku penembakan polisi belum tertangkap.
"Kalau polisi tidak menangkap pelakunya, tren ini akan diikuti orang lain," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, di Mapolda Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu (18/9/2013).
Ia mencontohkan jika terjadi kasus mutilasi dan pelakunya belum ditangkap, maka akan terjadi kasus mutilasi berikutnya. Padahal pelakunya belum tentu sama.
"Orang yang kedua akan membuat alibi ini seolah-olah yang membunuh orang pertama, orang ketiga begitu juga, sehingga dia jadi tren kejahatan," ungkapnya.
Atas dasar itu, ia meminta polisi segera mengungkap dan menangkap pelaku penembakan polisi. Di luar itu, polisi pun harus introspeksi atas segala sikap dan tindakannya selama ini.
"Saya kira ini harus jadi pelajaran berharga supaya jajaran Kepolisian bisa lebih membenahi diri, introspeksi, karena titik persoalannya adalah sikap perilaku. Ini yang harus diubah," tegas Neta.
Soal kasus penembakan, ia memprediksi tidak akan berlanjut ke daerah lain. Sebab pelakunya diperkirakan bukan teroris yang ingin mengganggu stabilitas di berbagai daerah.
"Kita di IPW tidak setuju kalau dikatakan penembakan yang dilakukan di Jakarta itu dilakukan oleh kelompok teroris, apalagi yang di depan KPK," ucapnya.
Khusus untuk polisi yang ditembak di depan Kantor KPK, Neta menyebut itu berlatarbelakang bisnis pengawalan. "Kita melihat ini sepertinya persaingan bisnis pengawalan. Karena di dalam persaingan bisnis pengawalan itu kan ada tiga yaitu oknum TNI, polisi, dan preman," tuturnya.
Untuk membongkar kasus itu, polisi perlu mengusut sejak kapan korban jadi pengawal dan siapa yang dia gantikan. "Ini akan jadi titik tolak untuk membongkar kasus ini," ujar Neta.
Ia pun menyebut pelaku penembakan di depan Kantor KPK cukup profesional. Sebab yang bersangkutan menembak dari depan dengan jarak hanya 5 meter.
"Ini menunjukkan pelakunya itu terlatih dan dia percaya diri sehingga dia gampang melarikan diri tanpa diketahui masyarakat," tandasnya.
"Kalau polisi tidak menangkap pelakunya, tren ini akan diikuti orang lain," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, di Mapolda Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu (18/9/2013).
Ia mencontohkan jika terjadi kasus mutilasi dan pelakunya belum ditangkap, maka akan terjadi kasus mutilasi berikutnya. Padahal pelakunya belum tentu sama.
"Orang yang kedua akan membuat alibi ini seolah-olah yang membunuh orang pertama, orang ketiga begitu juga, sehingga dia jadi tren kejahatan," ungkapnya.
Atas dasar itu, ia meminta polisi segera mengungkap dan menangkap pelaku penembakan polisi. Di luar itu, polisi pun harus introspeksi atas segala sikap dan tindakannya selama ini.
"Saya kira ini harus jadi pelajaran berharga supaya jajaran Kepolisian bisa lebih membenahi diri, introspeksi, karena titik persoalannya adalah sikap perilaku. Ini yang harus diubah," tegas Neta.
Soal kasus penembakan, ia memprediksi tidak akan berlanjut ke daerah lain. Sebab pelakunya diperkirakan bukan teroris yang ingin mengganggu stabilitas di berbagai daerah.
"Kita di IPW tidak setuju kalau dikatakan penembakan yang dilakukan di Jakarta itu dilakukan oleh kelompok teroris, apalagi yang di depan KPK," ucapnya.
Khusus untuk polisi yang ditembak di depan Kantor KPK, Neta menyebut itu berlatarbelakang bisnis pengawalan. "Kita melihat ini sepertinya persaingan bisnis pengawalan. Karena di dalam persaingan bisnis pengawalan itu kan ada tiga yaitu oknum TNI, polisi, dan preman," tuturnya.
Untuk membongkar kasus itu, polisi perlu mengusut sejak kapan korban jadi pengawal dan siapa yang dia gantikan. "Ini akan jadi titik tolak untuk membongkar kasus ini," ujar Neta.
Ia pun menyebut pelaku penembakan di depan Kantor KPK cukup profesional. Sebab yang bersangkutan menembak dari depan dengan jarak hanya 5 meter.
"Ini menunjukkan pelakunya itu terlatih dan dia percaya diri sehingga dia gampang melarikan diri tanpa diketahui masyarakat," tandasnya.
(kri)