Kurikulum baru, guru wajib ikut pelatihan
A
A
A
Sindonews.com - Wamendikbud bidang Pendidikan Musliar Kasim menyatakan, Kemendikbud mewajibkan semua guru harus mengikuti pelatihan.
Pelatihannya sendiri tidak boleh melalui guru inti, yang sudah ikut pelatihan nasional. Melainkan guru sasaran kurikulum, yang harus mendaftar ke Kemendikbud.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah daerah harus menyediakan bukunya. "Kemendikbud melarang jika ada sekolah yang membebani orang tua murid untuk membeli buku," katanya usai 42ndInternational Annual Conference of the Internasional Association of School Librarianship (IASL) di Denpasar, Rabu (28/8/2013).
Mantan Rektor Universitas Andalas ini menambahkan, Kemendikbud memang tidak dapat memaksakan daerah menyediakan anggaran kurikulum dari APBD.
Apalagi tahun ini kurikulum baru pun pada awalnya masih belum pasti dapat berjalan atau tidak, karena banyak kontroversi.
Meski demikian, terangnya, tahun depan anggaran kurikulum akan terbagi antara pemerintah pusat dan daerah.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah daerah melarang pelaksanaan kurikulum baru di sekolah mandiri. Daerah mengaku kesulitan untuk pengadaan buku dan juga terbatasnya ruang kelas.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengakui sudah mengeluarkan surat edaran yang melarang kurikulum di sekolah mandiri. Tidak diperkenankannya pelaksanaan kurikulum ini bukan di sekolah sasaran, namun khusus di SD dan SMP yang tidak ditunjuk Kemendikbud atau sekolah mandiri.
Taufik beralasan, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SD dan SMP masih kurang untuk menanggung uang buku dan pelatihan guru. Lalu Kemendikbud menyarankan buku tidak perlu beli melainkan diunduh dari laman tertentu.
Namun, pengunduhan ini juga terkendala karena hanya 50 persen SD dan SMP di Jakarta yang berbasis informasi teknologi (IT).
Alasan lain karena SD dan SMP di Jakarta masih terbagi shift siang dan sore. Taufik menyebutkan, ada 289 SMP di Jakarta dan 111 diantarnya masuk dua shift.
Untuk SD malah lebih parah, karena dari 2.200 SD ada 1.700 diantaranya yang masuk pagi dan sore. Keterbatasan ruang kelas ini menyebabkan proses belajar mengajar tidak efektif.
Anggota Komisi X DPR Herlini Amran berpendapat, kalau tidak ada anggaran pengadaan buku dan guru yang dilatih sebaiknya kurikulum baru tidak diterapkan di sekolah yang tidak disasar pemerintah.
Apalagi Kemendikbud pun sudah menegaskan bahwa tahun ini kurikulum berjalan bertahap dan terbatas. “Lagipula kuriklum baru belum akan diterapkan secara serentak. Hanya di sekolah yang ditentukan saja,” katanya.
Pelatihannya sendiri tidak boleh melalui guru inti, yang sudah ikut pelatihan nasional. Melainkan guru sasaran kurikulum, yang harus mendaftar ke Kemendikbud.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah daerah harus menyediakan bukunya. "Kemendikbud melarang jika ada sekolah yang membebani orang tua murid untuk membeli buku," katanya usai 42ndInternational Annual Conference of the Internasional Association of School Librarianship (IASL) di Denpasar, Rabu (28/8/2013).
Mantan Rektor Universitas Andalas ini menambahkan, Kemendikbud memang tidak dapat memaksakan daerah menyediakan anggaran kurikulum dari APBD.
Apalagi tahun ini kurikulum baru pun pada awalnya masih belum pasti dapat berjalan atau tidak, karena banyak kontroversi.
Meski demikian, terangnya, tahun depan anggaran kurikulum akan terbagi antara pemerintah pusat dan daerah.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah daerah melarang pelaksanaan kurikulum baru di sekolah mandiri. Daerah mengaku kesulitan untuk pengadaan buku dan juga terbatasnya ruang kelas.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengakui sudah mengeluarkan surat edaran yang melarang kurikulum di sekolah mandiri. Tidak diperkenankannya pelaksanaan kurikulum ini bukan di sekolah sasaran, namun khusus di SD dan SMP yang tidak ditunjuk Kemendikbud atau sekolah mandiri.
Taufik beralasan, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SD dan SMP masih kurang untuk menanggung uang buku dan pelatihan guru. Lalu Kemendikbud menyarankan buku tidak perlu beli melainkan diunduh dari laman tertentu.
Namun, pengunduhan ini juga terkendala karena hanya 50 persen SD dan SMP di Jakarta yang berbasis informasi teknologi (IT).
Alasan lain karena SD dan SMP di Jakarta masih terbagi shift siang dan sore. Taufik menyebutkan, ada 289 SMP di Jakarta dan 111 diantarnya masuk dua shift.
Untuk SD malah lebih parah, karena dari 2.200 SD ada 1.700 diantaranya yang masuk pagi dan sore. Keterbatasan ruang kelas ini menyebabkan proses belajar mengajar tidak efektif.
Anggota Komisi X DPR Herlini Amran berpendapat, kalau tidak ada anggaran pengadaan buku dan guru yang dilatih sebaiknya kurikulum baru tidak diterapkan di sekolah yang tidak disasar pemerintah.
Apalagi Kemendikbud pun sudah menegaskan bahwa tahun ini kurikulum berjalan bertahap dan terbatas. “Lagipula kuriklum baru belum akan diterapkan secara serentak. Hanya di sekolah yang ditentukan saja,” katanya.
(stb)