KPK bantah penyitaan aset hanya untuk DS
A
A
A
Sindonews.com - Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi menyampaikan, penyitaan aset tersangka korupsi bisa dilakukan jika penyidik memperoleh data, menerima informasi, dan menduga aset tersebut berasal dari tindak pidana korupsi.
Sementara penerapan pasal pencucian uang tentu memiliki dasar dan kriteria-kriteria seperti tertuang dalam Undang-Undang No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Jadi tidak benar pemblokiran atau penyitaan aset hanya dilakukan untuk DS (Djoko Susilo). Kalau ada bukti-bukti yang mengarah pada penerapan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tentu bisa kita lakukan kepada tersangka lain. Sekali lagi asalkan ada dua alat bukti yang cukup," ucap Johan Budi kepada wartawan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/13).
Menurutnya, penyitaan aset-aset koruptor baik terkait kasus korupsi atau TPPU, selalu dilakukan KPK dengan penelusuran yang berdasar pada informasi yang diterima KPK dari masyarakat.
"Jadi kita juga terima informasi dari masyarakat terkait penyitaan-penyiaan aset DS (Djoko Susilo, Nazar atau tersangka yang lain," ungkapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebelum penyitaan aset-aset korupsi KPK melakukan penelusuran secara diam-diam. Bahkan ada yang menyebutkan, proses penelusuran hingga penyitaan aset itu disebut dengan operasi senyap.
"Soal penyitaan saya dapat informasinya dari penyidik. Saya saja tidak tahu kalau belum ada informasi dari penyidik," tandas Johan.
Dalam kasus TPPU saham Garuda, KPK menjerat pemilik PT Grup Permai itu dengan pasal 3 atau pasal 4 jo pasal 6 Undang-Undang No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 55 ayat (1) ke-(1).
Sementara penerapan pasal pencucian uang tentu memiliki dasar dan kriteria-kriteria seperti tertuang dalam Undang-Undang No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Jadi tidak benar pemblokiran atau penyitaan aset hanya dilakukan untuk DS (Djoko Susilo). Kalau ada bukti-bukti yang mengarah pada penerapan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tentu bisa kita lakukan kepada tersangka lain. Sekali lagi asalkan ada dua alat bukti yang cukup," ucap Johan Budi kepada wartawan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/13).
Menurutnya, penyitaan aset-aset koruptor baik terkait kasus korupsi atau TPPU, selalu dilakukan KPK dengan penelusuran yang berdasar pada informasi yang diterima KPK dari masyarakat.
"Jadi kita juga terima informasi dari masyarakat terkait penyitaan-penyiaan aset DS (Djoko Susilo, Nazar atau tersangka yang lain," ungkapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebelum penyitaan aset-aset korupsi KPK melakukan penelusuran secara diam-diam. Bahkan ada yang menyebutkan, proses penelusuran hingga penyitaan aset itu disebut dengan operasi senyap.
"Soal penyitaan saya dapat informasinya dari penyidik. Saya saja tidak tahu kalau belum ada informasi dari penyidik," tandas Johan.
Dalam kasus TPPU saham Garuda, KPK menjerat pemilik PT Grup Permai itu dengan pasal 3 atau pasal 4 jo pasal 6 Undang-Undang No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 55 ayat (1) ke-(1).
(maf)