Ricuh di KJRI Jeddah diduga karena buruknya pelayanan
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi IX DPR RI Indra menduga, kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, merupakan refleksi buruknya pelayanan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sehingga akhirnya memunculkan kemarahan.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta pihak terkait melakukan evaluasi menyeluruh atas terjadinya kerusuhan itu, dan juga jangan mengkambinghitamkan provokator.
“Rasanya tidak mungkin para TKI akan melakukan kerusuhan apabila meraka mendapatkan pelayanan yang baik. Jangan posisikan para TKI sebagai warga negara kelas dua. Karena Mereka sama dengan kita yang ada di tanah air, bahkan mereka pahlawan devisa negara,” ujar Indra kepada wartawan, Senin (10/6/2013).
Dia meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), harus menjadikan peristiwa tersebut sebagai persoalan yang sangat serius. "Untuk menjadi pelajaran agar bisa mewujudkan pelayanan yang baik," tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, seharusnya KJRI dari awal bisa memprediksi kemungkinan membludaknya TKI yang akan membuat Surat perjalanan Laksana Paspor (SPLP) itu. “Seharusnya KJRI memikirkan itu, kan dari awal sudah tahu mereka berapa jumlah TKI yang akan mengurus surat itu, tentunya harus disiapkan pelayanan yang lebih,” ujarnya.
Untuk diketahui, kantor KJRI RI di Jeddah, Arab Saudi, yang berada di Jalan Al Rehab Distrik, dibakar TKI. Peristiwa itu terjadi Minggu 9 Juni 2013 pukul 18.40 WIB.
Sebelum terjadi pembakaran, TKI bermasalah mengantre untuk mengurus Surat perjalanan Laksana Parpor (SPLP) sebagai syarat mendapatkan paspor dan izin kerja tinggal atau identitas diri (Iqoma). Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi menyulut aksi mereka itu. Yang jelas saat mengantre itu kondisi suhu panas sangat terik.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta pihak terkait melakukan evaluasi menyeluruh atas terjadinya kerusuhan itu, dan juga jangan mengkambinghitamkan provokator.
“Rasanya tidak mungkin para TKI akan melakukan kerusuhan apabila meraka mendapatkan pelayanan yang baik. Jangan posisikan para TKI sebagai warga negara kelas dua. Karena Mereka sama dengan kita yang ada di tanah air, bahkan mereka pahlawan devisa negara,” ujar Indra kepada wartawan, Senin (10/6/2013).
Dia meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), harus menjadikan peristiwa tersebut sebagai persoalan yang sangat serius. "Untuk menjadi pelajaran agar bisa mewujudkan pelayanan yang baik," tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, seharusnya KJRI dari awal bisa memprediksi kemungkinan membludaknya TKI yang akan membuat Surat perjalanan Laksana Paspor (SPLP) itu. “Seharusnya KJRI memikirkan itu, kan dari awal sudah tahu mereka berapa jumlah TKI yang akan mengurus surat itu, tentunya harus disiapkan pelayanan yang lebih,” ujarnya.
Untuk diketahui, kantor KJRI RI di Jeddah, Arab Saudi, yang berada di Jalan Al Rehab Distrik, dibakar TKI. Peristiwa itu terjadi Minggu 9 Juni 2013 pukul 18.40 WIB.
Sebelum terjadi pembakaran, TKI bermasalah mengantre untuk mengurus Surat perjalanan Laksana Parpor (SPLP) sebagai syarat mendapatkan paspor dan izin kerja tinggal atau identitas diri (Iqoma). Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi menyulut aksi mereka itu. Yang jelas saat mengantre itu kondisi suhu panas sangat terik.
(maf)