Menkes: Jamkesda tetap ada hingga 2019
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Napsiah Mboi mengungkapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kemungkinan belum dapat memberikan jaminan seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2014 mendatang.
Karenanya, demi menjamin kesehatan masyarakat, Bupati/Wali Kota dan gubernur diminta untuk menyisihkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) hingga tahun 2019 mendatang.
"Jelas Jamkesda masih bisa dianggarkan pemerintah daerah walau BPJS sudah berlaku. Karena yang ditanggung oleh pemerintah dalam BPJS adalah fakir miskin dan orang yang tidak mampu. Tetapi sesungguhnya yang paling tahu siapa yang membutuhkan jaminan kesehatan dan sebagainya adalah pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah tetap mengalokasikan dana untuk mereka yang membutuhkan," ujarnya usai Dialog Interaktif Tentang Percepatan MDG's di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) di Santika Dyandra Medan, Jumat (26/4).
Menurut Mboi, penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah ini, sekaligus menunggu total coverage pelaksanaan Sistem Jaminan Nasional Sosial Nasional (SJSN) sampai 2019.
Lantaran, pelaksanaan SJSN pada 2014 nanti masih bertahap hingga lima tahun ke depannya.
Sesuai undang-undang, sebutnya, pemerintah menanggung biaya kesehatan untuk masyarakat miskin. Hanya saja, dalam pelaksanaannya pada awal 2014 nanti, bisa saja ada warga di daerah yang tidak tercover dalam tanggungan tersebut.
Jadi, bagi warga yang tidak tercover dalam SJSN nanti, maka daerah dengan Jamkesdanya harus menanggulanginya. Ini tidak tumpang tindih dengan BPJS. Soalnya, jumlah peserta yang sudah ditetapkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di bawah Wapres sudah ada databasenya.
“Jadi, pemerintah daerah tetap mengalokasikan dana untuk mereka yang membutuhkan bagi warganya yang tidak termasuk dalam peserta nasional itu. Jadi, kita bisa membantu mereka yang tidak mampu tapi membutuhkan pengobatan,” jelasnya.
Menyambut SJSN nanti, sambungnya, daerah harus mempersiapkan segala sarana dan prasarana termasuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan. Dan jika ada sekolah kesehatan yang tidak berkualitas, lebih baik ditutup saja.
Menurutnya dalam SJSN nanti, pelayanan kesehatan yang diberikan secara berjenjang. Setidaknya, 60 persen pasien akan dirawat di Puskesmas untuk pelayanan dasar.
Untuk itu, kualitas Puskesmas harus benar-benar ditingkatkan. Pemerintah pusat, katanya, sudah memberikan bantuan untuk Puskesmas melalui alokasi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dimana setiap Puskesmas mendapat Rp100 juta/tahun.
“Anggaran untuk Jamkesmas maupun yang sudah dialokasikan untuk Jampersal, tidak boleh dipotong. Karena, akan jadian temuan BPK nanti. Soalnya, ada beberapa daerah yang memasukkan anggaran itu ke dalam APBD, kemudian menyalurkannya tidak penuh ke Puskesmas,” jelas dia.
Dalam kesempatan itu, Menkes juga mengaku prihatin dengan tidak adanya anggaran yang diberikan untuk penanggulangan HIV dan AIDS di lembaga Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Sumatera Utara.
“Mungkin masalah komunikasi saja. Soalnya, Ketua KPA Provinsi itu Gubernur dan Wakil Ketuanya adalah Kepala Dinas Kesehatan. Itu menurut Pemendagri 20 tahun 2010,” sebutnya.
Sekarang, lanjutnya, penanggulangan HIV dan AIDS sudah terintegrasi dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) poin enam.
Maka pencegahan, penanggulangan dan pengobatan HIV dan AIDS juga bagian dari tujuan pembangunan kesehatan. Menyikapi hal ini, maka dalam penganggaran untuk biaya pembangunan kesehatan sebesar 10 persen dari APBD harus benar-benar terwujud. Porsi itu di luar gaji pegawai.
