Demokrat juga pernah seperti PKS
A
A
A
Sindonews.com - Sikap penolakan PKS atas niat kebijakan pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi dianggap hal biasa dalam negara demokrasi seperti Indonesia.
Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan, penolakan serupa juga pernah dilakukan oleh partai-partai koalisi lainnya termasuk oleh Partai Demokrat.
“Penolakan ataupun perbedaan pandangan antara anggota koalisi dan pimpinannya juga bukan hanya dilakukan oleh PKS sendiri, tapi juga oleh partai-partai koalisi lainnya seperti PAN, PPP, Partai Golkar,” ujar Ronald ketika dihubungi, Jumat (7/6/2013).
Perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh PKS seperti pada isu kenaikan harga BBM bersubsidi menurutnya juga pernah dilakukan oleh Partai Demokrat. ”Ketika angket pajak, meski PD yang pertama kali melucurkan dilakukannya angket tersebut, semua partai lain bahkan setuju dilakukan,” tambahnya.
Partai Demokrat, ujar dia, yang justru pada awalnya menggulirkan justru berdiri sendirian dengan PKB. Bahkan Partai Gerindra justru berada dibelakang Partai Demokrat, padahal bukan anggota koalisi
Dia pun memberikan contoh lain seperti dalam pembahasan RUU Ormas dimana fraksi-fraksi anggota koalisi juga berbeda-beda pendapatnya. ”Disini pilihan PKS juga berbeda dengan pilihan anggota koalisi lainnya,"katanya.
PAN, lanjut dia, juga berbeda ketika meminta penundaan penyelesaian RUU ini. Dia menambahkan, keberadaan koalisi pada akhirnya tergantung pada interest masing-masing anggotanya juga. “Jadi pintar-pintarnya saja lah memainkan isu politiknya selama masalah hukum atau prosedurnya tidak dilanggar,” jelasnya.
Ronald menilai keberadaan koalisi saat ini justru telah menyandera lebih awal proses demokrasi di Indonesia. Koalisi menurutnya merusak independensi parlemen yang harusnya bebas. “Anggota DPR itu harusnya bebas, tapi tersandera oleh fraksi dan fraksi juga seperti tersandera oleh koalisi,"katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, secara aturan hukum penolakan PKS juga biasa saja karena dalam pembahasan RUU APBN boleh saja pro dan kontra. "Tentu ada pilihan dan konsekuensinya.Sekarang tinggal pimpinan koalisi saja yang memutuskan. Secara politik PKS boleh saja didesak, tapi secara hukum prosedural tidak,” tandasnya.
Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan, penolakan serupa juga pernah dilakukan oleh partai-partai koalisi lainnya termasuk oleh Partai Demokrat.
“Penolakan ataupun perbedaan pandangan antara anggota koalisi dan pimpinannya juga bukan hanya dilakukan oleh PKS sendiri, tapi juga oleh partai-partai koalisi lainnya seperti PAN, PPP, Partai Golkar,” ujar Ronald ketika dihubungi, Jumat (7/6/2013).
Perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh PKS seperti pada isu kenaikan harga BBM bersubsidi menurutnya juga pernah dilakukan oleh Partai Demokrat. ”Ketika angket pajak, meski PD yang pertama kali melucurkan dilakukannya angket tersebut, semua partai lain bahkan setuju dilakukan,” tambahnya.
Partai Demokrat, ujar dia, yang justru pada awalnya menggulirkan justru berdiri sendirian dengan PKB. Bahkan Partai Gerindra justru berada dibelakang Partai Demokrat, padahal bukan anggota koalisi
Dia pun memberikan contoh lain seperti dalam pembahasan RUU Ormas dimana fraksi-fraksi anggota koalisi juga berbeda-beda pendapatnya. ”Disini pilihan PKS juga berbeda dengan pilihan anggota koalisi lainnya,"katanya.
PAN, lanjut dia, juga berbeda ketika meminta penundaan penyelesaian RUU ini. Dia menambahkan, keberadaan koalisi pada akhirnya tergantung pada interest masing-masing anggotanya juga. “Jadi pintar-pintarnya saja lah memainkan isu politiknya selama masalah hukum atau prosedurnya tidak dilanggar,” jelasnya.
Ronald menilai keberadaan koalisi saat ini justru telah menyandera lebih awal proses demokrasi di Indonesia. Koalisi menurutnya merusak independensi parlemen yang harusnya bebas. “Anggota DPR itu harusnya bebas, tapi tersandera oleh fraksi dan fraksi juga seperti tersandera oleh koalisi,"katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, secara aturan hukum penolakan PKS juga biasa saja karena dalam pembahasan RUU APBN boleh saja pro dan kontra. "Tentu ada pilihan dan konsekuensinya.Sekarang tinggal pimpinan koalisi saja yang memutuskan. Secara politik PKS boleh saja didesak, tapi secara hukum prosedural tidak,” tandasnya.
(lal)