Muradi: PKS sudah berbuat apa 9 tahun terakhir?
A
A
A
Sindonews.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan menolak kenaikan harga BBM. Namun, Menteri asal PKS tetap diminta mendukung kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi cenderung melihat kepentingan publik secara substansi tidak lagi menjadi agenda utama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekarang ini. Akan tetapi, lebih sekadar agar PKS tetap punya akses kekuasaan untuk kepentingan kelompok mereka semata.
"Untuk itu, publik harus pula kritis atas apa yang telah dilakukan PKS selama sembilan tahun mendukung SBY," ujarnya melalui sambungan telepon kepada Sindonews, Jumat (14/6/2013).
Karena itu, ia menilai sikap PKS sungguh memalukan jika ingin menterinya tetap berada di kabinet, sementara di sisi lain partainya dengan keras menentang kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Makanya keinginan untuk dikeluarkan dari koalisi tapi menterinya tidak ingin diganti adalah praktik kepicikan politik yang tak perlu didukung, karena hanya akan merusak tatanan demokrasi di Indonesia," tandas pria yang juga menjadi dosen di Universitas Paramadina ini.
Muradi menjelaskan, kasus-kasus yang melibatkan elite politik PKS adalah bagian dari fakta dan realitas politik bahwa partai berlambang bulan sabit dan padi tidak sepenuhnya pro publik. Menurutnya, gaya hidup elite politik partai selama 10 tahun terakhir menjadi bukti bahwa PKS hanya mencoba memainkan strategi dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah.
"PKS memancing di air keruh atas kegundahan publik terkait kenaikan BBM. PKS berharap itu menjadi milestone atau pijakan politik baik fight back atas apa yg menimpa mereka selama ini dan berharap akan mendapatkan simpati dan dukungan publik pada saat ini dan memanennya di Pemilu 2014 nanti," pungkasnya.
Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi cenderung melihat kepentingan publik secara substansi tidak lagi menjadi agenda utama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekarang ini. Akan tetapi, lebih sekadar agar PKS tetap punya akses kekuasaan untuk kepentingan kelompok mereka semata.
"Untuk itu, publik harus pula kritis atas apa yang telah dilakukan PKS selama sembilan tahun mendukung SBY," ujarnya melalui sambungan telepon kepada Sindonews, Jumat (14/6/2013).
Karena itu, ia menilai sikap PKS sungguh memalukan jika ingin menterinya tetap berada di kabinet, sementara di sisi lain partainya dengan keras menentang kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Makanya keinginan untuk dikeluarkan dari koalisi tapi menterinya tidak ingin diganti adalah praktik kepicikan politik yang tak perlu didukung, karena hanya akan merusak tatanan demokrasi di Indonesia," tandas pria yang juga menjadi dosen di Universitas Paramadina ini.
Muradi menjelaskan, kasus-kasus yang melibatkan elite politik PKS adalah bagian dari fakta dan realitas politik bahwa partai berlambang bulan sabit dan padi tidak sepenuhnya pro publik. Menurutnya, gaya hidup elite politik partai selama 10 tahun terakhir menjadi bukti bahwa PKS hanya mencoba memainkan strategi dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah.
"PKS memancing di air keruh atas kegundahan publik terkait kenaikan BBM. PKS berharap itu menjadi milestone atau pijakan politik baik fight back atas apa yg menimpa mereka selama ini dan berharap akan mendapatkan simpati dan dukungan publik pada saat ini dan memanennya di Pemilu 2014 nanti," pungkasnya.
(kri)