Pelatihan kesehatan, Kemenkes minta bantuan Pemda
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berharap Pemerintah Daerah (Pemda) bisa bekerja sama untuk pemberian pelatihan kepada para tenaga medis agar bisa memberiakan diagnosa dan konseling kepada masyarakat.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa (Keswa) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Diah Setia mengatakan, Kemenkes menyediakan dana dekonsentrasi yang diberikan kepada Pemda untuk merealisasikan peningkatan pelatihan ini.
Tetapi, tidak semua Pemda tertarik mengadakan pelatihan untuk tenaga kesehatan primer untuk permasalahan jiwa termasuk autis ini.
"Mana mungkin kami bisa memberikan kepelatihan kepada 10.000 Puskesmas yang tersebar sampai pelosok. Tentu-nya peran aktif Pemda sangat dibutuhkan untuk mempercepat tenaga kesehatan yang dibutuhkan," katanya saat ditemui di kantornya, di Jakarta, Rabu (10/4/2013).
Menurutnya, saat ini baru sekira 30 persen Puskesmas yang sudah mendapat pelatihan khusus untuk melakukan pelayanan primer terhadap penyakit seperti autisme. Namun hal ini masih sangat kurang, untuk itu mau tidak mau RS jiwa harus mau penyandang autis.
"Saat ini baru terdapat 33 RS jiwa yang terdapat di 26 provinsi untuk melayani rujukan permasalahan autisme," ungkapnya.
Diah mengatakan, saat ini memang yang dibutuhkan adalah penditeksian dini. Untuk itu Pemda harus mau memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan dan para dokter untuk memberikan pengatuhuan kepada masyarakat untuk berikan diteksi dini.
Karena, Urgentsinya ada pad apelayanan primer yang tidak bisa dilakukan oleh petugas kesehatan biasa.
Lanjut dia, hal yang harus dicurigai apabila seorang anak senang bermain sendiri seperti berbicara sendiri atau senang menyendiri, tidak adanya kontak sosial yang dilakukan seperti kontak emosional dan fisik, hyperaktif dan mengalami keterlambatan berbicara dan berjalan disarankan untuk para orangtua cepat membawa ke RS untuk memeriksa kesehatannya.
"Biasanya dalam keterlambatan berjalan atau berbicara ada pada usia dua tahunan. Selain itu dikarenakan faktor genetik juga bisa didekteksi lebih awal untuk para orangtua," tandasnya.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa (Keswa) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Diah Setia mengatakan, Kemenkes menyediakan dana dekonsentrasi yang diberikan kepada Pemda untuk merealisasikan peningkatan pelatihan ini.
Tetapi, tidak semua Pemda tertarik mengadakan pelatihan untuk tenaga kesehatan primer untuk permasalahan jiwa termasuk autis ini.
"Mana mungkin kami bisa memberikan kepelatihan kepada 10.000 Puskesmas yang tersebar sampai pelosok. Tentu-nya peran aktif Pemda sangat dibutuhkan untuk mempercepat tenaga kesehatan yang dibutuhkan," katanya saat ditemui di kantornya, di Jakarta, Rabu (10/4/2013).
Menurutnya, saat ini baru sekira 30 persen Puskesmas yang sudah mendapat pelatihan khusus untuk melakukan pelayanan primer terhadap penyakit seperti autisme. Namun hal ini masih sangat kurang, untuk itu mau tidak mau RS jiwa harus mau penyandang autis.
"Saat ini baru terdapat 33 RS jiwa yang terdapat di 26 provinsi untuk melayani rujukan permasalahan autisme," ungkapnya.
Diah mengatakan, saat ini memang yang dibutuhkan adalah penditeksian dini. Untuk itu Pemda harus mau memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan dan para dokter untuk memberikan pengatuhuan kepada masyarakat untuk berikan diteksi dini.
Karena, Urgentsinya ada pad apelayanan primer yang tidak bisa dilakukan oleh petugas kesehatan biasa.
Lanjut dia, hal yang harus dicurigai apabila seorang anak senang bermain sendiri seperti berbicara sendiri atau senang menyendiri, tidak adanya kontak sosial yang dilakukan seperti kontak emosional dan fisik, hyperaktif dan mengalami keterlambatan berbicara dan berjalan disarankan untuk para orangtua cepat membawa ke RS untuk memeriksa kesehatannya.
"Biasanya dalam keterlambatan berjalan atau berbicara ada pada usia dua tahunan. Selain itu dikarenakan faktor genetik juga bisa didekteksi lebih awal untuk para orangtua," tandasnya.
(mhd)