Jajanan berbahaya sudah masuk ke sekolah
A
A
A
Sindonews.com - Pengawasan terhadap jajanan anak hendaknya melibatkan komunitas sekolahan. Karena sekolah berperan penting bagi anak-anak.
Deputi III Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparingga mengatakan, saat ini ditemukan jajanan anak-anak yang mengandung zat aditif atau berbahaya, sehingga perlu peran sekolah untuk memberikan pengawasan.
Menurut dia, tingkat penyalahgunaan zat berbahaya pada jajanan anak bervariasi dan menunjukkan tren yang meningkat.
Dalam datanya, pada 2012 BPOM menemukan 9 persen penyalahgunaan zat berbahaya pada jajanan anak. Sedangkan pada 2011 jumlah ini adalah 2 persen.
“Zat yang paling sering ditemukan adalah formalin, borak, rhodamin B, siklamat, sakarin dan pemanis buatan,” tandas dia saat ditemui di Jakarta, Minggu (28/7/2013).
Dia mengatakan, pemakaian zat tambahan seringkali melebihi batas yang sudah ditetapkan pemerintah. Terkait melibatkan komunitas sekolah, BPOM mengatakan, pihaknya sudah mengumpulkan kepala sekolah dari beberapa sekolah. Hal ini diharapkan, sekolah bisa merangkul pihak lain seperti guru, penjual makanan di dalam dan di luar sekolah.
"Hambatan yang ditemui para kepala sekolah saat berkomunikasi dengan para penjual makanan di luar sekolah. Para penjual makanan di luar sekolah seringkali memiliki keinginan berbeda dengan pihak sekolah," kata dia.
Tentunya, lanjut dia, diharapkan kepala sekolah bisa menjalin komunikasi dengan baik dan mengadakan kesepakatan. Ada skema yang harus disepakati untuk memperkuat pemberdayaan, agar para penjual tersebut mandiri dan konsisten, sekolah hendaknya melibatkan kader-kader dan tim pengawas untuk mengawasi.
Deputi III Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparingga mengatakan, saat ini ditemukan jajanan anak-anak yang mengandung zat aditif atau berbahaya, sehingga perlu peran sekolah untuk memberikan pengawasan.
Menurut dia, tingkat penyalahgunaan zat berbahaya pada jajanan anak bervariasi dan menunjukkan tren yang meningkat.
Dalam datanya, pada 2012 BPOM menemukan 9 persen penyalahgunaan zat berbahaya pada jajanan anak. Sedangkan pada 2011 jumlah ini adalah 2 persen.
“Zat yang paling sering ditemukan adalah formalin, borak, rhodamin B, siklamat, sakarin dan pemanis buatan,” tandas dia saat ditemui di Jakarta, Minggu (28/7/2013).
Dia mengatakan, pemakaian zat tambahan seringkali melebihi batas yang sudah ditetapkan pemerintah. Terkait melibatkan komunitas sekolah, BPOM mengatakan, pihaknya sudah mengumpulkan kepala sekolah dari beberapa sekolah. Hal ini diharapkan, sekolah bisa merangkul pihak lain seperti guru, penjual makanan di dalam dan di luar sekolah.
"Hambatan yang ditemui para kepala sekolah saat berkomunikasi dengan para penjual makanan di luar sekolah. Para penjual makanan di luar sekolah seringkali memiliki keinginan berbeda dengan pihak sekolah," kata dia.
Tentunya, lanjut dia, diharapkan kepala sekolah bisa menjalin komunikasi dengan baik dan mengadakan kesepakatan. Ada skema yang harus disepakati untuk memperkuat pemberdayaan, agar para penjual tersebut mandiri dan konsisten, sekolah hendaknya melibatkan kader-kader dan tim pengawas untuk mengawasi.
(stb)