Diduga yayasan milik Soeharto rugikan negara Rp3,7 T
A
A
A
Sindonews.com - Jaksa Agung Basrief Arief mengakui, sampai saat ini Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan masih belum menerima salinan putusan resmi dari Mahkamah Agung (MA), terkait dengan Yayasan Supersemar yang diketuai oleh mantan Presiden Soeharto.
Diduga, Yayasan Supersemar melakukan tindak korupsi, serta merugikan negara sebesar Rp3,7 triliun. "Salinan putusan secara resmi masih belum, kita baru mendapatkan melalui website," ujar Basrief saat dimintai keterangan oleh wartawan, di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2013).
Namun, saat ini Basrief menuturkan, sudah meminta Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (Jamdatun) ST Burhanuddin, untuk melakukan koordinasi dengan MA melalui pengadilan, agar segera mempercepat salinan putusannya.
"Saya sudah meminta kepada Jamdatun untuk melakukan koordinasi ke MA melalui pengadilan. Jadi itu akan kita umumin nanti ya," kata Basrief.
Di tempat terpisah, Burhanuddin juga mengakui, pihaknya sudah menyatakan akan mengkoordinasikan dengan MA, setelah dua kali mengecek ke PN Jakarta Selatan, namun tidak ada hasil. "Salinan putusannya belum diterima. Jadi apanya yang akan dieksekusi," kata Burhanuddin saat dimintai keterangan oleh wartawan di Kejaksaan Agung.
Seperti diberitakan sebelumnya, perkara Nomor: 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, sudah diputus sejak 2010 lalu namun baru diketahui setelah Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendatangi Kejagung dan menemui Wakil Jaksa Agung Darmono.
Dalam putusan tersebut, dinyatakan bahwa Suharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Sedangkan enam yayasan lain yang diketuai oleh Soeharto, sedang dalam proses penelitian untuk digugat. Keenam yayasan tersebut terdiri Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.
Diduga, Yayasan Supersemar melakukan tindak korupsi, serta merugikan negara sebesar Rp3,7 triliun. "Salinan putusan secara resmi masih belum, kita baru mendapatkan melalui website," ujar Basrief saat dimintai keterangan oleh wartawan, di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2013).
Namun, saat ini Basrief menuturkan, sudah meminta Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (Jamdatun) ST Burhanuddin, untuk melakukan koordinasi dengan MA melalui pengadilan, agar segera mempercepat salinan putusannya.
"Saya sudah meminta kepada Jamdatun untuk melakukan koordinasi ke MA melalui pengadilan. Jadi itu akan kita umumin nanti ya," kata Basrief.
Di tempat terpisah, Burhanuddin juga mengakui, pihaknya sudah menyatakan akan mengkoordinasikan dengan MA, setelah dua kali mengecek ke PN Jakarta Selatan, namun tidak ada hasil. "Salinan putusannya belum diterima. Jadi apanya yang akan dieksekusi," kata Burhanuddin saat dimintai keterangan oleh wartawan di Kejaksaan Agung.
Seperti diberitakan sebelumnya, perkara Nomor: 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, sudah diputus sejak 2010 lalu namun baru diketahui setelah Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendatangi Kejagung dan menemui Wakil Jaksa Agung Darmono.
Dalam putusan tersebut, dinyatakan bahwa Suharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun.
Sedangkan enam yayasan lain yang diketuai oleh Soeharto, sedang dalam proses penelitian untuk digugat. Keenam yayasan tersebut terdiri Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.
(maf)