Penunjukan Patrialis jadi hakim MK dinilai cacat hukum
A
A
A
Sindonews.com - Koalisi Masyarakat Sipil mendapatkan informasi bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menunjuk Patralis Akbar sebagai satu-satunya calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dari unsur pemerintah untuk menggantikan Achmad Sodiki yang akan pensiun dalam bulan Agustus ini.
Koalisi ini beranggotakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), koalisi tersebut juga terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), dan LBH Jakarta.
Berdasarkan informasi yang mereka terima, jika tidak ada hambatan direncanakan pasca lebaran/ bulan Agustus 2013 nanti, Patrialis akan dilantik secara resmi oleh Presiden sebagai Hakim MK dari unsur pemerintah.
"Penunjukan Patrialis Akbar sebagai calon (tunggal) hakim MK dari unsur pemerintah patut dipertanyakan," ujar Peneliti ICW Emerson Yuntho melalui rilis yang diterima Sindonews, Selasa (30/7/2013).
Ia menuding, proses pencalonannya cacat hukum karena melanggar Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Pasal 19 Undang-Undang MK mengatur, bahwa pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
"Keharusan ini dimaksudkan, agar masyarakat luas bisa turut serta secara aktif, mengetahui setiap proses yang berjalan, dan dapat berperan aktif memberi masukan atas calon yang diajukan, baik oleh DPR, MA, maupun Presiden," ujarnya.
Terkait dengan proses seleksinya sendiri, Pasal 20 ayat (2) UU MK memberi ketegasan, pemilihan hakim konstitusi wajib diselenggarakan secara objektif dan akuntabel. Artinya, yang diutamakan adalah profesionalitas, kredibilitas, dan kapabilitas dari para calon, bukan penilaian yang didasarkan pada unsur subjektifitas, dan keseluruhan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan secara tanggung gugat (accountable).
"Keketatan proses seleksi hakim konstitusi itu tentunya bukan tanpa maksud. Hal ini berkorelasi dengan betapa tingginya pra-syarat yang dibebankan pada seorang calon hakim konstitusim," kata dia.
Selain itu, Pasal 15 UU MK menyatakan, seorang hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, mampu berlaku adil, serta seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Syarat kualitatif ini sebenarnya memberi pesan, bahwa tidak semua orang bisa dengan mudah menduduki jabatan hakim konstitusi.
Fungsi MK, sebagai pengawal (the guardian) dan penafsir (the interpreter) konstitusi, tentunya memberi tanggung jawab yang teramat besar bagi para hakim konstitusi. Mereka harus mampu melindungi seluruh warga bangsa, bersikap imparsial, dan independen, serta negarawan tentunya.
"Penunjukan Patrialis sebagai calon hakim konistitusi selain dilakukan secara tertutup juga tanpa pembentukan Panitia Seleksi lebih dahulu. Padahal pada tahun 2008, pemerintah melalui- Wantimpres- membentuk Panitia Seleksi untuk menjaring putra putri terbaik bangsa sebagai calon hakim MK," tandasnya.
Emerson menambahkan, saat itu terdapat sedikitnya 15 orang kandidat untuk memperebutkan tiga kursi kosong hakim MK dari unsur pemerintah. "Menjadi aneh dan mencurigakan jika sebelumnya melalui tahapan seleksi yang ketat, namun saat ini tiba-tiba Presiden langsung menunjuk Patrialis sebagai calon hakim MK tanpa menjalani mekanisme seleksi," pungkasnya.
Koalisi ini beranggotakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), koalisi tersebut juga terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), dan LBH Jakarta.
Berdasarkan informasi yang mereka terima, jika tidak ada hambatan direncanakan pasca lebaran/ bulan Agustus 2013 nanti, Patrialis akan dilantik secara resmi oleh Presiden sebagai Hakim MK dari unsur pemerintah.
"Penunjukan Patrialis Akbar sebagai calon (tunggal) hakim MK dari unsur pemerintah patut dipertanyakan," ujar Peneliti ICW Emerson Yuntho melalui rilis yang diterima Sindonews, Selasa (30/7/2013).
Ia menuding, proses pencalonannya cacat hukum karena melanggar Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Pasal 19 Undang-Undang MK mengatur, bahwa pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
"Keharusan ini dimaksudkan, agar masyarakat luas bisa turut serta secara aktif, mengetahui setiap proses yang berjalan, dan dapat berperan aktif memberi masukan atas calon yang diajukan, baik oleh DPR, MA, maupun Presiden," ujarnya.
Terkait dengan proses seleksinya sendiri, Pasal 20 ayat (2) UU MK memberi ketegasan, pemilihan hakim konstitusi wajib diselenggarakan secara objektif dan akuntabel. Artinya, yang diutamakan adalah profesionalitas, kredibilitas, dan kapabilitas dari para calon, bukan penilaian yang didasarkan pada unsur subjektifitas, dan keseluruhan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan secara tanggung gugat (accountable).
"Keketatan proses seleksi hakim konstitusi itu tentunya bukan tanpa maksud. Hal ini berkorelasi dengan betapa tingginya pra-syarat yang dibebankan pada seorang calon hakim konstitusim," kata dia.
Selain itu, Pasal 15 UU MK menyatakan, seorang hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, mampu berlaku adil, serta seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Syarat kualitatif ini sebenarnya memberi pesan, bahwa tidak semua orang bisa dengan mudah menduduki jabatan hakim konstitusi.
Fungsi MK, sebagai pengawal (the guardian) dan penafsir (the interpreter) konstitusi, tentunya memberi tanggung jawab yang teramat besar bagi para hakim konstitusi. Mereka harus mampu melindungi seluruh warga bangsa, bersikap imparsial, dan independen, serta negarawan tentunya.
"Penunjukan Patrialis sebagai calon hakim konistitusi selain dilakukan secara tertutup juga tanpa pembentukan Panitia Seleksi lebih dahulu. Padahal pada tahun 2008, pemerintah melalui- Wantimpres- membentuk Panitia Seleksi untuk menjaring putra putri terbaik bangsa sebagai calon hakim MK," tandasnya.
Emerson menambahkan, saat itu terdapat sedikitnya 15 orang kandidat untuk memperebutkan tiga kursi kosong hakim MK dari unsur pemerintah. "Menjadi aneh dan mencurigakan jika sebelumnya melalui tahapan seleksi yang ketat, namun saat ini tiba-tiba Presiden langsung menunjuk Patrialis sebagai calon hakim MK tanpa menjalani mekanisme seleksi," pungkasnya.
(kri)