FFH minta AROPI tindak tegas lembaga survei abal-abal
A
A
A
Sindonews.com - Survei terbukti menjadi instrumen yang sangat efektif untuk mendeteksi opini publik, dan perilaku pemilih dalam sebuah pemilu.
“Manfaat dari sebuah kegiatan ilmiah bernama survei sangat banyak. Jika dianologikan sebagai perang udara, maka survei seperti radar. Jika perang darat maka survei itu seperti perimeter,” kata Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata kepada Sindonews, Minggu (18/8/2013).
Dian mengaku, canggihnya dan banyak manfaat dari survei, para kandidat presiden, gubernur, bupati, wali kota dan partai politik seperti berlomba untuk menggunakan jasa lembaga yang menawarkan survei. Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari modernisasi dan liberalisasi politik di tanah air.
Ilmu survei yang lazim digunakan oleh para kandidat dan partai politik itu berasal dari Amerika Serikat. Bisa dikatakan Gallup-lembaga penelitian di AS, adalah salah satu pelopor dan pengembang ilmu survei.
“Di setiap perhelatan Pilpres di AS, Gallup kerap mengeluarkan hasil survei mereka. Dan publik AS kerap menanti hasil riset Gallup. Dan hasil survei mereka kerap jadi rujukan. Maka tidak heran apabila Gallup dan AS menjadi kiblat ilmu seperti ini,” ungkapnya.
Malaysia dan Philipina adalah contoh dua jiran Indonesia yang kerap menggunakan ilmu survei jenis ini. Di Malaysia ada Merdeka Center (MC). Sedangkan di Philipina ada Social Weather Station (SWS).
"Di Indonesia ilmu ini terbilang baru di dunia perpolitikan. Maka tidak heran apabila jumlah pegiat survei di Indonesia belum begitu banyak. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah pelaksanaan pemilu di Indonesia. Di Indonesia ada sekitar 500-an pelaksanaan pilkada,” katanya.
Dia berharap, Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) sebagai asosiasi pegiat survei, harus berani menjewer prilaku lembaga survei yang tak bisa dipertanggung jawabkan. "Kasihan publik yang disesatkan dengan data-data seperti itu,” harapnya.
“Manfaat dari sebuah kegiatan ilmiah bernama survei sangat banyak. Jika dianologikan sebagai perang udara, maka survei seperti radar. Jika perang darat maka survei itu seperti perimeter,” kata Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata kepada Sindonews, Minggu (18/8/2013).
Dian mengaku, canggihnya dan banyak manfaat dari survei, para kandidat presiden, gubernur, bupati, wali kota dan partai politik seperti berlomba untuk menggunakan jasa lembaga yang menawarkan survei. Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari modernisasi dan liberalisasi politik di tanah air.
Ilmu survei yang lazim digunakan oleh para kandidat dan partai politik itu berasal dari Amerika Serikat. Bisa dikatakan Gallup-lembaga penelitian di AS, adalah salah satu pelopor dan pengembang ilmu survei.
“Di setiap perhelatan Pilpres di AS, Gallup kerap mengeluarkan hasil survei mereka. Dan publik AS kerap menanti hasil riset Gallup. Dan hasil survei mereka kerap jadi rujukan. Maka tidak heran apabila Gallup dan AS menjadi kiblat ilmu seperti ini,” ungkapnya.
Malaysia dan Philipina adalah contoh dua jiran Indonesia yang kerap menggunakan ilmu survei jenis ini. Di Malaysia ada Merdeka Center (MC). Sedangkan di Philipina ada Social Weather Station (SWS).
"Di Indonesia ilmu ini terbilang baru di dunia perpolitikan. Maka tidak heran apabila jumlah pegiat survei di Indonesia belum begitu banyak. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah pelaksanaan pemilu di Indonesia. Di Indonesia ada sekitar 500-an pelaksanaan pilkada,” katanya.
Dia berharap, Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) sebagai asosiasi pegiat survei, harus berani menjewer prilaku lembaga survei yang tak bisa dipertanggung jawabkan. "Kasihan publik yang disesatkan dengan data-data seperti itu,” harapnya.
(stb)