KPK didorong tuntaskan kasus BLBI hingga pengadilan
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong untuk bisa menuntaskan penyelidikan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hingga ke pengadilan jika terbukti ada indikasi korupsi.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, lembaga yang dipimpin Abraham Samad ini juga diminta untuk tidak menunda kasus yang telah mangkrak beberapa tahun ini.
"Menurut saya begini, apa pun alasan dibalik itu tidak penting, yang terpenting mereka bisa tuntas setuntasnya kasus BLBI ini, sudah terlalu lama, jadi ya kita semua tidak ingin berlarut-larut," kata Margarito saat dihubungi Sindonews, Sabtu (13/4/2013).
Lembaga superbody itu juga diharapkan agar bisa mencari tokoh utama yang paling bertanggungjawab dalam kasus tersebut. Pasalnya, efek daripada kasus BLBI ini masih kita pikul hingga saat ini.
"Belum ada pertanggung jawaban hukum, ini belum jelas harus mereka cari hingga tuntas. Apa pun alasannya, yang terpenting harus dibawa ke pengadilan, beberapa orang yang dianggap terlibat dan sudah dibawa pengadilan harus dihukum," tuntasnya.
Seperti diberitakan Sindonewssebelumnya, Juru bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, pihaknya pun membuka penyelidikan guna mencari alat bukti yang ada dalam proses SKL BLBI apakah terdapat tindak pidana korupsi ataupun penyuapan kepada para penerima SKL itu.
"Tentu jika KPK menangani berarti ada indikasi korupsi, maka itu dilakukanlah penyelidikan untuk mencari kesimpulan adanya tindak pidana," kata Johan di kantor KPK, Jakarta, Jumat 12 April 2013.
Ketika memimpin KPK, Antasari Azhar juga pernah mengusut kasus BLBI, khususnya tentang kemungkinan adanya penyimpangan yang dilakukan oknum pejabat dalam penerbitan SKL. Antasari berpendapat jika ada proses SKL ada yang tidak sesuai ketentuan, KPK akan merekomendasikan agar kasus BLBI itu dibuka kembali.
BPPN menerbitkan SKL berdasarkan Inpres No 8/2002 yang dikenal dengan Inpres tentang Release and Discharge. Isinya berupa pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya.
Namun, SKL juga menyebutkan adanya tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, lembaga yang dipimpin Abraham Samad ini juga diminta untuk tidak menunda kasus yang telah mangkrak beberapa tahun ini.
"Menurut saya begini, apa pun alasan dibalik itu tidak penting, yang terpenting mereka bisa tuntas setuntasnya kasus BLBI ini, sudah terlalu lama, jadi ya kita semua tidak ingin berlarut-larut," kata Margarito saat dihubungi Sindonews, Sabtu (13/4/2013).
Lembaga superbody itu juga diharapkan agar bisa mencari tokoh utama yang paling bertanggungjawab dalam kasus tersebut. Pasalnya, efek daripada kasus BLBI ini masih kita pikul hingga saat ini.
"Belum ada pertanggung jawaban hukum, ini belum jelas harus mereka cari hingga tuntas. Apa pun alasannya, yang terpenting harus dibawa ke pengadilan, beberapa orang yang dianggap terlibat dan sudah dibawa pengadilan harus dihukum," tuntasnya.
Seperti diberitakan Sindonewssebelumnya, Juru bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, pihaknya pun membuka penyelidikan guna mencari alat bukti yang ada dalam proses SKL BLBI apakah terdapat tindak pidana korupsi ataupun penyuapan kepada para penerima SKL itu.
"Tentu jika KPK menangani berarti ada indikasi korupsi, maka itu dilakukanlah penyelidikan untuk mencari kesimpulan adanya tindak pidana," kata Johan di kantor KPK, Jakarta, Jumat 12 April 2013.
Ketika memimpin KPK, Antasari Azhar juga pernah mengusut kasus BLBI, khususnya tentang kemungkinan adanya penyimpangan yang dilakukan oknum pejabat dalam penerbitan SKL. Antasari berpendapat jika ada proses SKL ada yang tidak sesuai ketentuan, KPK akan merekomendasikan agar kasus BLBI itu dibuka kembali.
BPPN menerbitkan SKL berdasarkan Inpres No 8/2002 yang dikenal dengan Inpres tentang Release and Discharge. Isinya berupa pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya.
Namun, SKL juga menyebutkan adanya tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.
(kri)