“Kita minta seluruh daerah menganggarkan termasuk utnuk dana penanggulangan HIV dan AIDS,” ucapnya.
Sebelumnya di depan ratusan petugas kesehatan se Sumut mengevaluasi sejumlah program pembangunan kesehatan di Sumut. Dia membaca slide beberapa program yang sudah dilakukan di provinsi ini.
Beberapa program dinilai sudah bagus, seperti pencapaian imunisasi dan mengurangi angka kematian anak dan ibu. Namun, program lainnya seperti masalah HIV dan AIDS, pencapaian ASI ekslusif, persoalan gizi, dinilai masih kurang dan perlu ditingkatkan. Dari Hotel Santika, Menkes meninjau Lapas Anak dan Wanita, melihat pelayanan di RSUP H Adam Malik dan Puskesmas Padang Bulan.
Ketua Komisi E DPRD Sumut Zulkifli Husien mengatakan, pemerintah provinsi punya tanggung jawab keseluruhan untuk kesehatan masyarakat.
"Kita memang berharap BPJS bisa mengcover secara keseluruhan jaminan kesehatan, tanpa ada asuransi lain. Namun kalau ada pengakuan seperti itu dari Kementerian, kita tentu akan tetap menganggarkan," tuturnya.
Menurutnya, pada tahun 2013 ini, pemerintah Provinsi menganggarkan sekitar Rp66 miliar untuk dana Jamkesda. Memang, kata Zulkifli, jumlah ini secara keseluruhan belum sampai 10 persen dari yang diminta Kementerian Kesehatan. Tapi jumlah ini sudah mengarah kepada ketentuan tersebut.
"Komisi E sudah memperjuangkan agar dana kesehatan kita 10 persen dari APBD. Namun dana kita terserap ke Pilkada sebanyak Rp600 miliar, diharapkan pada tahun 2014, nilai 10 persen dapat kita raih," tandasnya.
Karenanya, demi menjamin kesehatan masyarakat, Bupati/Wali Kota dan gubernur diminta untuk menyisihkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) hingga tahun 2019 mendatang.
"Jelas Jamkesda masih bisa dianggarkan pemerintah daerah walau BPJS sudah berlaku. Karena yang ditanggung oleh pemerintah dalam BPJS adalah fakir miskin dan orang yang tidak mampu. Tetapi sesungguhnya yang paling tahu siapa yang membutuhkan jaminan kesehatan dan sebagainya adalah pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah tetap mengalokasikan dana untuk mereka yang membutuhkan," ujarnya usai Dialog Interaktif Tentang Percepatan MDG's di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) di Santika Dyandra Medan, Jumat (26/4).
Menurut Mboi, penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah ini, sekaligus menunggu total coverage pelaksanaan Sistem Jaminan Nasional Sosial Nasional (SJSN) sampai 2019.
Lantaran, pelaksanaan SJSN pada 2014 nanti masih bertahap hingga lima tahun ke depannya.
Sesuai undang-undang, sebutnya, pemerintah menanggung biaya kesehatan untuk masyarakat miskin. Hanya saja, dalam pelaksanaannya pada awal 2014 nanti, bisa saja ada warga di daerah yang tidak tercover dalam tanggungan tersebut.
Jadi, bagi warga yang tidak tercover dalam SJSN nanti, maka daerah dengan Jamkesdanya harus menanggulanginya. Ini tidak tumpang tindih dengan BPJS. Soalnya, jumlah peserta yang sudah ditetapkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di bawah Wapres sudah ada databasenya.
“Jadi, pemerintah daerah tetap mengalokasikan dana untuk mereka yang membutuhkan bagi warganya yang tidak termasuk dalam peserta nasional itu. Jadi, kita bisa membantu mereka yang tidak mampu tapi membutuhkan pengobatan,” jelasnya.
