Tolak harga BBM, PKS baiknya angkat kaki dari Setgab
A
A
A
Sindonews.com - Aksi kampanye Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Kampanye penolakan itu menjadi kontroversi karena PKS merupakan salah satu parpol yang tergabung dalam koalisi atau Setgab. Selain itu, kampanye ini dilakukan saat PKS terpuruk oleh kasus korupsi daging impor sapi.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin, secara isu, penolakan kenaikan BBM sangat populis di mata masyarakat. Siapapun yang mengambil isu itu pasti akan disenangi rakyat.
"Masalahnya adalah sikap PKS ini positioningnya lebih keliatan, 'yang penting beda', secara dia tergabung dalam setgab koalisi, harusnya yang namanya koalisi konsisten seperti parpol lain mendukung kebijakan pemerintah," tukas Afif, Selasa (4/5/2013).
Jika memang sudah tidak cocok lagi dengan perjuangan politik koalisi, PKS lebih baik keluar, sehingga tak memiliki beban apapun seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Pilihannya berani enggak PKS menarik kursi ketiga menterinya dari kabinet, sehingga konsekuensi atas sikapnya itu. Biar jelas positioningnya. Engga elok kalau berkoalisi minta enaknya saja, keputusan politik yang berisiko juga harus ditanggung," tutur Afif.
Seperti diketahui, PKS memasang sejumlah spanduk di beberapa titik lokasi. Tidak hanya di Jakarta, spanduk itu juga dipasang di berbagai daerah.
"Tolak Kenaikan Harga BBM”. Demikian bunyi pesan spanduk yang dipasang di perempatan Hotel Millennium, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Spanduk dengan pesan sama, sebagian besar disertai gambar wajah politisi PKS seperti Triwisaksana, di antaranya ada yang bersama Presiden DPP PKS Anis Matta juga tersebar di beberapa titik strategis lain di Ibu Kota.
Kampanye penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) itu terlihat sangat heroik karena mengatasnamakan kepentingan rakyat: kenaikan harga BBM hanya akan menambah beban masyarakat.
Masyarakat yang sepakat dengan sikap tersebut tentu senang karena ada parpol yang membela kepentingannya.
Kampanye penolakan itu menjadi kontroversi karena PKS merupakan salah satu parpol yang tergabung dalam koalisi atau Setgab. Selain itu, kampanye ini dilakukan saat PKS terpuruk oleh kasus korupsi daging impor sapi.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin, secara isu, penolakan kenaikan BBM sangat populis di mata masyarakat. Siapapun yang mengambil isu itu pasti akan disenangi rakyat.
"Masalahnya adalah sikap PKS ini positioningnya lebih keliatan, 'yang penting beda', secara dia tergabung dalam setgab koalisi, harusnya yang namanya koalisi konsisten seperti parpol lain mendukung kebijakan pemerintah," tukas Afif, Selasa (4/5/2013).
Jika memang sudah tidak cocok lagi dengan perjuangan politik koalisi, PKS lebih baik keluar, sehingga tak memiliki beban apapun seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Pilihannya berani enggak PKS menarik kursi ketiga menterinya dari kabinet, sehingga konsekuensi atas sikapnya itu. Biar jelas positioningnya. Engga elok kalau berkoalisi minta enaknya saja, keputusan politik yang berisiko juga harus ditanggung," tutur Afif.
Seperti diketahui, PKS memasang sejumlah spanduk di beberapa titik lokasi. Tidak hanya di Jakarta, spanduk itu juga dipasang di berbagai daerah.
"Tolak Kenaikan Harga BBM”. Demikian bunyi pesan spanduk yang dipasang di perempatan Hotel Millennium, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Spanduk dengan pesan sama, sebagian besar disertai gambar wajah politisi PKS seperti Triwisaksana, di antaranya ada yang bersama Presiden DPP PKS Anis Matta juga tersebar di beberapa titik strategis lain di Ibu Kota.
Kampanye penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) itu terlihat sangat heroik karena mengatasnamakan kepentingan rakyat: kenaikan harga BBM hanya akan menambah beban masyarakat.
Masyarakat yang sepakat dengan sikap tersebut tentu senang karena ada parpol yang membela kepentingannya.
(lns)