Negara harus hadir redam konflik antar umat beragama
A
A
A
Sindonews.com - Pemberian penghargaan World Statesman Award oleh Appeal Of Conscience Foundation (ACF) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terus menuai pro dan kontra. Pertentangan muncul karena Presiden SBY tidak cukup optimal dalam memperjuangkan kerukunan antara umat beragama di tanah air.
Wakil Ketua Majelis Pendidikan Muhammadiyah, Imran Hanafi mengatakan, Indonesia yang mayoritas umat Islam tidak memberikan larangan dan pembatasan dalam kebebasan memeluk agama. Namun, ia tidak memungkiri beberapa kasus yang melibatkan umat beragama sempat menimbulkan korban.
"Kasus yang sudah terjadi dapat dievaluasi kembali. Sehingga negara mampu melihat timbulnya potensi terjadi kembali bahkan di daerah yang sama atau pun daerah lainnya," ujarnya di Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2013).
Menurut dia, untuk menekan kasus kekerasan dan konflik antar umat beragama, negara seharusnya lebih mampu lagi hadir di setiap kesempatan. Bahkan, sebelum kejadian itu terlihat di permukaan negara mampu meredam hal tersebut.
Lebih lanjut, dia mengatakan, konflik yang terjadi dapat memicu kasus lain yang berkaitan dengan kekerasan pada kelompok lainnya. Untuk itu, diharapkan para aparat dapat menciptakan suasana yang kondusif seperti yang diharapkan banyak umat beragama serta mampu meminalisir kasus-kasus serupa yang akan terjadi kedepannya.
Ia menambahkan, ormas seharusnya mampu mengarahkan umat untuk menentang kerasan bukan sebaliknya untuk berbuat anarkis dan radikal. "Kita tetap dan harus tetap menjunjung tinggi hukum. Jangan menyalahkan antara agama satu dan agama lainya, jika itu terus terjadi maka akan terjadi konflik," kata dia.
Sementara, Ketua Umum Wahdah Islamiyah Muhammad Zaitu Rasmin mengatakan, ormas Islam selalu melakukan penyadaran baik secara persuasif maupun secara berkelompok terkait kerukunan beragama. Menurut dia, melihat banyaknya kekerasan umat beragama pada waktu lalu bisa dijadikan koreksi antar umat beragama agar tidak terkontamisasi dan terprovokasi.
Menurutnya, sebaiknya kita tidak melihat kekurangan yang terus diungkap dipermukaan. Namun, ormas juga tidak melihat hanya dalam kaca mata individu atau kelompok saja tetapi semua umat beragama agar dapat menjaga kondisi tetap kondusif.
"Kita tidak ingin upaya yang dibangun bersama sebagai bangsa lalu rusak oleh segelintir orang saja," tandasnya.
Lanjut Muhammad, negara harus mempunyai sikap lugas untuk menegakan keadilan di atas hukum yang ada di bangsa ini. Untuk itu kerjasama antara negara dan masyarakat beragama juga harus ditingkatkan.
"Kesinergisan yang lebih optimal dalam membangun kerukunan bukan hal yang sulit jika semua itu bersama-sama," ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Pendidikan Muhammadiyah, Imran Hanafi mengatakan, Indonesia yang mayoritas umat Islam tidak memberikan larangan dan pembatasan dalam kebebasan memeluk agama. Namun, ia tidak memungkiri beberapa kasus yang melibatkan umat beragama sempat menimbulkan korban.
"Kasus yang sudah terjadi dapat dievaluasi kembali. Sehingga negara mampu melihat timbulnya potensi terjadi kembali bahkan di daerah yang sama atau pun daerah lainnya," ujarnya di Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2013).
Menurut dia, untuk menekan kasus kekerasan dan konflik antar umat beragama, negara seharusnya lebih mampu lagi hadir di setiap kesempatan. Bahkan, sebelum kejadian itu terlihat di permukaan negara mampu meredam hal tersebut.
Lebih lanjut, dia mengatakan, konflik yang terjadi dapat memicu kasus lain yang berkaitan dengan kekerasan pada kelompok lainnya. Untuk itu, diharapkan para aparat dapat menciptakan suasana yang kondusif seperti yang diharapkan banyak umat beragama serta mampu meminalisir kasus-kasus serupa yang akan terjadi kedepannya.
Ia menambahkan, ormas seharusnya mampu mengarahkan umat untuk menentang kerasan bukan sebaliknya untuk berbuat anarkis dan radikal. "Kita tetap dan harus tetap menjunjung tinggi hukum. Jangan menyalahkan antara agama satu dan agama lainya, jika itu terus terjadi maka akan terjadi konflik," kata dia.
Sementara, Ketua Umum Wahdah Islamiyah Muhammad Zaitu Rasmin mengatakan, ormas Islam selalu melakukan penyadaran baik secara persuasif maupun secara berkelompok terkait kerukunan beragama. Menurut dia, melihat banyaknya kekerasan umat beragama pada waktu lalu bisa dijadikan koreksi antar umat beragama agar tidak terkontamisasi dan terprovokasi.
Menurutnya, sebaiknya kita tidak melihat kekurangan yang terus diungkap dipermukaan. Namun, ormas juga tidak melihat hanya dalam kaca mata individu atau kelompok saja tetapi semua umat beragama agar dapat menjaga kondisi tetap kondusif.
"Kita tidak ingin upaya yang dibangun bersama sebagai bangsa lalu rusak oleh segelintir orang saja," tandasnya.
Lanjut Muhammad, negara harus mempunyai sikap lugas untuk menegakan keadilan di atas hukum yang ada di bangsa ini. Untuk itu kerjasama antara negara dan masyarakat beragama juga harus ditingkatkan.
"Kesinergisan yang lebih optimal dalam membangun kerukunan bukan hal yang sulit jika semua itu bersama-sama," ujarnya.
(kri)