Apoteker minta dilibatkan dalam Sistem Jaminan Sosial

Jum'at, 28 Juni 2013 - 00:01 WIB
Apoteker minta dilibatkan...
Apoteker minta dilibatkan dalam Sistem Jaminan Sosial
A A A
Sindonews.com - Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan gagal jika tidak melibatkan peran apoteker, karena adanya biaya obat bisa hingga 40 persen dari sistem jaminan sisual tersebut.

Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Dani Pratomo berharap pemerintah melibatkan apoteker dalam SJSN agar masyarakat tidak terbebani harga obat yang mahal.

Aspirasi ini telah disampaikan kepada Komisi IX DPR RI, dengan mewakili 45.000 apoteker diseluruh Indonesia, agar DPR bisa menegur pemerintah karena tidak konsisten melaksanakan aturan.

“Kami ingin proses penegakan hukum tentang UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), percuma kalau Indonesia mempunyai begitu banyak lulusan-lulusan apoteker terbaik namun tidak dimanfaat ketika momentum BPJS digelar,” keluh Dani saat ditemui di Jakarta, Kamis (27/6/2013).

Menurutnya, sikap ini disampaikan karena pemerintah telah menelurkan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Namun dalam beleid tersebut, jasa apoteker tidak masuk dalam sistem reimbursement klaim pelayanan kesehatan. Hanya terdapat harga obat, alat medis dan jasa dokter saja.

“Padahal dalam UU Kesehatan pasal 108 apoteker adalah salah satu tenaga kesehatan, harusnya dalam pelaksanaan UU apoteker masuk kedalam sistem, artinya pemerintah tidak konsiten melaksanakan program ini,” ujar nya..

Lanjut dia, tujuan BPJS adalah agar masyarakat bisa menjangkau harga obat. Jika hanya mengandalkan dokter dalam menentukan jenis obat, maka belum tentu tercipta harga yang ekonomis.

“Dokter bukan ahli dibidang obat-obatan. Pelayanan kesehatan menggunakan sistem out of pocket, dimana pasien membayar langsung. Karena dokter tidak pernah terpikir farmako ekonomi, maka pasien bisa menerima obat yang sangat mahal dari dokter, ” ungkapnya.

Ia mencontohkan, obat-obatan yang memiliki harga Rp 300-400 memiliki kualitas yang sama dengan harga obat Rp 4.000-5000. Namun karena pengetahuan obat dari dokter terbatas, maka pasien bisa diberikan harga yang lebih mahal.

Akibatnya, banyak rumah sakit yang baru-baru ini mengajukan klaim obat pasien yang sangat mahal sekali. “Karena itu, ditengah persaingan industri farmasi yang ketat dibutuhkan peran apoteker yang bisa membantu memberikan jalan tengah agar obat bisa efektif dan ekonomis,” ungkapnya.

Sekedar informasi, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menargetkan SJSN pada tahun 2014 bisa melayani 70% dari total masyarakat Indonesia. Sedangkan pada tahun 2017 BPJS bisa menargetkan hingga sebanyak 90% masyarakat terlindungi.
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9749 seconds (0.1#10.140)