LPSK: Nasib korban pelanggaran HAM terbengkalai

Selasa, 03 September 2013 - 13:16 WIB
LPSK: Nasib korban pelanggaran...
LPSK: Nasib korban pelanggaran HAM terbengkalai
A A A
Sindonews.com - Lima tahun berdirinya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tentu bukan tanpa kendala. Rekomendasi LPSK terkadang tak dihiraukan aparat penegak hukum.

Hal itu dikatakan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai. Menurutnya, tim LPSK pun kerap menghadapi aparat penegak hukum yang tidak tahu istilah whistleblower (informan) dan justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama).

"Tentu ini menjadi tantangan untuk kemajuan sistem perlindungan saksi dan korban terutama bagi sang whistleblower dan justice collaborator dimasa yang akan datang," kata Abdul Haris, di Jakarta, Selasa (3/9/2013).

Abdul mengungkapkan, prestasi lainnya dicapai LPSK dengan adanya pemberian bantuan medis dan psikologis terhadap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Nasib korban pelanggaran HAM berat yang selama ini terkatung-katung.

Namun menurut Abdul, hal itu kian mencair seiring adanya jaminan layanan medis dan psikologis dari LPSK. "Berbekal rekomendasi dari komnas HAM, kini korban pelanggaran HAM berat berhak mendapatkan layanan medis dan psikologis melalui LPSK," ungkapnya.

Tercatat hingga 2013, LPSK telah memberikan layanan medis dan psikologis terhadap 400 korban pelanggaran HAM berat. Kendati demikian, pemberian layanan medis dan psikologis korban pelanggaran HAM berat pun bukan tanpa kendala.

"Jumlah korban pelanggaran HAM berat yang diprediksi lebih dari 2000 orang, menjadi tantangan tersendiri bagi LPSK kedepan. Keterbatasan dana LPSK dan proses penegakan hukum yang tak pasti, merupakan faktor yang signifikan menghambat akses korban memperoleh haknya," ucapnya.

Selain itu, kehadiran LPSK selama lima tahun ini memberikan warna baru bagi dunia peradilan pidana. Betapa tidak, penempatan saksi di safe house (rumah aman), penempatan saksi pada ruangan khusus di pengadilan, pendampingan khusus terhadap saksi serta pengamanan dan pengawalan.

"Itu merupakan tindakan prestisius yang semula tak pernah ada dalam proses penegakan hukum di negara ini. Seperti diketahui, fasilitas tersebut sejatinya hanya diberikan terhadap seorang terdakwa," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0706 seconds (0.1#10.140)