UU Pilkada ditargetkan selesai tahun ini
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Abdul Hakam Naja mengatakan, RUU Pilkada harus selsai sebelum pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan umum presiden (pilpres).
Dia mengatakan akan mengupayakan untuk diselesaikan pada tahun ini untuk menyelesaikannya.
“Insyaallah masa sidang ini. Sebenarnya tidak ada kaitannya dengan pemilu mendatang tapi kita upayakan tahun ini selesai,” katanya saat dihubungi SINDO di Jakarta, Minggu, 8 September 2013.
Target tersebut tidaklah lepas dari kesepakatan untuk diadakannya pilkada serentak pada tahun 2015. Meskipun dia mengakui bahwa format pilkada seperti apa belum ada kesepakatan. “Walaupun masih ada perbedaan apakah serentak semuanya atau provinsi. Meskipun demikian tentu tahapan akan dimulai setelah pileg dan pilpres,” katanya.
Hakam mengatakan pada masa sidang sebelumnya sudah melakukan lobi antar ketua antar fraksi. Lobi ini karena memang sudah mengarah pada pengambilan keputusan terakhir. Dia sendiri menegaskan sebisa mungkin untuk menghindari voting.
“Kalau tidak tercapai kita sebisa mungkin menghindari voting tetapi kalau tidak tercapai apa boleh buat voting. Kita upayakan tidak voting,” katanya.
Dari tujuh cluster dalam pembahasan RUU Pilkada, Hakam mengatakan terdapat empat cluster yang belum menemukan titik temu. Empat cluster tersebut diantaranya terkait mekanisme pemilihan, penyelesaian sengketa , politik dinasti, dan disertakan atau tidaknya wakil kepala daerah dalam pilkada.
“Masih berbeda tentang pemilihan kepala daerah. Apakah gubernur dipilih rakyat langsung atau wali kota/bupati dipilih DPRD. Fraksi-fraksi masih beda. Terus wakil kepala daerah apakah memakai dan tidak memakai saat pilkada. Sengketa nantinya berakhir MK atau MA. Kemudian pembatasan kekuasaan untuk mengurangi politik dinasti,” katanya.
Sementara itu beberapa hal sudah menemui kata sepakat seperti anggaran pilkada berasal dari APBD. “Tetapi itu relative tidak ada tarik menarik. Kemudian terkait tugas dan wewenang kepala daerah diputuskan di RUU Pemda,” katanya.
Jubir Kemendagri, Restu Ardi daud mengkonfirmasi bahwa pembahsan akan dilakukan pada masa sidang ini. "RUU Pilkada akan dilanjutkan pada masa sidang ini," katanya.
Sementara itu, Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan pembahasan RUU Pilkada memang cenderung alot. Dia ragu apakah RUU ini dapat selesai atau tidak. Pasalnya target penyelesaian Pilkada terus menenurus molor. Sebelumnya ditargetkan tahun 2012 kemudian mundur Mei 2013, namun hingga September belum ada tanda-tanda dapat diselesaikan.
“Tidak tahu apakah tahun ini bisa selesai karena lobi di fraksi itu alot sekali. saya tidak optimisi bisa selesai tahun ini karena fokus sudah dapil,” katanya.
Dia mengatakan RUU Pilkada merupakan sebagai bentuk kebutuhan yang mendesak untuk menata ulang pilkada. Dalam hal ini bagaimana membuat formasi Pilkada berkorelasi postif terhadap efektivitas pemerintahan daerah.
“Tetapi Pilkada saat ini menyumbang 305 kepala daerah yang masuk bui. Yang diharapkan menata ulang pilkada ternyata saat ini tidak maksimal,” katanya.
Siti mengatakan pilkada saat ini tidak memberikan efek positif. Menurutnya, elite politik di lokal menghambat demokratisasi. Pasalnnya, di semua daerah menghalalkan semua cara.
“Praktek trasaksional, money politic. Permainana uang sudah tidak bisa dielakkan lagi di level daerah itu. selain itu memunculkan politik kekeluargaan. Lalu apakah ini harus diteruskan,” katanya.
Terkait dengan mekanisme pilkada yang dipilih DPRD, Siti mengatakan hal tersebut harus dievaluasi lokus dan fokus otonomi daerah. Saat ini yang menjadi lokus dan fokus Otonomi adalah Kabupaten/Kota setelah dievaluasi ternyata tidak menggembirakan. Selain itu banyaknya kabupaten/kota di Indonesia masyarakat disibukkan dengan pilkada.
“Saya setuju demokrasi langsung tetapi perlu dilihat apa yang terjadi. Banyak daerah yang tertinggal atau daerah gagal sebanyak 183. Dari 924 pilkada mulai 2005. Ada yang sudah dua kali. Pilkadanmya tidak bermanfaat atau tata kelola. Apa yang salah otonomi kita?,” katanya.
Dia menilai orientasi DPR hanya berjangka pendek. Sehingga yang terjadi hanya tarik ulur pembahasan. Anggota DPR tidak konsentrasi penuh pada politik mendatang. “Ini kan hanya tarik menarik saja. Ending-nya jangka pendek maka tidak tertutup kemungkinan terjadi revisi lagi,” katanya.
