Isu BBM ciptakan sentimen negatif
A
A
A
Sindonews.com - Tim Prapancha Reaserch (PR) bersama dosen komunikasi Universitas Indonesia (UI) memaparkan hasil riset terbaru mengenai "Politisasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM): Siapakah yang Mencari-Cari Keuntungan?".
Tim PR membongkar makna dibalik 271 pemberitaan di tiga media cetak utama ada 3.474.710 perbincangan tentang BBM dan 105.668 percakapan BLSM di sosial media dalam kurun waktu 10 – 26 Juni 2013.
Riset menggunakan dua jenis sampel, yang pertama ialah tiga media konvensional yaitu Kompas, Bisnis Indonesia dan Rakyat Merdeka, kemudian sampel kedua ialah dinamika di jejaring media sosial. Dari 271 pemberitaan, sejumlah 48,71 persen (132 berita) memiliki sentimen negatif, diikuti 28,78 persen (78 berita) bersentimen netral dan sisanya sebesar 22,51 persen bersentimen positif.
“Alasan pemilihan atas tiga media tersebut ialah mewakili tiga kalangan masyarakat yaitu kalangan menengah ke atas (Kompas); kalangan pebisnis (Bisnis Indonesia); dan kalangan menengah ke bawah (Rakyat Merdeka), ini menunjukkan bahwa secara umum, isu BBM memiliki sentimen negatif,” ujar Direktur Eksekutif PR, Geger Riyanto di Kampus UI, Jumat (28/6/2013).
Geger menegaskan, yang menarik dari temuan sentimen negatif yang tinggi, ternyata sentimen tersebut terbesar disumbangkan oleh civil society yang terdiri atas kalangan media, pengamat atau pakar dan LSM sebanyak 161 berita.
Dalam hal ini, pemerintah justru tercatat minim mengkomunikasikan penjelasan terhadap isu BBM ini, hanya 58 berita.
“Ketertutupan dan ketidaktegasan pemerintah dengan upaya mendistribusikan “tanggung jawab” ke parlemen, sukses menggeser sentimen negatif kepada pihak lain, bukan hanya pemerintah, sebagai subjek pelaku kebijakan,” tukasnya.
Geger menyampaikan bahwa temuan menarik lainnya ialah, berbagai demonstrasi yang dilakukan, ternyata tidak memperoleh simpati publik, terbukti dengan sentimen negatif pemberitaan tentang demonstrasi di media-media maupun tanggapannya di social media, karena dianggap sebagai pengganggu ketertiban umum.
Hal ini menunjukkan sebuah fenomena baru, bahwa penyampaian aspirasi melalui demonstrasi, belum tentu efektif untuk mendapatkan dukungan publik.
““Kicauan” di media sosial oleh akun yang berpengaruh (media dan seleb tweet) justru memiliki dampak yang lebih luas, terlihat dari bagaimana ekskalasi isu di media sosial sejalan dengan ekskalasi isu di media konvensional. Tercatat, pada tanggal 21 Juni 2013 (saat pengumuman kenaikan), berita di media konvensional meningkat menjadi 17 pemberitaan, di media sosial pun mencapai angka 743.986 mention,” jelasnya.
Junior researcher PR Cindy Marta menilai justru partai politik tertentulah, yang menjadi objek sentimen negatif isu BBM ini. Cindy menyebutkan dari 19 berita tentang partai sebelum diumumkannya kenaikan BBM, 17 di antaranya ialah bersentimen negatif, di mana 15 berita negatif tersebut tertuju kepada PKS.
“Bukan hanya melalui media konvensional, di antara 402.753 pembicaraan tentang parpol terkait isu BBM di media sosial, PKS mendapatkan perhatian terbesar yaitu 217.280 mention. Jauh di atas Partai Demokrat sebesar 41.178 mention dan Partai PDIP hanya sebanyak 29.705 mention. Sikap mendua PKS terhadap isu BBM ternyata tidak menguntungkan PKS melainkan menguntungkan “pemerintah” dalam hal ini, karena cukup mampu mengalihkan isu mendasar tentang BBM kepada konflik elit dan partai, khususnya PKS,” paparnya.
