Kemensos amankan 7 warga Myanmar
A
A
A
Sindonews.com - Tim Reaksi Cepat (TRC) Kementerian Sosial (Kemensos) amankan tujuh warga Myanmar, yang menjadi korban perdagangan manusia di Perairan Kepulauan Aru, Ambon, Maluku Utara.
Tujuh warga Myanmar tersebut, saat ini dititipkan di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Tujuh warga Myanmar itu diantaranya bernama Min Naing (34), Kning Mas (30), Myo Ming Tun (34), Aung Nain Win (33), Ayung Ko (32), Saw Myling Maung (26), dan See Ling Aung (33). Ketujuhnya dalam kondisi trauma dan banyak luka lebam disekujur tubuhnya.
"Ketujuh warga Myanmar itu ditemukan di sebuah kapal di Maluku Utara, mereka sebagai korban perdagangan manusia, mereka untuk sementara dititipkan di Bekasi, sampai nanti dipulangkan," ujar Koordinator Penanganan TRC Kemensos RI Fery Aprianto kepada Koran SINDO, Jumat (19/7/2013).
Menurutnya, tujuh warga Myanmar ini ditemukan sebagai budak sebuah kapal pencari ikan, pengungkapan kasus perdagangan manusia ini berawal ketika Pol Airud Polda Maluku, saat melakukan pengamanan perairan menemukan sebuah kapal pencari ikan yang mencurigakan.
Dari situlah petugas melakukan pengeledahan di kapal tersebut dan menemukan kapal tersebut tidak berizin. Bahkan, di dalam kapal ini ditemukan tujuh warga Myanmar yang dipekerjakan tidak semestinya. "Mereka seperti budak dipekerjakan selama dua bulan, dan dianiaya kalau tidak menurutinya," katanya.
Apalagi, kata dia, dokumen dari warga Myanmar tersebut tidak ada. Selama dua bulan, tujuh warga Myanmar itu tidak dibayar sebagaimana perjanjian semula 3000 Bath setiap bulannya, jika dirupiahkan mencapai Rp9 juta. "Mereka korban perbudakan, kondisi mereka mengenaskan," tambahnya.
Dia menambahkan, tujuh warga Myanmar ini terjebak dalam agensi tenaga kerja asing. Namun, agensi itu hanya modus untuk perdagangan manusia. Mereka tidak dibayar, melainkan di ekploitasi tenaganya dan diperjualbelikan. Bahkan, mereka tidak berani melakukan perlawanan.
Saat ini, lanjut dia, TRC Kemensos bekerjasa dengan Kedubes Myanmar yang ada di Indonesia sedang melacak tempat tinggal ketujuh orang tersebut. Dikhawatirkan jika tidak dikembalikan ketempat tinggalnya secara benar, para pelaku perdagangan manusia kembali menemukanya.
Untuk sementara dalam mengurus dokumen dan menunggu dipulangkan ke Myanmar, tujuh orang ini akan dititipkan di Bekasi dan untuk kebutuhan hidupanya ditanggung pihak Kemensos sambil berkordinasi dengan pihak Imigrasi. "Tanggal 26 mendatang, mereka sudah dipulangkan," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Kemensos RI, Iriani menambahkan, selama proses pemulangan, pihaknya akan merawat 7 warga Myanmar tersebut selayaknya dengan kebutuhanya. "Ketujuhnya merasa senang, dan kemarin sempat trauma," katanya.
Iriani mengaku kesulitan berkomunikasi dengan mereka. Pasalnya, ketujuh warga Myanmar itu tidak mengerti bahasa Inggris maupun bahasan nasional Myanmar. Karena mereka berasal dari wilayah terpencil Myanmar. "Pihak Kedubes (Kedutaan Besar) membantu berkomunikasi," tandasnya.
Tujuh warga Myanmar tersebut, saat ini dititipkan di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Tujuh warga Myanmar itu diantaranya bernama Min Naing (34), Kning Mas (30), Myo Ming Tun (34), Aung Nain Win (33), Ayung Ko (32), Saw Myling Maung (26), dan See Ling Aung (33). Ketujuhnya dalam kondisi trauma dan banyak luka lebam disekujur tubuhnya.
"Ketujuh warga Myanmar itu ditemukan di sebuah kapal di Maluku Utara, mereka sebagai korban perdagangan manusia, mereka untuk sementara dititipkan di Bekasi, sampai nanti dipulangkan," ujar Koordinator Penanganan TRC Kemensos RI Fery Aprianto kepada Koran SINDO, Jumat (19/7/2013).
Menurutnya, tujuh warga Myanmar ini ditemukan sebagai budak sebuah kapal pencari ikan, pengungkapan kasus perdagangan manusia ini berawal ketika Pol Airud Polda Maluku, saat melakukan pengamanan perairan menemukan sebuah kapal pencari ikan yang mencurigakan.
Dari situlah petugas melakukan pengeledahan di kapal tersebut dan menemukan kapal tersebut tidak berizin. Bahkan, di dalam kapal ini ditemukan tujuh warga Myanmar yang dipekerjakan tidak semestinya. "Mereka seperti budak dipekerjakan selama dua bulan, dan dianiaya kalau tidak menurutinya," katanya.
Apalagi, kata dia, dokumen dari warga Myanmar tersebut tidak ada. Selama dua bulan, tujuh warga Myanmar itu tidak dibayar sebagaimana perjanjian semula 3000 Bath setiap bulannya, jika dirupiahkan mencapai Rp9 juta. "Mereka korban perbudakan, kondisi mereka mengenaskan," tambahnya.
Dia menambahkan, tujuh warga Myanmar ini terjebak dalam agensi tenaga kerja asing. Namun, agensi itu hanya modus untuk perdagangan manusia. Mereka tidak dibayar, melainkan di ekploitasi tenaganya dan diperjualbelikan. Bahkan, mereka tidak berani melakukan perlawanan.
Saat ini, lanjut dia, TRC Kemensos bekerjasa dengan Kedubes Myanmar yang ada di Indonesia sedang melacak tempat tinggal ketujuh orang tersebut. Dikhawatirkan jika tidak dikembalikan ketempat tinggalnya secara benar, para pelaku perdagangan manusia kembali menemukanya.
Untuk sementara dalam mengurus dokumen dan menunggu dipulangkan ke Myanmar, tujuh orang ini akan dititipkan di Bekasi dan untuk kebutuhan hidupanya ditanggung pihak Kemensos sambil berkordinasi dengan pihak Imigrasi. "Tanggal 26 mendatang, mereka sudah dipulangkan," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Kemensos RI, Iriani menambahkan, selama proses pemulangan, pihaknya akan merawat 7 warga Myanmar tersebut selayaknya dengan kebutuhanya. "Ketujuhnya merasa senang, dan kemarin sempat trauma," katanya.
Iriani mengaku kesulitan berkomunikasi dengan mereka. Pasalnya, ketujuh warga Myanmar itu tidak mengerti bahasa Inggris maupun bahasan nasional Myanmar. Karena mereka berasal dari wilayah terpencil Myanmar. "Pihak Kedubes (Kedutaan Besar) membantu berkomunikasi," tandasnya.
(maf)