Dia mengatakan akan mengupayakan untuk diselesaikan pada tahun ini untuk menyelesaikannya.
“Insyaallah masa sidang ini. Sebenarnya tidak ada kaitannya dengan pemilu mendatang tapi kita upayakan tahun ini selesai,” katanya saat dihubungi SINDO di Jakarta, Minggu, 8 September 2013.
Target tersebut tidaklah lepas dari kesepakatan untuk diadakannya pilkada serentak pada tahun 2015. Meskipun dia mengakui bahwa format pilkada seperti apa belum ada kesepakatan. “Walaupun masih ada perbedaan apakah serentak semuanya atau provinsi. Meskipun demikian tentu tahapan akan dimulai setelah pileg dan pilpres,” katanya.
Hakam mengatakan pada masa sidang sebelumnya sudah melakukan lobi antar ketua antar fraksi. Lobi ini karena memang sudah mengarah pada pengambilan keputusan terakhir. Dia sendiri menegaskan sebisa mungkin untuk menghindari voting.
“Kalau tidak tercapai kita sebisa mungkin menghindari voting tetapi kalau tidak tercapai apa boleh buat voting. Kita upayakan tidak voting,” katanya.
Dari tujuh cluster dalam pembahasan RUU Pilkada, Hakam mengatakan terdapat empat cluster yang belum menemukan titik temu. Empat cluster tersebut diantaranya terkait mekanisme pemilihan, penyelesaian sengketa , politik dinasti, dan disertakan atau tidaknya wakil kepala daerah dalam pilkada.
“Masih berbeda tentang pemilihan kepala daerah. Apakah gubernur dipilih rakyat langsung atau wali kota/bupati dipilih DPRD. Fraksi-fraksi masih beda. Terus wakil kepala daerah apakah memakai dan tidak memakai saat pilkada. Sengketa nantinya berakhir MK atau MA. Kemudian pembatasan kekuasaan untuk mengurangi politik dinasti,” katanya.
Sementara itu beberapa hal sudah menemui kata sepakat seperti anggaran pilkada berasal dari APBD. “Tetapi itu relative tidak ada tarik menarik. Kemudian terkait tugas dan wewenang kepala daerah diputuskan di RUU Pemda,” katanya.
Jubir Kemendagri, Restu Ardi daud mengkonfirmasi bahwa pembahsan akan dilakukan pada masa sidang ini. "RUU Pilkada akan dilanjutkan pada masa sidang ini," katanya.
Sementara itu, Pengamat Politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan pembahasan RUU Pilkada memang cenderung alot. Dia ragu apakah RUU ini dapat selesai atau tidak. Pasalnya target penyelesaian Pilkada terus menenurus molor. Sebelumnya ditargetkan tahun 2012 kemudian mundur Mei 2013, namun hingga September belum ada tanda-tanda dapat diselesaikan.
“Tidak tahu apakah tahun ini bisa selesai karena lobi di fraksi itu alot sekali. saya tidak optimisi bisa selesai tahun ini karena fokus sudah dapil,” katanya.
Dia mengatakan RUU Pilkada merupakan sebagai bentuk kebutuhan yang mendesak untuk menata ulang pilkada. Dalam hal ini bagaimana membuat formasi Pilkada berkorelasi postif terhadap efektivitas pemerintahan daerah.
“Tetapi Pilkada saat ini menyumbang 305 kepala daerah yang masuk bui. Yang diharapkan menata ulang pilkada ternyata saat ini tidak maksimal,” katanya.
Siti mengatakan pilkada saat ini tidak memberikan efek positif. Menurutnya, elite politik di lokal menghambat demokratisasi. Pasalnnya, di semua daerah menghalalkan semua cara.
“Praktek trasaksional, money politic. Permainana uang sudah tidak bisa dielakkan lagi di level daerah itu. selain itu memunculkan politik kekeluargaan. Lalu apakah ini harus diteruskan,” katanya.
Terkait dengan mekanisme pilkada yang dipilih DPRD, Siti mengatakan hal tersebut harus dievaluasi lokus dan fokus otonomi daerah. Saat ini yang menjadi lokus dan fokus Otonomi adalah Kabupaten/Kota setelah dievaluasi ternyata tidak menggembirakan. Selain itu banyaknya kabupaten/kota di Indonesia masyarakat disibukkan dengan pilkada.
“Saya setuju demokrasi langsung tetapi perlu dilihat apa yang terjadi. Banyak daerah yang tertinggal atau daerah gagal sebanyak 183. Dari 924 pilkada mulai 2005. Ada yang sudah dua kali. Pilkadanmya tidak bermanfaat atau tata kelola. Apa yang salah otonomi kita?,” katanya.
Dia menilai orientasi DPR hanya berjangka pendek. Sehingga yang terjadi hanya tarik ulur pembahasan. Anggota DPR tidak konsentrasi penuh pada politik mendatang. “Ini kan hanya tarik menarik saja. Ending-nya jangka pendek maka tidak tertutup kemungkinan terjadi revisi lagi,” katanya.
(lal)