Tanggapan Wamenkum HAM soal pernyataan Humas MA
A
A
A
Sindonews.com - Menanggapi komentar Kepala Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansyur, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Denny Indrayana menegaskan, sebelum memberikan komentar terkait ketidakberesan persidangan kasus Cebongan, dirinya sudah melakukan diskusi dengan pihak berkompeten sebelum mengeluarkan komentar tersebut.
Menurut Denny, sebelum memberikan komentar soal kekhawatirannya dalam persidangan kasus Cebongan, dirinya sudah mendengarkan masukan Kanwil Kumham Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), psikolog, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Tidak benar saya berkomentar setelah mendengarkan keterangan satu atau dua saksi saja. Saya memberikan komentar setelah berdiskusi dan mendengarkan masukan Kakanwil Kum HAM DIY, LPSK dan psikolog yang terus memantau persidangan tersebut setiap saat,” tegas Denny kepada Koran SINDO di Jakarta, Rabu (10/7/2013).
Dikatakan, memberikan komentar untuk masukan ataupun kritikan yang membangun merupakan hak setiap orang dan hal itu dijamin oleh institusi. Apalagi, imbuh Denny, pihaknya juga sebagai korban dalam penyerangan Lapas cebongan oleh oknum Kopassus beberapa waktu lalu.
“Institusi kami diserang, petugas kami luka-luka. Jangan sampai dengan alasan tidak boleh berkomentar, jalannya persidangan makin membuka peluang hadirnya ketidakadilan,” ujarnya.
"Pelaku pembunuhan tersebut harus melalui proses peradilan yang adil dan akuntabel, dan mereka harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu, dan tentunya dihukum setimpal atas perbuatan kejinya," imbuhnya.
Untuk menciptakan proses peradilan yang adil itu, menurut Denny, diperlukan pengawasan dan sikap kritis kepada jalannya persidangan , sehingga bisa berdampak baik terhadap wibawa peradilan. “Pengawasan dan sikap kritis kepada jalannya persidangan adalah keniscayaan, justru demi tegaknya wibawa peradilan,” tuturnya.
Dia menandaskan, dalam proses peradilan kasus tersebut harus keadilan harus menang dan hadir melalui putusan yang benar atau putusan yang lahir dari proses yang fair. “Bagaimana pun keadilan harus menang dan hadir melalui putusan pengadilan ini. Yaitu putusan yang lahir dari proses yang fair, yang tidak menutup pintu koreksi dan saran perbaikan," pungkasnya.
Menurut Denny, sebelum memberikan komentar soal kekhawatirannya dalam persidangan kasus Cebongan, dirinya sudah mendengarkan masukan Kanwil Kumham Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), psikolog, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Tidak benar saya berkomentar setelah mendengarkan keterangan satu atau dua saksi saja. Saya memberikan komentar setelah berdiskusi dan mendengarkan masukan Kakanwil Kum HAM DIY, LPSK dan psikolog yang terus memantau persidangan tersebut setiap saat,” tegas Denny kepada Koran SINDO di Jakarta, Rabu (10/7/2013).
Dikatakan, memberikan komentar untuk masukan ataupun kritikan yang membangun merupakan hak setiap orang dan hal itu dijamin oleh institusi. Apalagi, imbuh Denny, pihaknya juga sebagai korban dalam penyerangan Lapas cebongan oleh oknum Kopassus beberapa waktu lalu.
“Institusi kami diserang, petugas kami luka-luka. Jangan sampai dengan alasan tidak boleh berkomentar, jalannya persidangan makin membuka peluang hadirnya ketidakadilan,” ujarnya.
"Pelaku pembunuhan tersebut harus melalui proses peradilan yang adil dan akuntabel, dan mereka harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu, dan tentunya dihukum setimpal atas perbuatan kejinya," imbuhnya.
Untuk menciptakan proses peradilan yang adil itu, menurut Denny, diperlukan pengawasan dan sikap kritis kepada jalannya persidangan , sehingga bisa berdampak baik terhadap wibawa peradilan. “Pengawasan dan sikap kritis kepada jalannya persidangan adalah keniscayaan, justru demi tegaknya wibawa peradilan,” tuturnya.
Dia menandaskan, dalam proses peradilan kasus tersebut harus keadilan harus menang dan hadir melalui putusan yang benar atau putusan yang lahir dari proses yang fair. “Bagaimana pun keadilan harus menang dan hadir melalui putusan pengadilan ini. Yaitu putusan yang lahir dari proses yang fair, yang tidak menutup pintu koreksi dan saran perbaikan," pungkasnya.
(maf)