Tim PR membongkar makna dibalik 271 pemberitaan di tiga media cetak utama ada 3.474.710 perbincangan tentang BBM dan 105.668 percakapan BLSM di sosial media dalam kurun waktu 10 – 26 Juni 2013.
Riset menggunakan dua jenis sampel, yang pertama ialah tiga media konvensional yaitu Kompas, Bisnis Indonesia dan Rakyat Merdeka, kemudian sampel kedua ialah dinamika di jejaring media sosial. Dari 271 pemberitaan, sejumlah 48,71 persen (132 berita) memiliki sentimen negatif, diikuti 28,78 persen (78 berita) bersentimen netral dan sisanya sebesar 22,51 persen bersentimen positif.
“Alasan pemilihan atas tiga media tersebut ialah mewakili tiga kalangan masyarakat yaitu kalangan menengah ke atas (Kompas); kalangan pebisnis (Bisnis Indonesia); dan kalangan menengah ke bawah (Rakyat Merdeka), ini menunjukkan bahwa secara umum, isu BBM memiliki sentimen negatif,” ujar Direktur Eksekutif PR, Geger Riyanto di Kampus UI, Jumat (28/6/2013).
Geger menegaskan, yang menarik dari temuan sentimen negatif yang tinggi, ternyata sentimen tersebut terbesar disumbangkan oleh civil society yang terdiri atas kalangan media, pengamat atau pakar dan LSM sebanyak 161 berita.
Dalam hal ini, pemerintah justru tercatat minim mengkomunikasikan penjelasan terhadap isu BBM ini, hanya 58 berita.
“Ketertutupan dan ketidaktegasan pemerintah dengan upaya mendistribusikan “tanggung jawab” ke parlemen, sukses menggeser sentimen negatif kepada pihak lain, bukan hanya pemerintah, sebagai subjek pelaku kebijakan,” tukasnya.
Geger menyampaikan bahwa temuan menarik lainnya ialah, berbagai demonstrasi yang dilakukan, ternyata tidak memperoleh simpati publik, terbukti dengan sentimen negatif pemberitaan tentang demonstrasi di media-media maupun tanggapannya di social media, karena dianggap sebagai pengganggu ketertiban umum.
Hal ini menunjukkan sebuah fenomena baru, bahwa penyampaian aspirasi melalui demonstrasi, belum tentu efektif untuk mendapatkan dukungan publik.
““Kicauan” di media sosial oleh akun yang berpengaruh (media dan seleb tweet) justru memiliki dampak yang lebih luas, terlihat dari bagaimana ekskalasi isu di media sosial sejalan dengan ekskalasi isu di media konvensional. Tercatat, pada tanggal 21 Juni 2013 (saat pengumuman kenaikan), berita di media konvensional meningkat menjadi 17 pemberitaan, di media sosial pun mencapai angka 743.986 mention,” jelasnya.
Junior researcher PR Cindy Marta menilai justru partai politik tertentulah, yang menjadi objek sentimen negatif isu BBM ini. Cindy menyebutkan dari 19 berita tentang partai sebelum diumumkannya kenaikan BBM, 17 di antaranya ialah bersentimen negatif, di mana 15 berita negatif tersebut tertuju kepada PKS.
“Bukan hanya melalui media konvensional, di antara 402.753 pembicaraan tentang parpol terkait isu BBM di media sosial, PKS mendapatkan perhatian terbesar yaitu 217.280 mention. Jauh di atas Partai Demokrat sebesar 41.178 mention dan Partai PDIP hanya sebanyak 29.705 mention. Sikap mendua PKS terhadap isu BBM ternyata tidak menguntungkan PKS melainkan menguntungkan “pemerintah” dalam hal ini, karena cukup mampu mengalihkan isu mendasar tentang BBM kepada konflik elit dan partai, khususnya PKS,” paparnya.
(lns)