RUU kontroversial acapkali kuras waktu & tenaga
A
A
A
Sindonews.com - Masa Sidang IV Tahun 2012-2013 resmi dibuka 13 Mei 2013 lalu. Terkait fungsi legislasi, bobot pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) di masa sidang sekarang akan semakin berat.
Peraturan DPR itu juga memberikan landasan untuk penarikan suatu RUU yang sedang dalam proses pembahasan pada pembicaraan tingkat I. Salah satu RUU yang kontroversial dan mendapat penolakan keras dari publik dan bahkan dari berbagai pemangku kepentingan kunci adalah RUU Ormas yang juga sudah melampaui masa pembahasan dan waktu perpanjangan (sudah dibahas selama 1,5 tahun).
"Beberapa RUU lain yang telah melampaui batas waktu pembahasan adalah RUU Pendidikan Kedokteran dan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (judul diganti menjadi RUU Pencegahan Perusakan Hutan)," kata direktur eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri lewat rilisnya kepada Sindonews, Senin (27/5/2013).
Menurutnya, perlu memperbaiki mekanisme pembahasan RUU. Pembahasan RUU saat ini tidak jarang terjebak dalam wilayah teknis, seperti penggunaan titik dan koma dalam suatu kalimat di pasal. "Hal itu juga dampak dari penggunaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai alat pembahasan, sehingga metode pembahasan pasal per pasal tidak dapat dihindarkan," pungkasnya.
Ronald mengatakan, saat ini sekira 90,5 persen anggota DPR dicalonkan kembali oleh partainya untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) 2014-2019. "Menghadapi kondisi seperti ini jelas tidak bisa dengan upaya biasa saja. Harus ada serangkaian terobosan mengantisipasi bobot legislasi yang semakin berat," tegasnya.
Menurutnya terobosan itu adalah, dengan melakukan penarikan Rancangan Undang-undang (RUU). Pasal 141 Tata Tertib mengatur durasi pembahasan suatu RUU dalam jangka waktu paling lama dua kali masa sidang dan dapat diperpanjang paling lama satu kali masa sidang.
"Namun pembatasan waktu pembahasan tersebut tidak efektif, karena dalam Tata Tertib DPR tidak mencantumkan konsekuensi apabila melebihi total tiga masa sidang. Walhasil, saat ini mudah untuk menemukan RUU-RUU yang dibahas melebihi tiga kali masa sidang," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, konsekuensi dari Pasal 141 baru diatur dalam Peraturan DPR RI No. 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan RUU. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa RUU dapat dilakukan penarikan dalam tahap penyusunan dan pembahasan.
"Sedangkan Pasal 4 mengatur perihal alasan penarikan RUU, yang salah satunya adalah melampaui batas waktu pembahasan setelah diberi waktu perpanjangan," pungkasnya.
Peraturan DPR itu juga memberikan landasan untuk penarikan suatu RUU yang sedang dalam proses pembahasan pada pembicaraan tingkat I. Salah satu RUU yang kontroversial dan mendapat penolakan keras dari publik dan bahkan dari berbagai pemangku kepentingan kunci adalah RUU Ormas yang juga sudah melampaui masa pembahasan dan waktu perpanjangan (sudah dibahas selama 1,5 tahun).
"Beberapa RUU lain yang telah melampaui batas waktu pembahasan adalah RUU Pendidikan Kedokteran dan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (judul diganti menjadi RUU Pencegahan Perusakan Hutan)," kata direktur eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri lewat rilisnya kepada Sindonews, Senin (27/5/2013).
Menurutnya, perlu memperbaiki mekanisme pembahasan RUU. Pembahasan RUU saat ini tidak jarang terjebak dalam wilayah teknis, seperti penggunaan titik dan koma dalam suatu kalimat di pasal. "Hal itu juga dampak dari penggunaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai alat pembahasan, sehingga metode pembahasan pasal per pasal tidak dapat dihindarkan," pungkasnya.
Ronald mengatakan, saat ini sekira 90,5 persen anggota DPR dicalonkan kembali oleh partainya untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) 2014-2019. "Menghadapi kondisi seperti ini jelas tidak bisa dengan upaya biasa saja. Harus ada serangkaian terobosan mengantisipasi bobot legislasi yang semakin berat," tegasnya.
Menurutnya terobosan itu adalah, dengan melakukan penarikan Rancangan Undang-undang (RUU). Pasal 141 Tata Tertib mengatur durasi pembahasan suatu RUU dalam jangka waktu paling lama dua kali masa sidang dan dapat diperpanjang paling lama satu kali masa sidang.
"Namun pembatasan waktu pembahasan tersebut tidak efektif, karena dalam Tata Tertib DPR tidak mencantumkan konsekuensi apabila melebihi total tiga masa sidang. Walhasil, saat ini mudah untuk menemukan RUU-RUU yang dibahas melebihi tiga kali masa sidang," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, konsekuensi dari Pasal 141 baru diatur dalam Peraturan DPR RI No. 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan RUU. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa RUU dapat dilakukan penarikan dalam tahap penyusunan dan pembahasan.
"Sedangkan Pasal 4 mengatur perihal alasan penarikan RUU, yang salah satunya adalah melampaui batas waktu pembahasan setelah diberi waktu perpanjangan," pungkasnya.
(maf)