Sofyan diduga ajari kelompok teroris rakit bom
A
A
A
Sindonews.com - Pengadilan Negeri Depok kembali menggelar sidang peledakan Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji Depok September 2012 lalu. Dalam sidang itu menghadirkan terdakwa Ahmad Sofyan alias Acong alias Rian.
Warga Kampung Pulo Mangga RT 003, Grogol, Limo Depok dan berprofesi sebagai pedagang jamu herbal ini diduga merupakan kelompok Toriq, Agus Abdillah dan Yusuf Rizaldi alias Abu Toto yang terlibat dalam aksi peledakan itu.
Dalam kasus peledakan tersebut, Sofyan diduga memiliki peran sebagai pengajar merakit bom.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlina mengatakan, terdakwa sudah tinggal di Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji Depok sejak Juli 2012 sampai kejadian peledakkan bom tersebut.
Sofyan didakwa telah melakukan permufakatan jahat tindak pidana terorisme. Serta telah membuat suasana teror, rasa takut, dan menimbulkan korban bersifat massal. Selain itu berniat menghancurkan objek-objek vital strategis, fasilitas publik, internasional.
"Sofyan bergabung dengan kelompok Mujahidin Cengkareng pimpinan Abu Omar sejak 2008. Namun terdakwa akhirnya memisahkan diri dan membuat kelompok Cileungsi," ungkap JPU Herlina dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Senin (01/04/2013).
Herlina menambahkan, terdakwa juga melakukan infaq untuk membeli senjata api, dan bahan peledak. Targetnya, yakni untuk mencelakai polisi, karena telah menghalangi aksi mereka.
"Senjata yang dibeli sebanyak 4x, FN Rp 5 juta. Terakhir dipegang toriq. FN lagi Rp 5 juta kepada Anwar. Colt Rp 5 juta, danterakhir FN lagi Rp 5 juta. Senpi dan amunisi," ujar Herlina.
Hal itu disebut dengan istilah Fa'I atau amaliyah oleh para kelompok teroris. Hingga akhirnya pada Maret 2012, terdakwa mengenal Toriq dan siap untuk mati syahid.
"Sehingga terdakwa sering datang ke yayasan. Makna jihad bagi mereka yakni wajib memerangi kaum kafir. Harus diperangi dibunuh yakni pemerintah Indonesia, hakim, MPR, DPR, Yahudi, dukun dan peramal, Jaksa juga Polri," jelasnya.
Terdakwa juga datang ke Solo untuk belajar merakit bom bersama kelompok lainnya. Yakni berupa mencampurkan bubuk black powder, urea H2SO4, dan bubuk alumunium serta bahan lainnya.
"Bagi terdakwa ilmu harus dibagi dan diajarkan ke orang lain. Jenis bom yakni bom sumbu pipa paralon. Sehingga sebelum terjadinya ledakan, terdakwa menitipkan tas ransel ke Bojonggede di sebuah rumah kontrakan dengan bom siap ledak, terdakwa berpesan agar tas itu disimpan yang rapi dan aman, dan menginap tiga hari. Toriq selanjutnya datang," ungkapnya.
Hingga saat bom meledak, Toriq pun memintaa maaf karena adanya kesalahan teknis. Sebab bom tersebut semula akan diledakan di Polres Jakarta Pusat pada hari Senin dimana seluruh polisi sedang apel sehingga banyak korban berjatuhan.
Warga Kampung Pulo Mangga RT 003, Grogol, Limo Depok dan berprofesi sebagai pedagang jamu herbal ini diduga merupakan kelompok Toriq, Agus Abdillah dan Yusuf Rizaldi alias Abu Toto yang terlibat dalam aksi peledakan itu.
Dalam kasus peledakan tersebut, Sofyan diduga memiliki peran sebagai pengajar merakit bom.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herlina mengatakan, terdakwa sudah tinggal di Yayasan Yatim Piatu Pondok Bidara, Beji Depok sejak Juli 2012 sampai kejadian peledakkan bom tersebut.
Sofyan didakwa telah melakukan permufakatan jahat tindak pidana terorisme. Serta telah membuat suasana teror, rasa takut, dan menimbulkan korban bersifat massal. Selain itu berniat menghancurkan objek-objek vital strategis, fasilitas publik, internasional.
"Sofyan bergabung dengan kelompok Mujahidin Cengkareng pimpinan Abu Omar sejak 2008. Namun terdakwa akhirnya memisahkan diri dan membuat kelompok Cileungsi," ungkap JPU Herlina dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Senin (01/04/2013).
Herlina menambahkan, terdakwa juga melakukan infaq untuk membeli senjata api, dan bahan peledak. Targetnya, yakni untuk mencelakai polisi, karena telah menghalangi aksi mereka.
"Senjata yang dibeli sebanyak 4x, FN Rp 5 juta. Terakhir dipegang toriq. FN lagi Rp 5 juta kepada Anwar. Colt Rp 5 juta, danterakhir FN lagi Rp 5 juta. Senpi dan amunisi," ujar Herlina.
Hal itu disebut dengan istilah Fa'I atau amaliyah oleh para kelompok teroris. Hingga akhirnya pada Maret 2012, terdakwa mengenal Toriq dan siap untuk mati syahid.
"Sehingga terdakwa sering datang ke yayasan. Makna jihad bagi mereka yakni wajib memerangi kaum kafir. Harus diperangi dibunuh yakni pemerintah Indonesia, hakim, MPR, DPR, Yahudi, dukun dan peramal, Jaksa juga Polri," jelasnya.
Terdakwa juga datang ke Solo untuk belajar merakit bom bersama kelompok lainnya. Yakni berupa mencampurkan bubuk black powder, urea H2SO4, dan bubuk alumunium serta bahan lainnya.
"Bagi terdakwa ilmu harus dibagi dan diajarkan ke orang lain. Jenis bom yakni bom sumbu pipa paralon. Sehingga sebelum terjadinya ledakan, terdakwa menitipkan tas ransel ke Bojonggede di sebuah rumah kontrakan dengan bom siap ledak, terdakwa berpesan agar tas itu disimpan yang rapi dan aman, dan menginap tiga hari. Toriq selanjutnya datang," ungkapnya.
Hingga saat bom meledak, Toriq pun memintaa maaf karena adanya kesalahan teknis. Sebab bom tersebut semula akan diledakan di Polres Jakarta Pusat pada hari Senin dimana seluruh polisi sedang apel sehingga banyak korban berjatuhan.
(lns)