Teliti sifat adikuasa Amerika, Kasiyarno raih Doktor

Jum'at, 28 Juni 2013 - 01:00 WIB
Teliti sifat adikuasa Amerika, Kasiyarno raih Doktor
Teliti sifat adikuasa Amerika, Kasiyarno raih Doktor
A A A
Sindonews.com - Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara adi kuasa di dunia, istilah tersebut melekat dan sangat dikenal utamanya pada masa perang dingin, dimana sejumlah negara ASEAN tunduk pada tekanan militer, ekonomi, dan politik AS.

"Pada saat perang dingin yakni sekitar 1990-2000, para diplomat, personil intelijen, dan penasehat militer AS duduk bercokol mengawasi jalannya kebijakan pemerintahan. Bisa dikatakan setiap persoalan yang terjadi dibelahan dunia manapun, harus diselesaikan dengan cara Amerika Serikat," ujar Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Kasiyarno, dalam paparan disertasi ujian terbuka doktor dengan mengangkat judul Budaya Hegemonik Amerika Serikat di Malaysia Pasca Perang Dingin 1999-2000.

Bertempat di Fakultas Ilmu Budaya UGM Kamis (27/6), Kasiyarno menuturkan, usai perang dingin, agresifitas AS untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai salah satu pasar potensial tidak berjalan mulus. Kala itu, terjadi pertarungan Kapitalisme AS melawan Kapitalisme Asia, meski akhirnya kapitalisme dari AS yang berhasil menjadi pemanang.

"Berdasarkan kajian kawasan, kepentingan nasional AS di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara adalah untuk memantapkan posisi hegemoniknya baik secara soft power maupun hard power. Dengan melihat aspek bangunan ideologis, upaya pemantapan posisi tersebut jelas harus memperhitungkan nilai-nilai Asia dan nilai-nilai Islam," jelasnya.

Dihadapan sejumlah penguji, Kasiyarno mengungkapkan, bagi AS perang dingin telah memberi pupuk yang subur bagi berkembangnya gagasan homogenitas dalam pandangan hidup bangsa AS sendiri, yaitu kecenderungan untuk mengatur dunia secara tunggal. Perang dingin juga telah memberikan nuansa politik yang kental dalam budaya orang AS.

Seiring berjalannya waktu, Malaysia menjadi suatu negara di Asia yang berani melawan hegemoni AS. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan perdana menteri Mahathir Mohammad. Bagi Mahathir, hegemoni AS wajib dilawan karena dalam prakteknya hegemoni tersebut seringkali tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusian.

"Kekejaman hegemoni AS terbukti dari kesewenang-wenangannya untuk membunuh mereka yang dianggap melawan. Selain itu, hegemoni tersebut mempunyai standar ganda, perlakuan pilih kasih atas nama yang dianggap negara kawan dan mana negara lawan dan ketiga. Hegemoni AS juga ditegakkan atas dasar ingin menang sendiri sehingga meninggalkan pertimbangan akal sehat," tegas Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) DIY ini.

Menurut Kasiyarno, model perlawanan hegemoni Malaysia di masa pemerintahan Mahathir disebut Model Konsensus Bersyarat. Tetap menjalin kerjasama dengan AS tetapi tetap ada upaya mempertahankan jati diri dan kemandirian bangsa Malaysia. Namun demikian, ketegangan kedua negara sulit dihindarkan. Ketegangan banyak terjadi di era Clinton, terutama ketika keterlibatan AS dalam pembangunan ekonomi di kawasan Asia Pasifik dan Asia Timur.

"Sekalipun dominasi AS dalam kasus ini tak terkalahkan, Mahathir berhasil memberikan citra diri sebagai pemimpin internasional yang bertindak sebagai juru bicara Asia. Dan sikap pertentangan Malaysia tersebut semata-mata sebagai sebuah upaya penyeimbang secara moral atas berbagai sikap AS yang tidak menghormati kedaulatan budaya dan pemerintahan negara-negara Asia, khususnya Malaysia," terang Kasiyarno.

Penelitian tersebut, dikatakan Kasiyarno, cukup bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuwan dalam American Studies, terutama dalam setting pengaruh budaya hegemonik AS keluar negeri, khususnya ke wilayah Asia Tenggara. Dengan mengungkap sikap Malaysia dalam menghadapi tekanan demi tekanan yang dilakukan AS akan membuka wawasan bangsa dan Indonesia dapat mengambil pelajaran atas sikap konsisten dan percaya diri Malaysia dalam memajukan rakyat dan negara tanpa harus mengorbankan harkat dan martabat bangsa.
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5328 seconds (0.1#10.140)