Erman Umar: Zul hanya ingin menolong Fahd
A
A
A
Sindonews.com - Kuasa hukum Zulkarnaen Djabar (ZD) Erman Umar menilai vonis Majelis Hakim 15 tahun penjara terhadap kliennya cukup aneh.
Majelis Hakim tidak mengikuti fakta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendasarkan hanya kepada satu saksi.
"Saya melihat putusan Hakim di sini berlebihan, ini kasus suap bukan korupsi, tidak ada kerugian negara, artinya di sini pihak swasta," ujar Erman Umar Sabtu (1/6/2013).
Dalam proyek itu, kliennya sama sekali tidak pernah memerintah ataupun berinisiatif, tapi hanya ingin menolong. Namun kelemahannya tidak mengetahui jika kemudian dimanfaatkan.
"Ketika Fahd tesangkut kasus Wa Ode, Zul (ZD) langsung menghubungi Dendy Prasetyo (anak ZD) agar berhati-hati dengan Fahd," tukas Umar Erman.
Seperti diketahui, ZD dan putranya, Dendy Prasetya, divonis masing-masing 15 tahun dan 8 tahun penjara dalam perkara dugaan pengadaan Alquran tahun anggaran 2011-2012 dan Laboratorium Madrasah Tsanawiyah.
Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar nonaktif dan putranya langsung mengajukan banding.
Sementara itu, JPU KPK yang dipimpin Kemas Abdul Roni mengatakan akan pikir-pikir untuk mengajukan banding.
Vonis Majelis Hakim bagi ZD ini lebih berat dari tuntutan JPU yang menuntutnya dengan hukuman 12 tahun penjara. Sementara hukuman Dendy lebih ringan setahun dari tuntutan JPU.
Sebelumnya JPU menuntut Dendy dengan sembilan tahun penjara. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai terdakwa I Zulkarnaen Djabar dan terdakwa II Dendy Prasetya merugikan umat Islam akibat tindakan tersebut.
“Hal-hal yang memberatkan telah mencederai umat Islam. Perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II dapat menghambat umat Islam dalam memenuhi kebutuhan beribadah dengan pemenuhan Alquran,” kata Ketua Majelis Hakim Afiantara saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 30 Mei 2013 malam.
Selain vonis penjara, kedua terdakwa itu masing-masing dikenakan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan penjara.
Majelis juga menjatuhkan pidana uang pengganti sebesar Rp5,740 miliar untuk masing-masing terdakwa. Dengan ketentuan apabila mereka tidak membayar dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk dikembalikan ke negara.
Majelis Hakim tidak mengikuti fakta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendasarkan hanya kepada satu saksi.
"Saya melihat putusan Hakim di sini berlebihan, ini kasus suap bukan korupsi, tidak ada kerugian negara, artinya di sini pihak swasta," ujar Erman Umar Sabtu (1/6/2013).
Dalam proyek itu, kliennya sama sekali tidak pernah memerintah ataupun berinisiatif, tapi hanya ingin menolong. Namun kelemahannya tidak mengetahui jika kemudian dimanfaatkan.
"Ketika Fahd tesangkut kasus Wa Ode, Zul (ZD) langsung menghubungi Dendy Prasetyo (anak ZD) agar berhati-hati dengan Fahd," tukas Umar Erman.
Seperti diketahui, ZD dan putranya, Dendy Prasetya, divonis masing-masing 15 tahun dan 8 tahun penjara dalam perkara dugaan pengadaan Alquran tahun anggaran 2011-2012 dan Laboratorium Madrasah Tsanawiyah.
Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Golkar nonaktif dan putranya langsung mengajukan banding.
Sementara itu, JPU KPK yang dipimpin Kemas Abdul Roni mengatakan akan pikir-pikir untuk mengajukan banding.
Vonis Majelis Hakim bagi ZD ini lebih berat dari tuntutan JPU yang menuntutnya dengan hukuman 12 tahun penjara. Sementara hukuman Dendy lebih ringan setahun dari tuntutan JPU.
Sebelumnya JPU menuntut Dendy dengan sembilan tahun penjara. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai terdakwa I Zulkarnaen Djabar dan terdakwa II Dendy Prasetya merugikan umat Islam akibat tindakan tersebut.
“Hal-hal yang memberatkan telah mencederai umat Islam. Perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II dapat menghambat umat Islam dalam memenuhi kebutuhan beribadah dengan pemenuhan Alquran,” kata Ketua Majelis Hakim Afiantara saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 30 Mei 2013 malam.
Selain vonis penjara, kedua terdakwa itu masing-masing dikenakan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan penjara.
Majelis juga menjatuhkan pidana uang pengganti sebesar Rp5,740 miliar untuk masing-masing terdakwa. Dengan ketentuan apabila mereka tidak membayar dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk dikembalikan ke negara.
(lns)