Kekhawatiran publik akan rangkap jabatan SBY terbukti
A
A
A
Sindonews.com - Statemen politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana negara terus menuai kecaman. Banyak yang melihat tidak wajar SBY memberikan statemen kepentingan partainya di Istana Negara.
Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro menilai, hal itu menjadi bukti kehawatiran publik mengenai rangkap jabatan seorang Presiden yang rawan konflik kepentingan benar-benar terjadi.
"Inilah yang dikhawatirkan publik mengenai rangkap jabatan. Karena dengan rangkap jabatan tersebut, maka akan sulit untuk menghindari adanya overlapping job," kata Siti Zuhro kepada Sindonews, (18/12/2013) malam.
Menurutnya, jika seorang Presiden merangkap jabatan di posisi strategis susah untuk menempatkan diri untuk kepentingan partai dan negara. Apalagi SBY menjabat pucuk pimpinan Partai Demokrat.
"Kapan menjadi penyelenggara negara, kapan menjadi pimpinan partai, munculnya konflik kepentingan sulit dihindari," kata dia.
Rangkap jabatan, lanjutnya, menyebabkan kekaburan dalam menjalan tupoksi jabatannya. Rangkap jabatan seperti yang dilakukan SBY, dalam perkembangannya dinilai akan mendistorsi kualitas kinerja.
Wiwiek sapaan Siti Zuhro merasa kecewa SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat lebih cepat merespon persoalan Partai Demokrat daripada carut marut pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2013 ini.
"Hal yang serius menyangkut masalah UN (pendidikan) belum ditanggapi langsung, tapi isu berkenaan dengan partai direspon langsung," tandasnya.
Sebelumnya, Julian Aldrin Pasha pun menjelaskan mengapa Presiden SBY membicarakan soal Yenny Wahid di Istana Kepresidenan.
"Mengapa dilakukan di Istana Kepresidenan, setelah kunjungan kerja dan berlangsung di Istana. Kepala Negara dan Kepala Pemerintah tidak subtansial, tidak merupakan suatu prinsip untuk dipertanyakan," ujar Julian di Jakarta, Kamis 18 April 2013.
Dia menambahkan, bahwa mengenai SBY menggelar jumpa pers di Istana Kepresidenan untuk membicarakan masalah Yenny Wahid bukan suatu hal yang substansial.
"Penting untuk diketahui publik. Itu bukan menjadi hal pemberitaan. Minggu ini, Presiden terus berada di Istana Kepresidenan,"ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, kesimpangsiuran kabar mengenai Yenny Wahid tersebut menjadikan hal yang mendesak untuk SBY menjelaskan kepada publik melalui jumpa pers kemarin malam.
"Karena kondisi, pentingnya dan urgent-nya subtansi yang akan disampaikan, ketidakjelasan, maka merasa perlu memberikan pernyataan,"imbuhnya.
Julian pun menegaskan bahwa akibat kabar adanya tawar menawar antara SBY dengan Yenny soal posisi di Partai Demokrat, mengakibatkan munculnya interprestasi yang beragam di publik.
"Begini, yang perlu saya sampaikan, bahwa Presiden merasa perlu, terjadi kesimpangsiuran, publik mengikuti, terkait Bu Yenny Wahid, menjadi bias, muncul interpretasi bermacam-macam di publik,"katanya.
Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro menilai, hal itu menjadi bukti kehawatiran publik mengenai rangkap jabatan seorang Presiden yang rawan konflik kepentingan benar-benar terjadi.
"Inilah yang dikhawatirkan publik mengenai rangkap jabatan. Karena dengan rangkap jabatan tersebut, maka akan sulit untuk menghindari adanya overlapping job," kata Siti Zuhro kepada Sindonews, (18/12/2013) malam.
Menurutnya, jika seorang Presiden merangkap jabatan di posisi strategis susah untuk menempatkan diri untuk kepentingan partai dan negara. Apalagi SBY menjabat pucuk pimpinan Partai Demokrat.
"Kapan menjadi penyelenggara negara, kapan menjadi pimpinan partai, munculnya konflik kepentingan sulit dihindari," kata dia.
Rangkap jabatan, lanjutnya, menyebabkan kekaburan dalam menjalan tupoksi jabatannya. Rangkap jabatan seperti yang dilakukan SBY, dalam perkembangannya dinilai akan mendistorsi kualitas kinerja.
Wiwiek sapaan Siti Zuhro merasa kecewa SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat lebih cepat merespon persoalan Partai Demokrat daripada carut marut pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2013 ini.
"Hal yang serius menyangkut masalah UN (pendidikan) belum ditanggapi langsung, tapi isu berkenaan dengan partai direspon langsung," tandasnya.
Sebelumnya, Julian Aldrin Pasha pun menjelaskan mengapa Presiden SBY membicarakan soal Yenny Wahid di Istana Kepresidenan.
"Mengapa dilakukan di Istana Kepresidenan, setelah kunjungan kerja dan berlangsung di Istana. Kepala Negara dan Kepala Pemerintah tidak subtansial, tidak merupakan suatu prinsip untuk dipertanyakan," ujar Julian di Jakarta, Kamis 18 April 2013.
Dia menambahkan, bahwa mengenai SBY menggelar jumpa pers di Istana Kepresidenan untuk membicarakan masalah Yenny Wahid bukan suatu hal yang substansial.
"Penting untuk diketahui publik. Itu bukan menjadi hal pemberitaan. Minggu ini, Presiden terus berada di Istana Kepresidenan,"ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, kesimpangsiuran kabar mengenai Yenny Wahid tersebut menjadikan hal yang mendesak untuk SBY menjelaskan kepada publik melalui jumpa pers kemarin malam.
"Karena kondisi, pentingnya dan urgent-nya subtansi yang akan disampaikan, ketidakjelasan, maka merasa perlu memberikan pernyataan,"imbuhnya.
Julian pun menegaskan bahwa akibat kabar adanya tawar menawar antara SBY dengan Yenny soal posisi di Partai Demokrat, mengakibatkan munculnya interprestasi yang beragam di publik.
"Begini, yang perlu saya sampaikan, bahwa Presiden merasa perlu, terjadi kesimpangsiuran, publik mengikuti, terkait Bu Yenny Wahid, menjadi bias, muncul interpretasi bermacam-macam di publik,"katanya.
(kri)