Perbedaan pendapat penyebab pembahasan RUU molor
A
A
A
Sindonews.com - Masa Sidang IV Tahun 2012-2013 resmi dibuka 13 Mei 2013 lalu. Terkait fungsi legislasi, bobot pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) di masa sidang sekarang akan semakin berat. Kondisi ini terjadi karena tiga alasan.
Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan, tiga alasan tersebut yakni pertama, banyaknya RUU luncuran dari masa sidang sebelumnya. Kedua, ada beberapa RUU memiliki ruang lingkup substansi yang sangat luas.
"Ketiga adanya pembahasan yang berlarut-larut karena perbedaan pendapat yang mendasar antara pemerintah dan DPR," kata Ronald lewat rilisnya kepada Sindonews, Senin (27/5/2013).
Menurut Ronald, pembentukan lembaga baru adalah salah satu contoh yang paling sering diperdebatkan dan berulangkali menghambat penyelesaian pembahasan suatu RUU. Polanya, DPR yang mengusulkan pembentukan lembaga baru karena alasan independensi.
"Sedangkan pemerintah sudah siap dengan penolakan karena alasan efisiensi anggaran dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga bersangkutan yang akan berhimpitan dengan tugas dan fungsi suatu kementerian. Contoh RUU yang terjebak dalam perdebatan semacam itu antara lain RUU Aparatur Sipil Negara, RUU Ibadah Haji, dan RUU Jaminan Produk Halal," ucapnya.
Perlu diketahui, kegagalan pencapaian target Prolegnas yang berulang itu bisa dilihat dari tahun 2011 yang hanya berhasil mengesahkan 24 UU dari target Prolegnas sebanyak 93 rancangan UU maupun revisi UU. Sementara di tahun 2010, dari 70 target proglenas, hanya sebanyak 16 UU yang berhasil diselesaikan oleh DPR dan juga pemerintah.
Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan, tiga alasan tersebut yakni pertama, banyaknya RUU luncuran dari masa sidang sebelumnya. Kedua, ada beberapa RUU memiliki ruang lingkup substansi yang sangat luas.
"Ketiga adanya pembahasan yang berlarut-larut karena perbedaan pendapat yang mendasar antara pemerintah dan DPR," kata Ronald lewat rilisnya kepada Sindonews, Senin (27/5/2013).
Menurut Ronald, pembentukan lembaga baru adalah salah satu contoh yang paling sering diperdebatkan dan berulangkali menghambat penyelesaian pembahasan suatu RUU. Polanya, DPR yang mengusulkan pembentukan lembaga baru karena alasan independensi.
"Sedangkan pemerintah sudah siap dengan penolakan karena alasan efisiensi anggaran dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga bersangkutan yang akan berhimpitan dengan tugas dan fungsi suatu kementerian. Contoh RUU yang terjebak dalam perdebatan semacam itu antara lain RUU Aparatur Sipil Negara, RUU Ibadah Haji, dan RUU Jaminan Produk Halal," ucapnya.
Perlu diketahui, kegagalan pencapaian target Prolegnas yang berulang itu bisa dilihat dari tahun 2011 yang hanya berhasil mengesahkan 24 UU dari target Prolegnas sebanyak 93 rancangan UU maupun revisi UU. Sementara di tahun 2010, dari 70 target proglenas, hanya sebanyak 16 UU yang berhasil diselesaikan oleh DPR dan juga pemerintah.
(maf)