Kuasa hukum Luthfi nilai dakwaan jaksa menyesatkan
A
A
A
Sindonews.com - Tim kuasa Hukum Luthfi Hasan Ishaaq menilai, dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang didakwaan ke Luthfi dinilai tidak relevan, pasalnya tindak pidana asal masih belum terbukti.
"Predicate crime (tindak pidana asal) belum diketahui. Sehingga sangat beralasan KPK telah melakukan pelanggaran hukum," ujar Zainuddin Paru saat membaca membacakan keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2013).
Zainuddin menjelaskan, TPPU merupakan variabel akibat dari tindak pidana asal, maka tidak ada TPPU tanpa ada pidana asal. Menurutnya, apa yang mau dicuci jika tidak ada kejahatan yang melatar belakangi. "Sehingga, dakwaan semacam itu dapat dipastikan sebagai dakwaan kabur, tidak jelas dan menyesatkan," kata Paru.
Lebih jauh paru menjelaskan, dalam konteks TPPU, pihaknya keberatan terhadap pengungkapan ke publik, tentang adanya aliran dana ke berbagai pihak. Karena belum ada kepastian bahwa dana itu hasil kejahatan. "Untuk mengatakan seseorang itu menerima uang dari hasil kejahatan, maka harus jelas dulu apa kejahatannya," tukas Paru.
Dalam kasus dugaan suap impor daging sapi di Kementerian Pertanian (Kementan), Luthfi didakwa menerima uang suap Rp1,3 miliar dari total Rp40 miliar yang diduga dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. Menurutnya, uang tersebut diserahkan oleh Direktur PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendy dan Juard Effendi.
Atas perbuatannya, terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf a atau Pasal 5 ayat 2 Juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut jaksa, uang tersebut patut diduga untuk mempengaruhi pejabat di Kementan terkait penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013 yang diajukan Grup PT Indoguna Utama. Namun uang untuk Luthfi tidak diterima sendiri, tapi melalui orang dekatnya Ahmad Fathanah, sekira 5 Oktober 2012 hingga 29 Januari 2013 di Resto Angus Steak House Senayan City dan di kantor PT Indoguna Utama.
"Predicate crime (tindak pidana asal) belum diketahui. Sehingga sangat beralasan KPK telah melakukan pelanggaran hukum," ujar Zainuddin Paru saat membaca membacakan keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2013).
Zainuddin menjelaskan, TPPU merupakan variabel akibat dari tindak pidana asal, maka tidak ada TPPU tanpa ada pidana asal. Menurutnya, apa yang mau dicuci jika tidak ada kejahatan yang melatar belakangi. "Sehingga, dakwaan semacam itu dapat dipastikan sebagai dakwaan kabur, tidak jelas dan menyesatkan," kata Paru.
Lebih jauh paru menjelaskan, dalam konteks TPPU, pihaknya keberatan terhadap pengungkapan ke publik, tentang adanya aliran dana ke berbagai pihak. Karena belum ada kepastian bahwa dana itu hasil kejahatan. "Untuk mengatakan seseorang itu menerima uang dari hasil kejahatan, maka harus jelas dulu apa kejahatannya," tukas Paru.
Dalam kasus dugaan suap impor daging sapi di Kementerian Pertanian (Kementan), Luthfi didakwa menerima uang suap Rp1,3 miliar dari total Rp40 miliar yang diduga dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. Menurutnya, uang tersebut diserahkan oleh Direktur PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendy dan Juard Effendi.
Atas perbuatannya, terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf a atau Pasal 5 ayat 2 Juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut jaksa, uang tersebut patut diduga untuk mempengaruhi pejabat di Kementan terkait penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013 yang diajukan Grup PT Indoguna Utama. Namun uang untuk Luthfi tidak diterima sendiri, tapi melalui orang dekatnya Ahmad Fathanah, sekira 5 Oktober 2012 hingga 29 Januari 2013 di Resto Angus Steak House Senayan City dan di kantor PT Indoguna Utama.
(maf)