Pemerintah antisipasi pemulangan TKI di Korsel
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah mulai mempersiapkan evakuasi pemulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Korea Selatan (Korsel). Karena itu, Badan Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan juga perwakilan RI di Korsel masih terus berkoordinasi.
Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengatakan, pemerintah memantau terus perkembangan ketegangan yang terjadi di semenanjung Korea tersebut. Ia mengklaim, pemerintah sudah berpengalaman menyusun prosedur evakuasi seperti di Suriah dulu. Oleh karena itu dia menjamin tidak akan ada kepanikan apabila evakuasi terpaksa dijalankan.
"Yang pasti kita sudah ada pengalaman. Pemantauan akan terus dilakukan," katanya usai MoU BNP2TKI dengan IOM tentang Perkuatan Kemampuan Penanganan Migrasi Tenaga Kerja di Indonesia di Jakarta, (8/4/2013).
Jumhur menambahkan, total TKI yang berada di Korsel berjumlah 36.000 orang. Umumnya mereka di pekerjaan formal dengan gaji minimal Rp25 juta.
Dia mengakui, memang banyak jumlah TKI yang bekerja di Korea. Pasalnya, Pengiriman tenaga kerja ke Korea Selatan ini dilaksanakan melalui skema Employment Permit System (EPS) dengan pola penempatan G to G.
"Melalui skema EPS, TKI yang bekerja di Korea Selatan memperoleh perlakuan dan hak yang sama sebagaimana tenaga kerja Korea Sesuang dengan Undang-undang Ketenagakerjaan Korea Selatan," jelasnya.
Dia menyebutkan, konflik yang terjadi antara Korsel dan Korut sangat merugikan Indonesia. Pasalnya, tahun ini pemerintah Korsel sebenarnya memberikan kuota 46.000 kesempatan kerja ke 15 negara termasuk Indonesia.
Lapangan kerja yang disediakan bagi 46.000 pekerja itu terdiri dari 39.100 di sector manufaktur, 3.850 orang di bidang pertanian, 1.620 orang di sektor perikanan dan 1.300 orang di sector konstruksi dan 130 orang di sector jasa.
Kepala Misi The International Organization for Migration (IOM) di Indonesia Denis Nihil menjelaskan, penanganan migrasi tenaga kerja seharusnya ditanggulangi dengan meningkatkan kapasitas lembaga pemerintah dalam mempromosikan praktik rekrutmen tenaga kerja ke luar negeri yang baik.
selain itu juga meningkatnya koordinasi dan kerjasama antara negara-negara asal dan negara tujuan dalam mempromosikan migrasi yang aman dan tertib. Serta mendorong riset pengembangan pasar tenaga kerja untuk mendukung keselarasan antara permintaan tenaga kerja dan ketersediaannya.
Denis juga menyatakan, bahwa melalui komponen kegiatan peningkatan kesadaran diharapkan program ini dapat turut serta berkonstribusi terhadap meningkatnya pengetahuan calon TKI, TKI dan komunitas TKI mengenai proses dan peluang migrasi yang aman dan prosedural. "Kita akan perkuat dialog yang konstruktif," jelasnya.
Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengatakan, pemerintah memantau terus perkembangan ketegangan yang terjadi di semenanjung Korea tersebut. Ia mengklaim, pemerintah sudah berpengalaman menyusun prosedur evakuasi seperti di Suriah dulu. Oleh karena itu dia menjamin tidak akan ada kepanikan apabila evakuasi terpaksa dijalankan.
"Yang pasti kita sudah ada pengalaman. Pemantauan akan terus dilakukan," katanya usai MoU BNP2TKI dengan IOM tentang Perkuatan Kemampuan Penanganan Migrasi Tenaga Kerja di Indonesia di Jakarta, (8/4/2013).
Jumhur menambahkan, total TKI yang berada di Korsel berjumlah 36.000 orang. Umumnya mereka di pekerjaan formal dengan gaji minimal Rp25 juta.
Dia mengakui, memang banyak jumlah TKI yang bekerja di Korea. Pasalnya, Pengiriman tenaga kerja ke Korea Selatan ini dilaksanakan melalui skema Employment Permit System (EPS) dengan pola penempatan G to G.
"Melalui skema EPS, TKI yang bekerja di Korea Selatan memperoleh perlakuan dan hak yang sama sebagaimana tenaga kerja Korea Sesuang dengan Undang-undang Ketenagakerjaan Korea Selatan," jelasnya.
Dia menyebutkan, konflik yang terjadi antara Korsel dan Korut sangat merugikan Indonesia. Pasalnya, tahun ini pemerintah Korsel sebenarnya memberikan kuota 46.000 kesempatan kerja ke 15 negara termasuk Indonesia.
Lapangan kerja yang disediakan bagi 46.000 pekerja itu terdiri dari 39.100 di sector manufaktur, 3.850 orang di bidang pertanian, 1.620 orang di sektor perikanan dan 1.300 orang di sector konstruksi dan 130 orang di sector jasa.
Kepala Misi The International Organization for Migration (IOM) di Indonesia Denis Nihil menjelaskan, penanganan migrasi tenaga kerja seharusnya ditanggulangi dengan meningkatkan kapasitas lembaga pemerintah dalam mempromosikan praktik rekrutmen tenaga kerja ke luar negeri yang baik.
selain itu juga meningkatnya koordinasi dan kerjasama antara negara-negara asal dan negara tujuan dalam mempromosikan migrasi yang aman dan tertib. Serta mendorong riset pengembangan pasar tenaga kerja untuk mendukung keselarasan antara permintaan tenaga kerja dan ketersediaannya.
Denis juga menyatakan, bahwa melalui komponen kegiatan peningkatan kesadaran diharapkan program ini dapat turut serta berkonstribusi terhadap meningkatnya pengetahuan calon TKI, TKI dan komunitas TKI mengenai proses dan peluang migrasi yang aman dan prosedural. "Kita akan perkuat dialog yang konstruktif," jelasnya.
(kri)