RUU Tembakau, jangan sampai memberangus warisan budaya nusantara
A
A
A
Sindonews.com - Kretek sebagai warisan budaya nusantara merupakan perlawanan wacana terhadap propaganda kapitalisme global, yang ingin mengendalikan tembakau melalui produk politik baik berapa Undang-undang (UU) dan regulasi lainnya.
"Di DPR saat ini masih dibahas dua isu penting dalam RUU (Rancangan Undang-undang) Pertembakauan, yakni tembakau menjadi rokok, yang kedua tembakau dilihat dari aspek kesehatan," kata Budayawan Mohammad Sobary, saat diskusi Wacana Tanding Gerakan Anti Tembakau dan Peluncuran buku yang diselenggarakan oleh Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI), di Jakarta, Senin (10/6/2013).
Pada kesempatan itu, dia juga mengatakan, RUU soal tembakau yang tengah digodok di DPR, diminta harus mempunyai fungsi protektif, bukan fungsi eliminatif (penyingkiran) industri rokok.
"Muatan kepentingan yang secara jelas maupun terselubung untuk meniadakan kretek yang terumus dalam Undang-Undang Kesehatan dan PP seharusnya ditinjau kembali," kata dia.
Jadi, lanjut Sobari, jangan sampai pengendalian tembakau memberangus warisan budaya nusantara kita (tembakau), industri-industri nasional yang tergantung pada tembakau.
"Home industri di desa-desa yang memproduksi rokok kretek. Petani-petani tembakau dan dampaknya kelak terhadap kawan-kawan buruh kelak," ungkapnya
Dia mengatakan, industri dan petani tembakau kelompok yang tertindas oleh pemerintah. Awalnya, karena rokok putih tidak laris dinegaranya karena muncul rokok hasil dari negara berkembang.
"Lebih dari lima juta orang yang terlibat langsung dalam industri produk tembakau dalam hal ini rokok, dan lebih banyak lagi mereka yang terlibat secara tidak langsung sampai ke proses distribusinya. Dengan demikian Undang-undang maupun regulasi terkait harus mempunyai fungsi protektif, bukan fungsi eliminatif (penyingkiran) industri rokok," paparnya.
"Di DPR saat ini masih dibahas dua isu penting dalam RUU (Rancangan Undang-undang) Pertembakauan, yakni tembakau menjadi rokok, yang kedua tembakau dilihat dari aspek kesehatan," kata Budayawan Mohammad Sobary, saat diskusi Wacana Tanding Gerakan Anti Tembakau dan Peluncuran buku yang diselenggarakan oleh Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI), di Jakarta, Senin (10/6/2013).
Pada kesempatan itu, dia juga mengatakan, RUU soal tembakau yang tengah digodok di DPR, diminta harus mempunyai fungsi protektif, bukan fungsi eliminatif (penyingkiran) industri rokok.
"Muatan kepentingan yang secara jelas maupun terselubung untuk meniadakan kretek yang terumus dalam Undang-Undang Kesehatan dan PP seharusnya ditinjau kembali," kata dia.
Jadi, lanjut Sobari, jangan sampai pengendalian tembakau memberangus warisan budaya nusantara kita (tembakau), industri-industri nasional yang tergantung pada tembakau.
"Home industri di desa-desa yang memproduksi rokok kretek. Petani-petani tembakau dan dampaknya kelak terhadap kawan-kawan buruh kelak," ungkapnya
Dia mengatakan, industri dan petani tembakau kelompok yang tertindas oleh pemerintah. Awalnya, karena rokok putih tidak laris dinegaranya karena muncul rokok hasil dari negara berkembang.
"Lebih dari lima juta orang yang terlibat langsung dalam industri produk tembakau dalam hal ini rokok, dan lebih banyak lagi mereka yang terlibat secara tidak langsung sampai ke proses distribusinya. Dengan demikian Undang-undang maupun regulasi terkait harus mempunyai fungsi protektif, bukan fungsi eliminatif (penyingkiran) industri rokok," paparnya.
(mhd)