Menyambut SJSN nanti, sambungnya, daerah harus mempersiapkan segala sarana dan prasarana termasuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan. Dan jika ada sekolah kesehatan yang tidak berkualitas, lebih baik ditutup saja.
Menurutnya dalam SJSN nanti, pelayanan kesehatan yang diberikan secara berjenjang. Setidaknya, 60 persen pasien akan dirawat di Puskesmas untuk pelayanan dasar.
Untuk itu, kualitas Puskesmas harus benar-benar ditingkatkan. Pemerintah pusat, katanya, sudah memberikan bantuan untuk Puskesmas melalui alokasi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dimana setiap Puskesmas mendapat Rp100 juta/tahun.
“Anggaran untuk Jamkesmas maupun yang sudah dialokasikan untuk Jampersal, tidak boleh dipotong. Karena, akan jadian temuan BPK nanti. Soalnya, ada beberapa daerah yang memasukkan anggaran itu ke dalam APBD, kemudian menyalurkannya tidak penuh ke Puskesmas,” jelas dia.
Dalam kesempatan itu, Menkes juga mengaku prihatin dengan tidak adanya anggaran yang diberikan untuk penanggulangan HIV dan AIDS di lembaga Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Sumatera Utara.
“Mungkin masalah komunikasi saja. Soalnya, Ketua KPA Provinsi itu Gubernur dan Wakil Ketuanya adalah Kepala Dinas Kesehatan. Itu menurut Pemendagri 20 tahun 2010,” sebutnya.
Sekarang, lanjutnya, penanggulangan HIV dan AIDS sudah terintegrasi dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) poin enam.
Maka pencegahan, penanggulangan dan pengobatan HIV dan AIDS juga bagian dari tujuan pembangunan kesehatan. Menyikapi hal ini, maka dalam penganggaran untuk biaya pembangunan kesehatan sebesar 10 persen dari APBD harus benar-benar terwujud. Porsi itu di luar gaji pegawai.
“Kita minta seluruh daerah menganggarkan termasuk utnuk dana penanggulangan HIV dan AIDS,” ucapnya.
Sebelumnya di depan ratusan petugas kesehatan se Sumut mengevaluasi sejumlah program pembangunan kesehatan di Sumut. Dia membaca slide beberapa program yang sudah dilakukan di provinsi ini.
Beberapa program dinilai sudah bagus, seperti pencapaian imunisasi dan mengurangi angka kematian anak dan ibu. Namun, program lainnya seperti masalah HIV dan AIDS, pencapaian ASI ekslusif, persoalan gizi, dinilai masih kurang dan perlu ditingkatkan. Dari Hotel Santika, Menkes meninjau Lapas Anak dan Wanita, melihat pelayanan di RSUP H Adam Malik dan Puskesmas Padang Bulan.
Ketua Komisi E DPRD Sumut Zulkifli Husien mengatakan, pemerintah provinsi punya tanggung jawab keseluruhan untuk kesehatan masyarakat.
"Kita memang berharap BPJS bisa mengcover secara keseluruhan jaminan kesehatan, tanpa ada asuransi lain. Namun kalau ada pengakuan seperti itu dari Kementerian, kita tentu akan tetap menganggarkan," tuturnya.
Menurutnya, pada tahun 2013 ini, pemerintah Provinsi menganggarkan sekitar Rp66 miliar untuk dana Jamkesda. Memang, kata Zulkifli, jumlah ini secara keseluruhan belum sampai 10 persen dari yang diminta Kementerian Kesehatan. Tapi jumlah ini sudah mengarah kepada ketentuan tersebut.
"Komisi E sudah memperjuangkan agar dana kesehatan kita 10 persen dari APBD. Namun dana kita terserap ke Pilkada sebanyak Rp600 miliar, diharapkan pada tahun 2014, nilai 10 persen dapat kita raih," tandasnya.
(lns)